
Oleh ALFITRI (Departemen Sosiologi FISIP Unand)
PAGI Jumat, 25 April 2025, kami membuka hari dengan berkunjung ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kamboja di Phnom Penh. Beberapa waktu sebelumnya, Kim Hong sudah mengajukan permohonan ke pihak kedutaan.
Kantor KBRI merupakan gedung baru dan terletak di lokasi yang strategis yakni tepat di seberang Norodom Sihanouk Memorial (lapangan tempat Patung Raja Sihanouk) yang merupakan salah satu ikon Kota Phnom.Penh. Gedung baru KBRI Phnom Penh ini diresmikan pada Agustus 2020 yang lalu. Bangga juga kita melihat gedung KBRI yang megah dan asri itu.
Tepat pukul 10:00 kami diterima langsung oleh Bapak Dubes RI Dr. Santo Darmosumarto beserta beberapa orang stafnya. Prof. Ardi melaporkan perkembangan kerjasama pendidikan tinggi antara Universitas Andalas dan perguruan tinggi lainnya di Sumatera Barat dengan Kamboja.
Pak Dubes sangat senang dan mengapresiasi kerjasama yang sudah dilakukan dan berjanji untuk imendukung pengembangannya. Menurutnya, cukup banyak warga Kamboja khususnya di Phnom Penh yang merupakan alumni dari perguruan tinggi di Indonesia. Sebagian dari mereka telah memiliki karir dan posisi yang cukup baik di pemerintahan dan swasta Kamboja. Dalam waktu dekat KBRI akan melakukan pertemuan silaturahmi dengan mereka.
Selesai di KBRI kami bergerak menuju Masjid Al Serkal untuk salat Jumat. Untuk memandu kami Kim Hong serah terima dengan dokter Mano Ly, orang asli Kamboja yang sejak kecil telah beragama Islam.
Dokter Mano Ly, empat tahun lalu, sewaktu mahasiswa pernah ikut inbound program di Unand. Sekarang, setelah jadi dokter, Mano Ly sudah punya klinik sendiri di Phnom Penh.
Sebelum pukul 12 kami tiba di Masjid Al Serkal. Ini adalah masjid utama di pusat kota Phnom Penh. Cikal bakal masjid ini sudah ada sejak tahun 1968, dan tahun 2014 dibangun menjadi masjid megah bergaya Ottoman dengan bantuan senilai 2,9 juta USD dari keluarga Al Serkal dari Uni Emirat Arab. Masjid ini diresmikan pemakaiannya Maret 2015 langsung oleh Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen (tempo.co, 13/5/2023).
Sebagai masjid utama di pusat kota Phnom Penh, jemaah salat jumat memenuhi Masjid Al Serkal. Selain muslim Kamboja sendiri, banyak juga warga asing shalat jumat di sini, seperti ekspatriat dan orang dari kedutaan negara-negara muslim. Karena itu, tak heran halaman parkir masjid yang luas banyak dipenuhi oleh mobil mewah dan mobil kedutaan asing dengan plat Corps Diplomatic (CD).
Kendati tidak mengerti, kami mengikuti kutbah Jumat dengan takzim. kutbah Jumat disampaikan khatib dalam bahasa Khmer yang sesekali diselingi dengan bahasa Arab. Selesai salat Jumat, Prof. Ardi dan saya berkesempatan bersalaman dan sedikit berbincang dengan mantan imam besar Masjid Al Serkal. Beliau bisa bercakap Melayu dan masih tampak sehat di usianya yang sudah lebih 90 tahun.
Selesai Jumatan, kami makan siang di Restoran Peace yang menyediakan halal food dan masakan Melayu. Jaraknya hanya puluhan meter dari Masjid Al Serkal. Dan di seberangnya adalah Hotel Phnom Penh yang berbintang empat dan beberapa waktu yang lalu pernah menjadi tempat menginap timnas sepakbola Indonesia asuhan coach Indra Sjafri.
Sistem makannya adalah prasmanan. Setiap pengunjung dalam sekali ambil boleh ambil dan makan sepuasnya dengan harga per orang 5 USD. Namun, kalau makanannya bersisa maka akan dikenakan denda (penalty). Menunya cukup beragam dan memancing selera. Tapi kami ambil secukupnya saja, karena takut juga kalau nanti tidak habis akan kena denda pula.
Selesai makan, kami disapa oleh seorang lelaki dengan usia sekitar 50-an tahun. Rupanya beliau adalah suami dari ibu berjilbab yang menjadi kasir restoran itu. Menurutnya, restoran serta dua lantai guest house di atasnya adalah milik mertuanya.
Beliau senang sekali bertemu dengan kami yang tiga orang di antaranya pernah kuliah di IPB yakni Prof. Rudi, Dr. Widya dan Dr. Eka. Rupanya, beliau sendiri adalah juga alumni IPB dan kini bekerja sebagai pegawai pemerintah Kamboja. Saya pun langsung teringat dengan ucapan Pak Dubes tadi pagi.
Dalam Bahasa Indonesia yang masih baik beliau membagi kartu nama restoran dan guest house milik mertuanya itu. "Tolong info ke saudara-saudara dari Indonesia ya, kalau ke Phnom Penh juga mampir ke sini", katanya dengan ramah. Saya terkesan dengan caranya menyapa tamu dan mempromosikan usaha mertuanya. Tak sia-sia ia pernah kuliah di Indonesia, kata saya dalam hati.*