Sabtu, 16/02/2019 19:47 WIB

Emma Yohana: Mari Kita Perjuangkan Hak-hak Warga Eks Suriname yang Terampas

TEMU KANGEN 65 TAHUN WARGA REPATRIAN SURINAME

Anggota DPD RI Hj Emma Yohana diberi tumpeng, dalam

Anggota DPD RI Hj Emma Yohana diberi tumpeng, dalam "Temu Kangen 65 Tahun kedatangan Repatrian Suriname ke Tongar, Pasaman Barat". (sutan junir)

 

Simpang Empat, sumbarsatu.com—Anggota DPD RI, Hj. Emma Yohana berjanji akan tetap memperjuangkan hak- hak tanah atas masyarakat repatrian Suriname  yang saat ini bermukim di Jorong Tongar Pasaman Barat, Sumatera Barat.

"Perjuangan untuk  sebuah keadilan kita bersama tak akan pernah berhenti. Bagaimana kita bersama-sama memperjuangkan masyarakat Tongar asal Suriname, Amerika Selatan ini terus berlanjut," ujar Emma Yohana, saat menghadiri Temu Kangen Masyarakat Repatrian Suriname dan Hari Ulang Tahun ke-65 di Hall Serba Guna Tongar Nagari Aia Gadang, Kecamatan Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat, Sabtu, (16/02/2019).

Emma Yohana  berharap, di hari jadi ke 65 ini, masyarakat Repatrian Suriname mendapatkan hak- haknya seperti dijanjikan pemerintah RI saat imigrasi dari Suriname ke Tongar Pasaman Barat  pada tahun 1954 silam.

"Mari kita bersatu -padu, sehingga  apa yang  menjadi cita-cita kita bersama bisa kita perjuangkan, selamat berulang tahun ke 65 saudara saudara saya di Tongar," kata Emma Yohana.

Pada hari ulang tahun sejarah datangnya imigrasi warga Suriname tersebut, dihadiri staf ahli Bupati Bidang Politik dan Keamanan Suratno, Camat, wali nagari, Hariadi Caleg DPR RI dari Partai PPP Sumbar.

Ratusan warga Repatrian Suriname tersebut, datang dari berbagai daerah, diantaranya dari Medan Sumut, Pekan Baru, dan Jakarta. Bahkan anak cucu mereka sudah menyebar dari berbagai pejuru di tanah air.

Mereka datang untuk  temu kangen dan mengenang perjuangan orangtua mereka ataupun pelaku sejarahnya untuk pulang ke tanah air ketika itu.

Kol (Purn) Drs H Sarmoedji sebagai sesepuh warga Repatrian Suriname juga turut hadir dalam acara ulang tahun tersebut.

Dalam ulang tahun ke-65 ini dia mengharapkan kepada pemerintah daerah mampu memberikan hak-hak warga eks Suriname tanah 5 hektar untuk satu Kepala Keluarga sebagaimana janji pemerintah RI, ketika warga eks Suriname tersebut, tiba di Tongar Pasaman Barat pada tahun 1954 silam. Tetapi lahan yang bakal diperuntukkan untuk warga Suriname asal Jawa tersebut, dikuasi oleh perusahaan perkebunan.

"Di tingkat pusat kita terus berjuang bersama ibuk Emma Yohana tetapi belum berhasil,”  sebutnya.

"Waktu saya datang ke sini umur saja baru 11 tahun, sekarang saya sudah pensiun pula, janji tersebut belum juga kunjung selesai," sebut dia.

Sekilas Sejarah Warga Suriname

Jauh sebelum Pemerintah RI mengirim tenaga kerja secara resmi keluar negeri, Pemerintah Belanda yang waktu itu menjajah Indonesia telah berhasil mengirim dan memperkerjakan 32.956 TKI asal Pulau Jawa ke Suriname, Amerika Selatan, antara tahun 1890 sampai dengan 1939.

Tujuan pengiriman TKI adalah untuk menambah kekurangan tenaga kerja di beberapa perkebunan yang ada di Suriname.

Kekurangan tenaga kerja tersebut, karena dihapusnya sistem perbudakkan di Amerika Serikat pada 1 Juli 1863. TKI sebagian besar berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan beberapa dari Jawa Barat.

"Bukan kelebihan penduduk yang menjadi alasan untuk berimigrasi ke Suriname, melainkan kemelaratan yang sangat, yang diderita oleh penduduk di beberapa daerah di pulau Jawa di satu pihak, dan kepentingan perkebunan di Suriname di lain pihak," tulis Kolonel Sarmoedjie dalam makalahnya "Diaspora Jawa di Suriname" yang dilaksanakan dalam diskusi Ilmiah Universitas Indonesia, 20 Nov 2018 silam.

Pada tahun 1950 di Suriname diadakan Pemilu, setelah terbentuk lembaga legislatif, hasil Pemilu, Suriname menjadi daerah otonom di bawah Kerajaan Belanda, secara otomatis seluruh penduduk Suriname menjadi warga negara Belanda. Suriname kala itu juga masuk jajahan Belanda, dan baru Mardeka pada tahun 1975.

Ketentuan tersebut ditentang keras oleh sekitar 75 persen masyarakat Indonesia di Suriname. Mereka menolak menjadi warga negara Belanda, dan ingin menjadi warga Indonesia, bahkan mereka ingin pulang ke Indonesia meskipun harus membayar biaya sendiri.

Selanjutnya kelompok "wong Jowo" mengirimkan delegasi ke Indonesia, untuk menghadap Presiden Soekarno. Pada tanggal 15 Oktober 1951 kelompok ini mendirikan Yayasan Tanah Air (YTA) dengan misi utama "Mulih Jowo" (pulang ke Indonesia). Karena pulau Jawa padat penduduknya maka pemerintah RI semula akan menempatkan para Repatrian Suriname di daerah Metro, Lampung.

Namun setelah mempertimbangkan banyak hal, akhirnya pemerintah RI memutuskan dan menempatkan para repatrian Suname itu, di Desa Batang Lingkin Baru (Tongar) Kecamatan Simpang Empat, Sumatera Tengah dikala itu.

Berkat perjuangan dan usaha keras pengurus YTA, yang gigih maka pada 04 Januari 1954 dengan menumpang sebuah kapal cargo merek "Langkoes" yang besar dan megah. Rombongan wong Jowo asal Suriname yang jumlahnya 316 KK, atau 1.018 orang tersebut pulang ke Indonesia sebagai repatrian.

"Alhamdulillah cita-cita mantan TKI di Suriname untuk pulang ke kampung halaman di Indonesia menjadi kenyataan," tulis Sarmoeji. (SSC/SJ)

BACA JUGA