
Indra Catri Dt. Malako Nan Putiah
Agam, sumbarsatu.com-Putra Minangkabau memiliki keterikatan batin yang erat dengan tanah kelahirannya. Walau sesenang apa pun mereka hidup di perantauan, namun kampung halaman tetap dirindukan.
“Kerinduan itu selalu mengusik Anak Minang di perantauan setiap saat. Namun puncak kerinduan itu adalah pada Hari Raya Idul Fitri. Saat itu, kerinduan begitu menyentak kalbu. Mereka rindu kampung halaman dengan segenap isinya, dan segenap peristiwa yang pernah dialami masa bujang di kampung dulu. Rindu pada kecipak air pancuran, dan kawan “samo gadang,” rindu pada masakan sang ibu, bagi yang masih memiliki ibu,” kata Bupati Agam H. Indra Catri Dt. Malako Nan Putiah, ketika dihubungi via ponselnya, Selasa (12/4/2016).
“Kawan samo gadang, dan tempat mandi bakacimpuang di lubuak pamandian, lain pula tarikan rindunya,” tambahnya.
Kerinduan terhadap kampung halaman, tidak bisa dibayar dengan berlibur ke tempat wisata terkenal mana pun di dunia. Karena keanginan masa kecil, dan masa muda terserak di kampung halaman. Bahkan seniman pencipta lagu Minang sampai menukilkan kerinduannya melalui sebuah lagu, yang bertajuk “Kampuang nan jauah di mato.”
Kerinduan perantau itu, sebenarnya merupakan keuntungan bagi anak nagari yang tinggal di kampung halaman. Kerinduan mereka bisa menjadi bahan untuk menggelitik hati perantau untuk membangun kampung halamannya. Misalnya, jalan menuju surau atau mesjid yang belum diaspal; surau tempat mereka mengaji dan belajar silat di kala subuh yang sudah tua, dan butuh perbaikan; gedung SD, tempat mereka belajar dulu, yang kini sudah reot; dan banyak lagi yang bisa menggelitik hati perantau, untuk meninggal uang mereka di kampung halaman,untuk membangun nagari.
“Karena itu,berpandai-pandailah menjaga jembatan hati antara kampung dan rantau, sehingga tercipta satu visi, demi kemajuan pembangunan nagari,” ujar Dt. Malako Nan Putiah pula.
Merantau, bagi Anak Minang, jarang yang tidak mengingat kampung halaman. Bagi mereka berlaku seperti mamangan adat: “Satinggi-tinggi tabang bangau, turunnyo ka kubangan juo.” Maksudnya, sejauh apa pun rantau Anak Minang, namun hati mereka tetap rindu pada kampung halaman. (MSM)