
Rumah gadang di Perkampungan Tradisional Nagari Sijunjung akan dikonservasi menuju warisan dunia.
Sijunjuang, sumbarsatu.com—Perkampungan Tradisional Nagari Sijunjung masuk dalam daftar tentatif warisan dunia UNESCO pada 2015. Kawasan ini meliputi dua jorong,: Jorong Koto Padang Ranah dan Jorong Tanah Bato dengan luas ± 157.1 hektare.
Untuk penguatan dan capaian itu, Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat, melakukan kegiatan konservasi Rumah Gadang Perkampungan Tradisional Nagari Sijunjung agar bisa menjadi warisan dunia. Kegiatan konservasi diagendakan selama 5 hari sejak 20-24 Juni 2019.
Menurut Nurmatias, Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat, yang wilayah kerjanya mencakup Provinsi Sumatera Barat, Riau, dan Kepulauan Riau, konsep konservasi kawasan itu dilakukan berbeda dari sebelumnya.
“Konservasi tidak hanya berupa penanganan langsung pada bangunan rumah gadang, tetapi diawali dengan sosialisasi mengenai konservasi cagar budaya dan kemudian secara bersama-sama melakukan konservasi pada beberapa bangunan rumah gadang yang ada dalam kawasan tersebut,” kata Nurmatias kepada sumbarsatu, Jumat, 14 Juni 2019.
Konservasi dapat diartikan sebagai tindakan pemeliharaan, pengawetan, atau treatment tertentu yang diaplikasikan pada material cagar budaya.
“Pemahaman konservasi cagar budaya lebih cenderung pada kegiatan teknis atau pemeliharaan terhadap material cagar budaya yang difokuskan pada upaya untuk membersihkan cagar budaya dari faktor penyebab kerusakan dan pelapukan. Selain itu sebagai upaya mengawetkan material cagar budaya agar tidak terjadi degradasi lebih parah,” terangnya.
Kawasan Rumah Tradisional Padang Ranah Nagari Sijunjung sudah masuk dalam daftar inventaris cagar budaya tidak bergerak Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat dengan nomor inventaris 12/BCB-TB/A/17/2014.
Dalam kawasan tersebut terdapat 77 rumah gadang yang tersusun secara linier di pinggir jalan. Rumah gadang tersebut merupakan rumah gadang Suku Caniago, Melayu, Panai, Tobo, Piliang, dan Melayu Tak Timbago.
Masyarakat Nagari Sijunjung masih kuat dalam mempertahankan fungsi rumah gadang sebagai tempat hunian dan sebagai tempat melaksanakan prosesi adat.
Pada tahun 2018 ini, studi konservasi dilaksanakan di Kawasan Rumah Tradisional Padang Ranah.
“Secara umum, Konservasi Rumah Gadang Perkampungan Tradisional Nagari Sijunjung bertujuan untuk melestarikan rumah gadang dan nilai yang terkandung di dalamnya,” tambahnya.
Dalam kegiatan ini rencananya juga akan dilakukan penanaman pohon di salah satu areal hutan adat Nagari Sijunjung bekerja sama dengan Dinas Kehutanan Kabupaten Sijunjung.
Hal ini merupakan salah satu upaya untuk menjamin ketersediaan bahan kayu untuk pendirian dan perbaikan rumah gadang ke depannya. Kegiatan ini rencananya melibatkan masyarakat setempat, pemerintah nagari, pemerintah daerah, akademisi, dan pelestari cagar budaya.
Penyerahan bibit pohon secara simbolis dari Dinas Kehutanan KPHL Sijunjung dan Dinas Pertanian Kabupaten Sijunjung sekaligus Penanaman pohon di hutan adat Nagari Sijunjung. Ninik mamak dan nagari menyediakan lahan untuk ditanami bibit.
Dalam kegiatan ini, dilaksanakan sosialisasi dan konservasi sejak mulai dari kebijakan pelestarian kawasan cagar budaya diberikan Direktur Pelestarian Cagar Budaya. Sedangkan materi tentang arsitektur dan pemukiman tradisional Minangkabau disampaikan oleh Dr. Joni Wongso, arsitektur Universitas Bung Hatta.
Berkaitan dengan bangunan rumah gadang, materi tentang perkayuan dengan judul-judul materi kayu sebagai komponen penyusun bangunan cagar budaya disampaikan oleh Dr. Yustinus Suranto dari Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Sedangkan materi utama tentang konservasi disampaikan langsung dari Balai Konsevasi Borobudur dengan materi Konservasi Bangunan Cagar Budaya Bahan Kayu. Sedangkan Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat selaku tuan rumah menyampaikan materi Pelestarian Cagar Budaya Bahan Kayu di Sumatera Barat.
Pada malam harinya penampilan kesenian tradisional direncanakan di Balai Adat Nagari Sijunjung. Selain itu juga ada penampilan film berkarakter kebudayaan dengan konsep bioskop keliling.
“Berbekal ilmu dan materi yang didapatkan dan penerapan langsung pada rumah gadang, masyarakat lokal dan instansi terkait diharapkan dapat berperan aktif dalam kegiatan pelestarian di kawasan ini,” terang Nurmatias.
Dikatakannya, masyarakat lokal memegang peranan penting dalam pelestarian cagar budaya karena masyarakat lokal merupakan bagian dari cagar budaya, hidup dengan cagar budaya, dan mereka yang seharusnya melakukan perawatan rutin untuk memastikan keberlangsungan cagar budaya.
Pada tanggal 21 sampai dengan 23 Juni 2019, dilakukan praktik konsevasi dimulai dengan gotong royong membersihkan rumah gadang. Persiapan bahan dan alat konservasi, pembersihan mekanis kering bangunan rumah gadang, perebusan dan perendaman tembakau dan cengkeh, pembersihan dan pengawetan menggunakan tembakau dan cengkeh.
Setelah itu kegiatan dilanjutkan dengan kegiatan teknis dengan amputasi tiang yang lapuk, penutupan kayu berlubang, perbaikan kerusakan ringan pada rumah gadang.
Selama kegiatan berlangsung, BPCB Sumatera Barat melibatkan pelajar dalam bentuk kunjungan pelajar selama kegiatan.
Tujuannya agar proses pelestarian rumah gadang juga diketahui oleh generasi muda.
“Setelah evaluasi, pada 24 Juni 2019 digelar bakaul adat sebagai puncak kegiatan,” tutup Nurmatias. (SSC/MN)