
Piaman, sumbarsatu.com—Festival Balah Hilia telah usai. Hasilnya mengejutkan publik. Pasalnya, sebuah peristiwa budaya berlangsung sukses dihelat nagari yang baru berusia 3 tahun. Tapi bukan usia muda nagari itu yang jadi fokus. Perhatian utama ialah kemampuan anak-anak Nagari Balah Hilia mengsinergikan potensi dan kerja sama yang matang dengan pelbagai pihak, teruma mitra intinya Forum Batajau Seni Piaman.
Menurut Azhari Kurnia, Ketua Panitia, Forum Batajau Seni Piaman inilah yang menjadi motor utama menggerakkan kegiatan dengan cara langsung menjadi eksekutor sambil berbagi pengetahuan dengan pemuda anak nagai tentang bagaimana menggarap sebuah iven secara baik.
Ditemui di sela kesibukan mereka menyiapkan Festival Gasiang Parit Malintang (langsung digarap setelah Ferstival Balah Hilia), para pentolan Forum Batajau Seni Piaman membeberkan suka duka menjalankan organisasi mereka.
“Kami berdiri pada awal 2019, tapi sebelumnya kami sudah membuat iven. Itu lucunya. Kalau yang lain bikin organisasi dulu baru bergerak, kami bergerak dulu baru mikirin payungnya,” terang Ribut Anton Sujarwo, Wakil Ketua Umum Forum Batajau Seni Piaman kepada sumbarsatu, Sabtu (16/11/2019).
Kata pria yang pernah meraih anugerah sebagai pemuda teladan tingkat Provinsi Sumbar ini, awalnya tak membayangkan kalau Forum Batajau Seni Piaman yang digerakkan bersama Muhammad Fadhli (Ketua Umum) bakal melesat sejauh sekarang.
“Tapi dari awal kami memang punya target-target yang jelas, yang intinya berkaitan dengan upaya membangun ekosistem kesenian yang sehat dan membangkitkan lagi minat masyarakat terhadap seni tradisi melalui inovasi-inovasi baik dalam karya maupun iven tempat menghidangkan karya tersebut,” katanya.
Menurut Ribut, sebenarnya Forum Batajau Seni Piaman adalah sebuah organisasi yang terdiri dari sejumlah sanggar yang ada di kawasan Piaman (penyebutan kultural untuk wilayah penganut budaya Piaman, terdiri dari Kota Pariaman dan Kabupaten Padang Pariaman).
“Tiap sanggar punya kontribusi dalam organisasi ini, baik dari segi karya maupun produksi Iven,” katanya.
Muhammad Fadhli atau yang dikenal dengan panggilan Ajo Wayoik memaparkan, iven pertama yang digarap Forum Batajau Seni Piaman adalah Batajau Seni I di Durian Gadang, Kenagarian Lareh Nan Panjang Sungai Sariak, Kabupaten Padang Pariaman.
“Iven pertama kami ini dilaksanakan akhir Desember 2017. Alhamdulillah ketika itu mendapat respons luar biasa dari masyarakat,” ujarnya.
Iven kedua bersifat charity, yakni untuk mengumpulkan donasi demi membantu Intan Kirana, penderita kangker tulang di Nagari Bisati, Sungai Sariak Kabupaten Padang Pariaman.
“Kala itu kami ngamen besar di pantai Gandoriah Pariaman. Itu juga iven yang unik, sebab sebelum digelar saja kami sudah berhasil mengumpulkan donasi sekitar Rp 20 juta. Donasi itu didapat berkat pamflet acara yang disebar di medsos, lalu direspons oleh masyarakat perantau,” ujarnya.
Iven ke tiga, selama setahun terakhir disebut Ajo sebagai iven iconic. “Nama ivennya kampuang bendang Kampung Tari. Itu kami gelar di bulan April 2019. Kenapa disebut sebagai iven iconic, karena kami ini menumbuhkan icon di nagari Kampuang Bendang, sebagai kampung para penari. Caranya, kami di gelaran perdana ini mengajak kaum ibu menari. Nanti dipenyelenggaraan tahun berikutnya akan ada kalangan lain dari masyarakat yang juga akan menari bersama. Dalam target kami, seluruh masyarakat harus pernah punya pengalaman menari,” urai Muhammad Fadhli. Iven ini juga dikaitkan dengan peringatan Hari Tari Dunia.
Forum Batajau Seni Piaman juga melaksanakan kegiatan edukasi bertajuk “Batajau Camp”. Sesuai dengan namanya kegiatan yang digelar sebelum Ramadan 2019 ini berformat kamping bersama, mengikut sertakan remaja-remaja yang punya bakat seni.
“Di tahap awal dulu kami gelar workshop dan pementasan mini. Ke depan akan dikembangkan baik materi maupun agendanya,” kata Muhammad Fadhli.
Berikutnya akan menggelar Batajau Baghayo, yakni acara silaturahmi dengan perantau. Dilaksanakan di Sunua, setelah Lebaran 2019. Itu mendapat sokongan penuh dari perguruan Silek Sunua.
“Semua kegiatan yang digelar pada dasarnya berkolaborasi dengan pemuda dan masyarakat. “Kami memberi syarat kepada pemerintahan nagari atau korong, bahwa Batajau akan ikut serta menggarapa iven disana bila pihak pemerintahan korong atau nagari tersebut bersedia turut melestarikan seni tradisi dengan mendirikan atau menyokong sanggar yang telah ada,” sebut Ajo yang punya inudstri aparel merek Wayooik! Ini.
Terbaru, barulah iven Festival Balah Hilia. Dan kini di sambung pula dengan persiapan Festival Gasiang Nagari Parit Malintang, Kabupaten Padang Pariaman yang bakal dilaksanakan 2 November lalu.
Militansi
Yang paling unik dari Forum Batajau Seni Piaman adalah sampai sekarang, organisasi ini tidak punya kantor atau sekretariat.
“Sewanya mahal sih, mending buat iven saja,” kata Satriandy, salah seorang pembina Forum Batajau Seni Piaman.
Untuk mengatasi kendala ini, Forum Batajau Seni Piaman memilih untuk rapat secara bergiliran di tempat-tempat latihan tiap sanggar anggotanya. Bukan soal kantor saja, Forum Batajau Seni Piaman juga nol dalam catatan kasnya.
“Ya nol rupiah. Kami tidak punya kas sama sekali. Kalau ada uang yang dapat dari pertunjukan, itu semua kami siapkan untuk iven pula sampai kas selalu nol,” kata pria yang juga menjabat sebagai Sekretaris Nagari Parit Malintang ini.
Aset satu-satunya di Forum Batajau Seni Piaman adalah ide dan semangat, itu yang ditekankan oleh Satriandy.
“Kami tidak tahu juga kenapa semangat itu masih ada sementara sekretariat tak ada dan kas juga tak ada. Yang jelas, anak-anak tidak pernah mempersoalkan itu secara serius,” sebut Satriandy.
Di tahun 2020, Forum Batajau Seni Piaman sudah teken kontrak dengan 10 nagari di Kabupaten Padang Pariaman dan 2 desa di Kota Pariaman untuk menghajat iven budaya.
“Kami juga akan menggelar Batajau Merantau, dimana kegiatan seni budaya akan kami gelar di luar Piaman. Dua titik yang sudah tampak titik terangnya itu di Padang dan Bukittinggi,” kata Satriandy.SSC/Rrel