Simpang Empat, sumbarsatu.com— Hujan yang turun nyaris tanpa jeda selama dua pekan terakhir menjadikan banyak sudut Pasaman Barat berubah drastis. Sungai meluap, bukit runtuh, sawah tenggelam, dan ratusan rumah terendam.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pasaman Barat merilis, 10 dari 11 kecamatan di daerah itu terdampak banjir dan longsor dengan tingkat keparahan berbeda-beda.
Kepala BPBD Pasaman Barat, Jhon Edward, Kamis (27/11/2025), menyampaikan bahwa bencana hidrometeorologi kali ini tergolong serius. Tidak hanya merusak infrastruktur, tetapi juga menghantam kehidupan warga hingga ke ruang paling pribadi: rumah, ladang, dan sumber penghidupan.
“Bencana terjadi hampir merata. Mulai dari banjir, longsor, pohon tumbang, badan jalan terban, hingga rumah warga hanyut,” ujarnya.
Tragedi paling menyayat terjadi di Muaro Mais, Kecamatan Ranah Batahan. Seorang pelajar, Rocky Hidayat (17), meninggal dunia setelah tertimbun longsor saat membantu memperbaiki saluran air di belakang rumahnya, Rabu (26/11/2025).
Peristiwa itu meninggalkan duka bukan hanya bagi keluarga, tetapi juga bagi warga nagari yang menyaksikan bagaimana seorang remaja harus meregang nyawa di usia belia.
Di sejumlah wilayah, air tidak sekadar masuk ke halaman — ia menerobos ruang tidur, dapur, bahkan tempat ibadah. Di Nagari Aia Gadang Barat, Kecamatan Pasaman, lebih dari 230 rumah terendam. Bayi, ibu hamil, lansia, dan penyandang disabilitas ikut bertahan di tengah genangan. Meski sebagian besar warga belum mengungsi, keterbatasan logistik dan cuaca yang belum membaik membuat kecemasan terus menggelayut.
Sementara di Ranah Batahan, jumlah daerah terdampak terbilang paling luas. Di Jorong Aek Napal, 1.120 rumah terendam banjir. Sawah-sawah yang selama ini menjadi tumpuan hidup kini berubah menjadi lautan cokelat. Warga bertahan di rumah dengan persediaan terbatas, menunggu uluran bantuan sambil berharap hujan segera berhenti.
“Kami butuh sembako, selimut, pakaian, obat-obatan, air bersih, dan tenda darurat. Banyak warga yang kehilangan perlengkapan dasar,” ungkap salah satu warga setempat.
Di Kinali, sebuah rumah warga hanyut. Di Gunung Tuleh, longsor menghantam permukiman. Di Sasak Ranah Pasisie, ratusan rumah nelayan terendam. Sementara jalur lintas provinsi di beberapa titik lumpuh, termasuk akses vital Sumatera Barat–Sumatera Utara yang terputus akibat banjir dan longsor.
BPBD juga merilis, kerusakan sektor pertanian mencapai ratusan hektar dengan total kerugian sementara ratusan juta rupiah. Namun bagi warga, angka itu sering kalah menyakitkan dibanding kehilangan tempat tinggal, perabot rumah, dan rasa aman.
“Sebagian warga memilih bertahan karena khawatir meninggalkan rumah tanpa penjagaan. Tapi kondisi ini sangat rawan,” kata Jhon Edward.
BPBD bersama unsur TNI, Polri, relawan, dan pemerintah nagari terus melakukan pendataan, evakuasi terbatas, serta penyaluran bantuan darurat. Masyarakat juga diimbau meningkatkan kewaspadaan karena prakiraan cuaca menunjukkan potensi hujan masih tinggi.
Di tengah gelombang banjir dan tanah yang runtuh, yang masih tegak berdiri adalah solidaritas warga. Bahu-membahu, saling mengulurkan tangan, saling menguatkan — dengan satu harapan yang sama: hujan segera usai dan kehidupan dapat dirajut kembali, pelan-pelan, dari lumpur yang tersisa. ssc/nir