Minggu, 03/05/2020 23:12 WIB

Konsesi HPH Penyebab Banjir Besar di Pulau Siberut

Wakil Bupati Kepulauan Kortanius Sabeleake

Wakil Bupati Kepulauan Kortanius Sabeleake

Padang, sumbarsatu.com—Banjir besar yang merendam lima kecamatan di Pulau Siberut, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat sejak Jumat sejak 30 April 2020 hingga Minggu 3 Mei, yang memporakporandakan permukiman masyarakat, bangunan sekolah, jembatan, lahan, dan fasilitas umum lainnya, diduga disebabkan rusaknya hutan akibat penebangan di hulu hingga hilir sungai yang tak terkendali, tak dibantah Wakil Bupati Kepulauan Kortanius Sabeleake.     

“Ya kita tak menutup mata penebangan hutan tanpa reboisasi di atas hulu hingga hilir dan pembukaan lahan yang tak terkendali, merupakan faktor penyebab banjir yang merendam lima kecamatan dan belasan desa di Pulau Siberut. 10 tahun terakhir banjir di sini sudah jadi rutintas setiap tahun malah bisa berulang dalam setahun. Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai tak bisa berbuat banyak jika terkait dengan perizinan tata kelola perhutanan,” kata Kortanius Sabeleake saat dikonfirmasi jurnalis dalam wawancara telekonferensi daring yang digelar Ikatan Jurnalis Televisi (IJTI) Sumatra Barat, Minggu (3/5/2020) yang dipandu John Nedy Kambang dari CNN Indonesia.    

Kortanius Sabeleake belum bisa memperkirakan kerugian yang dialami masyarakat dan Pemerintah Kepulauan Mentawai dampak banjir besar ini. “Masih pendataan.”

Kendati begitu, ia mengatakan, tahap awal prioritas yang dilakukan ialah menyelamatkan warga dari amukan air ke lokasi yang lebih aman seiring dengan pengiriman logistik dan kebutuhan obat-obatan.

“Laporan sementara dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kepulauan Mentawai ada 1.796 rumah terendam banjir setinggi 3 meter, 2 rumah di antaranya rusak parah. Kita bersyukur tak ada korban jiwa. Karena parahnya dampak banjir ini, kita menetapkan darurat banjir 10 hari ke depan sejak Sabtu (1 Mei 2020),” urainya.

Lima kecamatan yang terdampak itu ialah Kecamatan Siberut Barat, Siberut Utara, Siberut Tengah, Siberut Selatan, dan Siberut Barat Daya.

Dijelaskan lebih jauh terkait dengan tata kelola hutan di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Kortanius Sabeleake menilai, jika dikaji lebih dalam, sebenarnya manfaat positif keberadaan perusahaan-perusahaan yang memiliki konsesi HPH (hak pengusahaan hutan) di Kepulauan Mentawai tidak sebanding dengan kerugian yang diterima masyarakat dan juga Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai.

“Pemerintah kabupaten menerima konpensasi dari HPH itu tak sampai lima miliar rupiah setiap tahunnya dari dana bagi hasil pengelolaan hutan. Sementara dampak yang ditimbulkan karena penebangan hutan yang tak terkendali itu, mencapai puluhan miliar setiap tahunnya. Kita telah beberapa kali mengingatkan soal konsesi pengelolaan hutan di Kepulauan Mentawai tapi kita cuma bisa mengingatkan saja karena wewenangnya ada di provinsi dan pusat,” terang Kortanius Sabeleake.

Selain soal rusaknya lingkungan, dampak kehadiran perusahaan konsesi HPH  juga banyak menimbulkan konflik horizontal sesama masyarakat dan juga dengan perusahaan yang mengelola.

“Saat konflik terjadi, siapa yang menyelesaikan? Kita, pemerintah kabupaten, mana ada di lokasi konflik pemerintah provinsi dan pusat. Makanya, kewenangan yang diberikan kepada kabupaten setengah hati. Kita hanya menerima dampak. Tapi walau demikian, kita tetap fokus memerhatikan keselamatan masyarakat, dan juga kesejahteraan,” katanya.    

Dilansir mentawaikita.com, eksploitasi hutan di Pulau Siberut dimulai sejak tahun 1970-an. Kehadiran banyak HPH di Mentawai lebih banyak menimbulkan konflik di tingkat masyarakat.

“Sejarah panjang munculnya konflik akibat hadirnya perusahaan eksploitasi hutan di Mentawai tidak menjadi pertimbangan pemerintah saat mengeluarkan izin-izin eksploitasi di Mentawai khususnya Siberut,” tulis mentawaikita.com.

Berdasar SK Menhut No. 35/Menhut-II/2013, Kawasan Hutan Negara di Pulau Siberut meliputi 82 persen dengan fungsinya kawasan suaka alam (KSA/KPA) 183.378 hektare, hutan lindung 7.670 hektare, hutan produksi (HP) 246.011 hektare, hutan produksi konversi (HPK) 54.856 hektare. Sementara APL hanya 109. 217 hektare atau 15 persen. SSC/MN

BACA JUGA