
--
OLEH Buya Gusrizal Gazahar (Ketua Umum MUI Sumbar)
Bagus tulisan beliau tapi sayang terlambat dan tajam sebelah. Ini baru keluar ketika Sumbar bereaksi.
Kenapa ini tidak ditujukan kepada pengusung Islam Nusantara (ISNUS) yang dengan tangan-tangan kekuasaan menyebarkan faham ini melalui institusi-institusi mereka.
BACA: Etika Kerukunan Internal Umat Islam
Menebarkan kebencian antara umat dengan label wilayah dan budaya. Memandang musibah yang menimpa saudara-saudara seiman di belahan lain dunia ini sebagai ukuran untuk menyatakan perbedaan. Sedangkan di sisi lain, mereka begitu mudah mencari titik pertemuan dengan umat lain walaupun kadang melukai dan membuat bingung kaum muslimin.
BACA: Ranah Bundo Kanduang Tidak Membutuhkan Islam Nusantara!
BACA: MUI se-Sumbar Nyatakan Tak Butuh Islam Nusantara
Seolah-olah faham sekelompok orang ini harus diterima sebagai suatu sikap bersama dalam berkeislaman dengan bernaung di bawah ketiak kekuasaan.
Ketika Sumbar menyatakan itu untuk wilayah Sumbar tanpa masuk ke ranah sesat dan tidak sesat tapi hanya menekankan kepada “tidak butuh” karena memang menghantam sendi berkeislaman dan gerakan dakwah di Ranah Minang, mereka seperti “kehilangan mainan”.
Silakan Pak Din bersikap begitu dengan “basa basi” yang tidak menjadi pakaian kami dalam menjaga umat di Ranah Minang namun perlu diketahui bahwa kami yang hadir dalam Rakorda Bidang Ukhuwwah MUI Sumbar, Kabupaten dan Kota se-Sumbar dengan segala pertimbangan, memutuskan bahwa kita harus “bajaleh-jaleh” dengan umat demi menjaga Ranah Minang.
Kemudian sedikit informasi yang perlu diingat bahwa konsep berpikir dan berakhlak di Ranah Minang, “sebelum kato dikatokan, raso di bao naiek, pareso dibao turun”.
Bila sikap telah diambil, segala kemungkinan telah ditimbang dan langkah sudah dilangkahkan maka ketahuilah: “Walaupun bersilang kilatan pedang, menggunung ombak datang menghadang, melepas kemudi itu berpantang, haluan tak akan berbalik pulang”. Andaipun jauh pulau tujuan, pecahlah pelang di tengah lautan,
tak akan sesal menjadi pakaian, sehelai papan kami jadikan sampan”.
Inilah implementasi kearifan Minang dari firman Allah Swt: “... Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (QS. Ali ‘Imran 3 : 159)
Wallahu a’lam.