Hari Ini 17 Tahun yang Lalu, Pemerintah Harus Tuntaskan Kasus Mei 1998

Selasa, 12/05/2015 23:34 WIB
Persiapan pemakaman 96 orang di luar Jakarta, korban kerusuhan May 1998. Kebakaran yang melanda banyak tempat di Jakarta menelan 500 orang. Mereka yang tidak dapat diidentifikasi dikubur secara massal pada 18 Mei 1998.(Foto BBC)

Persiapan pemakaman 96 orang di luar Jakarta, korban kerusuhan May 1998. Kebakaran yang melanda banyak tempat di Jakarta menelan 500 orang. Mereka yang tidak dapat diidentifikasi dikubur secara massal pada 18 Mei 1998.(Foto BBC)

Jakarta, sumbarsartu.com—Sudah 17 tahun tragedi berdarah Mei 1998 berlalu. Tapi hingga kini masih belum ada titik terang penyelesaian dari pemerintah terhadap kasus kerusuhan yang menewaskan hingga ribuan nyawa pada pertengahan Mei 1998 silam. Untuk itu, desakan terhadap Presiden Joko Widodo untuk menuntaskan masalah ini terus dikumandangkan.

Desakan itu datang dari Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dan beberapa LSM saat memeringati 17 tahun peristiwa kerusuhan Mei 1998 di halaman parkir Gedung Mall Klender, dahulu dikenal dengan Yogya Plaza, di Jakarta Timur, Selasa (12/5/2015).

Sekretaris Umum IKOHI Zainal Muttaqin menuturkan bahwa peringatan tersebut diharapkan tetap menjaga harapan dan kekuatan bagi keluarga korban dalam memperjuangkan keadilan.

"Menghormati para korban serta mengingatkan pemerintah untuk menyesaikan permasalahan ini karena sampai saat ini masih gelap, belum ada penyelesaian," ujarnya.

Meski sebelumnya sudah ada upaya penyelesaian dengan melibatkan beberapa pihak, Zainal mengatakan bahwa pemerintah belum maksimal dalam menyelesaikan kasus tersebut.

"Ada tindakan yang sistematis dalam kerusuhan Mei 1998," ujar Zainal.

Pihaknya lantas ingin ada kemajuan dan langkah pasti dari pemerintah, bukan hanya sekedar janji. Lebih lanjut mereka menginginkan ada percepatan dalam penyelesaian dalam kasus Mei 1998.

"Kalau tidak diselesaikan akan menjadi beban sejarah tiap tahunnya dan menjadi hambatan dalam rekonsiliasi nasional," ujarnya.

Zainal mengatakan sejauh ini pemerintah dibawah Presiden Jokowi dalam menindak lanjuti pidatonya pada hari HAM 2014 lalu baru mendorong pembentukan tim penyelesaian masalah 1998 yang rencananya akan dikomandoi oleh Menko Polhukam, Jaksa Agung dan pihak Komnas HAM.

Sementara itu, Komnas HAM, yang turut menyelidiki kasus kerusuhan massal tersebut telah menyatakan bahwa ada pelanggaran HAM berat dalam peristiwa kerusuhan Mei 1998 dan merekomendasikan dibentuknya Pengadilan HAM adhoc.

Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang juga dibentuk dengan diketuai oleh Marzuki Darusman dari Komnas HAM untuk menyelidiki kasus tersebut merekomendasikan negara agar ada pertanggungjawaban hukum bagi para pelaku serta pemulihan dan memberikan kompensasi kepada para korban peristiwa tersebut.

Berdasarkan laporan "Sujud di Hadapan Korban Tragedi Jakarta Mei 1998" yang dikeluarkan oleh Tim Relawan untuk Kemanusiaan dari laporan tim TGPF, setidaknya ada 1.217 jiwa yang meninggal, 91 orang luka, serta 31 orang hilang akibat Tragedi Mei yang terjadi pada 13 hingga 15 Mei 1998.

Selain terjadi pembunuhan, juga terjadi kekerasan seksual pada masa itu. Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Mei 1998 telah memverifikasi adanya 85 perempuan korban kekerasan seksual yang berlangsung dalam rangkaian kerusuhan Tragedi Mei 1998 dengan rincian 52 korban perkosaan, 14 korban perkosaan dengan penganiayaan, 10 korban penyerangan dan penganiayaan seksual, dan sembilan korban pelecehan seksual.

Acara rangkaian peringatan 17 tahun kerusuhan 1998 rencananya akan diperingati di beberapa tempat, seperti di antaranya di Makam Massal Korban Tragedi Mei 1998 di pemakaman umum Pondok Ranggon, hingga tanggal 17 Mei 2015.

Tragedi Mei ‘98 adalah tragedi kemanusiaan yang menorehkan sejarah kelam perjalanan bangsa Indonesia. Banyak orang dinyatakan tewas dalam sejumlah kerusuhan yang terjadi di sejumlah kota besar di Indonesia. Telah terjadi kekerasan secara massal baik di DKI Jakarta maupun sejumlah daerah lainnya, yang memakan banyak korban.

TGPF menegaskan bahwa kekerasan seksual telah terjadi selama kerusuhan dan merupakan satu bentuk serangan terhadap martabat manusia yang telah menimbulkan penderitaan yang dalam serta rasa takut dan trauma yang luas.

Kelahiran Komnas Perempuan pun merupakan buah dari desakan masyarakat sipil, utamanya gerakan perempuan yang menuntut negara bertanggung jawab atas terjadinya kekerasan seksual pada Tragedi Mei ‘98.

Tumpukan kayu dan ban mobil di bakar pada tanggal 14 Mei 1998 (BBC). 

Tragedi Mei ‘98 adalah isu nasional yang sampai sekarang belum dijadikan sebagai peringatan penting baik bagi masyarakat maupun negara. Hingga saat ini belum ada pelaku yang dimintai pertanggungjawabannya oleh negara terhadap sejumlah kasus pelanggaran HAM tersebut. Di sisi lain, keluarga korban terus berjuang untuk mendapatkan hak-hak mereka atas kebenaran, keadilan dan pemulihan.

Komnas Perempuan, sebagai lembaga HAM Nasional yang lahir dari Tragedi Mei ‘98 ini, terus berupaya mendorong pertanggungjawaban negara, melalui kehadiran Pelapor Khusus PBB untuk Kekerasan terhadap Perempuan pada tahun 1998, mendorong terbentuknya  Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), serta melalui sejumlah rekomendasi yang termuat dalam Laporan “Saatnya Meneguhkan Rasa Aman” yang dikeluarkan Komnas Perempuan bertepatan dengan Peringatan 10 TahunTragedi Mei 98 (13 Mei 2008).

Sejak tahun 2013, Komnas Perempuan bersama komunitas dan jaringan korban melakukan kerja advokasi pelanggaran HAM  masa lalu, yang salah satunya Tragedi Mei ‘98, mendorong Negara melalui Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dengan melakukan kegiatan memorialisasi.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyambut hal tersebut, dengan mengupayakan situs memorialisasi Mei ’98 di Makam Massal Korban Tragedi Mei ’98 di TPU Pondok Ranggon. Ribuan jenazah yang tidak terindentifikasi telah dimakamkan di sana, dan ditulis dalam nisan mereka sebagai “Korban Tragedi Mei 1998”.

Upaya ini adalah salah satu bentuk tanggung jawab negara untuk merawat ingatan publik dan pemulihan pada korban, serta mencegah agar sejarah kelam Tragedi Mei ’98, jangan berulang!

Terkait dalam rangka Peringatan 17 Tahun Tragedi Mei ’98, maka tahun 2015 ini, akan diresmikan situs memorialisasi yang dibangun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yaitu Prasasti Mei ‘98.

Peletakan batu pertama untuk Prasasti Mei ’98 ini telah dilakukan pada tahun 2014 oleh Basuki Tjahaja Purnama (sewaktu itu merupakan Wakil Gubernur DKI Jakarta). Melalui upaya ini, Komnas Perempuan berharap inisiatif yang telah diambil  Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat direplikasi oleh Pemerintah Daerah lain yang masyarakatnya juga menjadi korban pelanggaran HAM, sebagai bagian dari upaya pemenuhan hak korban atas kebenaran, keadilan dan pemulihan. (SSC)



BACA JUGA