Sabtu, 02/01/2021 22:22 WIB

Selama 2020, Terjadi 10 Konflik Manusia dengan Satwa Liar

Selama 2020, Terjadi 10 Konflik Manusia dengan Satwa Liar

 

Agam,sumbarsatu.com-Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resor Agam, Ade Putra menyebutkan, setidaknya ada 10 konflik antara manusia dengan satwa liar, dan 6 tindak pidana yang melibatkan satwa dilindungi sepanjang tahun 2020, seperti diungkapkannya Sabtu (2/1/2021).

Menurutnya, kejadian konflik antara manusia dan satwa liar tahun 2020 menurun, dibandingkan tahun 2019 lalu, yaitu sebanyak 11 kejadian.

Dari 10 kejadian itu, mengakibatkan 1 orang warga meninggal dunia, dan 1 orang terluka akibat diserang Buaya Muara. Tiga ekor kerbau, 1 ekor sapi, dan 8 ekor kambing dimangsa satwa liar, berupa harimau Sumatera, macan dahan, dan beruang madu.

Sepanjang tahun 2020 BKSDA Resor Agam bersama pihak terkait, berhasil mengungkap 6 kasus tindak pidana yang melibatkan satwa dilindungi, berupa burung rangkong, kukang, bagian tubuh berupa sisik trenggiling, burung nuri, serta tiung emas (beo).

“Keenam kasus telah melalui proses pengadilan dan para pelaku telah menjalani hukuman,” ujarnya.

Pada tahun 2020 tidak ditemukan kasus tindak pidana pembalakan liar di dalam kawasan hutan Cagar Alam Maninjau. Namun, beberapa kali hasil patroli tim BKSDA hanya menemukan barang bukti, berupa beberapa batang kayu olahan, dan telah diamankan di kantor BKSDA Agam.

Menurutnya, tidak ditemukan kasus pembalakan liar terkait meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kelestarian kawasan hutan, terutama Cagar Alam.

Untuk potensi keanekaragaman hayati, sepanjang tahun 2020 di wilayah kerja BKSDA Resor Agam tercatat penemuan 17 individu bunga rafflesia, dan 4 tumbuhan bunga bangkai dalam kondisi mekar.

Selain itu, pihaknya juga mencatat keberadaan satwa langka dan dilindungi berupa Beruang Madu, Kijang, Kukang, Harimau Sumatra, Macan Dahan, Kucing Hutan, Binturung, Trenggiling, dan berbagai jenis burung seperti Rangkong, dan Kuau. Itu semua menjadi kekayaan hayati Kabupaten Agam, yang perlu terus dijaga dan dilestarikan.

Pihaknya juga mencatat penyerahan 14 ekor satwa dilindungi dari masyarakat, berupa 7 ekor baning coklat, 4 ekor kucing kuwuk (kucing hutan), 1 ekor kukang, 1 ekor binturung, dan 1 ekor burung rangkong.

Sepanjang tahun 2020, sebanyak 36 warga telah melaporkan dan melakukan pendataan satwa burung peliharaannya ke BKSDA Agam. Satwa burung itu didaftarkan ke BKSDA Agam secara kolektif dan perorangan.

Khusus pendaftaran secara kolektif, petugas BKSDA mendatangi ke lokasi pecinta burung, bagi warga yang telah melaporkan diberikan surat tanda pelaporan. Dalam surat itu juga dicantumkan kewajiban pemilik untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang-udangan yang berlaku, memelihara kesehatan, kenyamanan, keamanan tumbuhan, satwa liar perliharaan, dan bersedia untuk dilakukan pengawasan oleh BKSDA.

Pada tahun 2018, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LKH) mengeluarkan Peraturan Menteri LKH Nomor P.20/2018, terakhir diubah dengan Peraturan Menteri LHK Nomor P.106/2018, tentang Daftar Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.

Dalam peraturan tersebut, beberapa jenis satwa, terutama burung yang sebelumnya tidak masuk daftar dilindungi menjadi dilindungi seperti, burung tiong emas, burung cica Daun atau murai daun, dan lainnya lagi.

Pihaknya berharap, untuk mengantisipasi terjadinya konflik antara manusia dan satwa liar, masyarakat diminta ikut melakukan mitigasi atau pencegahan, dengan mengamankan ternak di kandang, meningkatkan kewaspadaan ketika beraktivitas di kebun dan di dalam air, selain itu juga tidak melakukan aktivitas di dalam sungai atau perairan di malam hari.

Untuk satwa dilindungi, peran serta masyarakat dalam mendukung kelestarian dapat dilakukan dengan cara melaporkan dan menyerahkan kepemilikan satwa kepada BKSDA Agam, dan tidak melakukan perburuan satwa dilindungi.

Dijelaskan, ke depan BKSDA akan semakin meningkatkan kerja sama dengan berbagai pihak termasuk masyarakat, dalam menjalankan tugas dan peran konservasi sumber daya alam di Kabupaten Agam. (MSM)

Selama 2020, Terjadi 10 Konflik Manusia dengan Satwa Liar Agam,sumbarsatu.com-Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resor Agam, Ade Putra menyebutkan, setidaknya ada 10 konflik antara manusia dengan satwa liar, dan 6 tindak pidana yang melibatkan satwa dilindungi sepanjang tahun 2020, seperti diungkapkannya Sabtu (2/1/2021). Menurutnya, kejadian konflik antara manusia dan satwa liar tahun 2020 menurun, dibandingkan tahun 2019 lalu, yaitu sebanyak 11 kejadian. Dari 10 kejadian itu, mengakibatkan 1 orang warga meninggal dunia, dan 1 orang terluka akibat diserang Buaya Muara. Tiga ekor kerbau, 1 ekor sapi, dan 8 ekor kambing dimangsa satwa liar, berupa harimau Sumatera, macan dahan, dan beruang madu. Sepanjang tahun 2020 BKSDA Resor Agam bersama pihak terkait, berhasil mengungkap 6 kasus tindak pidana yang melibatkan satwa dilindungi, berupa burung rangkong, kukang, bagian tubuh berupa sisik trenggiling, burung nuri, serta tiung emas (beo). “Keenam kasus telah melalui proses pengadilan dan para pelaku telah menjalani hukuman,” ujarnya. Pada tahun 2020 tidak ditemukan kasus tindak pidana pembalakan liar di dalam kawasan hutan Cagar Alam Maninjau. Namun, beberapa kali hasil patroli tim BKSDA hanya menemukan barang bukti, berupa beberapa batang kayu olahan, dan telah diamankan di kantor BKSDA Agam. Menurutnya, tidak ditemukan kasus pembalakan liar terkait meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kelestarian kawasan hutan, terutama Cagar Alam. Untuk potensi keanekaragaman hayati, sepanjang tahun 2020 di wilayah kerja BKSDA Resor Agam tercatat penemuan 17 individu bunga rafflesia, dan 4 tumbuhan bunga bangkai dalam kondisi mekar. Selain itu, pihaknya juga mencatat keberadaan satwa langka dan dilindungi berupa Beruang Madu, Kijang, Kukang, Harimau Sumatra, Macan Dahan, Kucing Hutan, Binturung, Trenggiling, dan berbagai jenis burung seperti Rangkong, dan Kuau. Itu semua menjadi kekayaan hayati Kabupaten Agam, yang perlu terus dijaga dan dilestarikan. Pihaknya juga mencatat penyerahan 14 ekor satwa dilindungi dari masyarakat, berupa 7 ekor baning coklat, 4 ekor kucing kuwuk (kucing hutan), 1 ekor kukang, 1 ekor binturung, dan 1 ekor burung rangkong. Sepanjang tahun 2020, sebanyak 36 warga telah melaporkan dan melakukan pendataan satwa burung peliharaannya ke BKSDA Agam. Satwa burung itu didaftarkan ke BKSDA Agam secara kolektif dan perorangan. Khusus pendaftaran secara kolektif, petugas BKSDA mendatangi ke lokasi pecinta burung, bagi warga yang telah melaporkan diberikan surat tanda pelaporan. Dalam surat itu juga dicantumkan kewajiban pemilik untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang-udangan yang berlaku, memelihara kesehatan, kenyamanan, keamanan tumbuhan, satwa liar perliharaan, dan bersedia untuk dilakukan pengawasan oleh BKSDA. Pada tahun 2018, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LKH) mengeluarkan Peraturan Menteri LKH Nomor P.20/2018, terakhir diubah dengan Peraturan Menteri LHK Nomor P.106/2018, tentang Daftar Tumbuhan dan Satwa Dilindungi. Dalam peraturan tersebut, beberapa jenis satwa, terutama burung yang sebelumnya tidak masuk daftar dilindungi menjadi dilindungi seperti, burung tiong emas, burung cica Daun atau murai daun, dan lainnya lagi. Pihaknya berharap, untuk mengantisipasi terjadinya konflik antara manusia dan satwa liar, masyarakat diminta ikut melakukan mitigasi atau pencegahan, dengan mengamankan ternak di kandang, meningkatkan kewaspadaan ketika beraktivitas di kebun dan di dalam air, selain itu juga tidak melakukan aktivitas di dalam sungai atau perairan di malam hari. Untuk satwa dilindungi, peran serta masyarakat dalam mendukung kelestarian dapat dilakukan dengan cara melaporkan dan menyerahkan kepemilikan satwa kepada BKSDA Agam, dan tidak melakukan perburuan satwa dilindungi. Dijelaskan, ke depan BKSDA akan semakin meningkatkan kerja sama dengan berbagai pihak termasuk masyarakat, dalam menjalankan tugas dan peran konservasi sumber daya alam di Kabupaten Agam. (MSM)

Agam, sumbarsatu.com-Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resor Agam, Ade Putra menyebutkan, setidaknya ada 10 konflik antara manusia dengan satwa liar, dan 6 tindak pidana yang melibatkan satwa dilindungi sepanjang tahun 2020, seperti diungkapkannya Sabtu (2/1/2021).

Menurutnya, kejadian konflik antara manusia dan satwa liar tahun 2020 menurun, dibandingkan tahun 2019 lalu, yaitu sebanyak 11 kejadian.

Dari 10 kejadian itu, mengakibatkan 1 orang warga meninggal dunia, dan 1 orang terluka akibat diserang Buaya Muara. Tiga ekor kerbau, 1 ekor sapi, dan 8 ekor kambing dimangsa satwa liar, berupa harimau Sumatera, macan dahan, dan beruang madu.

Sepanjang tahun 2020 BKSDA Resor Agam bersama pihak terkait, berhasil mengungkap 6 kasus tindak pidana yang melibatkan satwa dilindungi, berupa burung rangkong, kukang, bagian tubuh berupa sisik trenggiling, burung nuri, serta tiung emas (beo).

“Keenam kasus telah melalui proses pengadilan dan para pelaku telah menjalani hukuman,” ujarnya.

Pada tahun 2020 tidak ditemukan kasus tindak pidana pembalakan liar di dalam kawasan hutan Cagar Alam Maninjau. Namun, beberapa kali hasil patroli tim BKSDA hanya menemukan barang bukti, berupa beberapa batang kayu olahan, dan telah diamankan di kantor BKSDA Agam.

Menurutnya, tidak ditemukan kasus pembalakan liar terkait meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kelestarian kawasan hutan, terutama Cagar Alam.

Untuk potensi keanekaragaman hayati, sepanjang tahun 2020 di wilayah kerja BKSDA Resor Agam tercatat penemuan 17 individu bunga rafflesia, dan 4 tumbuhan bunga bangkai dalam kondisi mekar.

Selain itu, pihaknya juga mencatat keberadaan satwa langka dan dilindungi berupa Beruang Madu, Kijang, Kukang, Harimau Sumatra, Macan Dahan, Kucing Hutan, Binturung, Trenggiling, dan berbagai jenis burung seperti Rangkong, dan Kuau. Itu semua menjadi kekayaan hayati Kabupaten Agam, yang perlu terus dijaga dan dilestarikan.

Pihaknya juga mencatat penyerahan 14 ekor satwa dilindungi dari masyarakat, berupa 7 ekor baning coklat, 4 ekor kucing kuwuk (kucing hutan), 1 ekor kukang, 1 ekor binturung, dan 1 ekor burung rangkong.

Sepanjang tahun 2020, sebanyak 36 warga telah melaporkan dan melakukan pendataan satwa burung peliharaannya ke BKSDA Agam. Satwa burung itu didaftarkan ke BKSDA Agam secara kolektif dan perorangan.

Khusus pendaftaran secara kolektif, petugas BKSDA mendatangi ke lokasi pecinta burung, bagi warga yang telah melaporkan diberikan surat tanda pelaporan. Dalam surat itu juga dicantumkan kewajiban pemilik untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang-udangan yang berlaku, memelihara kesehatan, kenyamanan, keamanan tumbuhan, satwa liar perliharaan, dan bersedia untuk dilakukan pengawasan oleh BKSDA.

Pada tahun 2018, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LKH) mengeluarkan Peraturan Menteri LKH Nomor P.20/2018, terakhir diubah dengan Peraturan Menteri LHK Nomor P.106/2018, tentang Daftar Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.

Dalam peraturan tersebut, beberapa jenis satwa, terutama burung yang sebelumnya tidak masuk daftar dilindungi menjadi dilindungi seperti, burung tiong emas, burung cica Daun atau murai daun, dan lainnya lagi.

Pihaknya berharap, untuk mengantisipasi terjadinya konflik antara manusia dan satwa liar, masyarakat diminta ikut melakukan mitigasi atau pencegahan, dengan mengamankan ternak di kandang, meningkatkan kewaspadaan ketika beraktivitas di kebun dan di dalam air, selain itu juga tidak melakukan aktivitas di dalam sungai atau perairan di malam hari.

Untuk satwa dilindungi, peran serta masyarakat dalam mendukung kelestarian dapat dilakukan dengan cara melaporkan dan menyerahkan kepemilikan satwa kepada BKSDA Agam, dan tidak melakukan perburuan satwa dilindungi.

Dijelaskan, ke depan BKSDA akan semakin meningkatkan kerja sama dengan berbagai pihak termasuk masyarakat, dalam menjalankan tugas dan peran konservasi sumber daya alam di Kabupaten Agam. (MSM)

BACA JUGA