Bioskop Samotra, Alternatif Pemutaran Film Indie

WAWANCARA DENGAN DAVID DARMADI

Kamis, 06/11/2014 11:40 WIB
David Darmadi

David Darmadi

Cinemama, sebuah komunitas yang bergerak di bidang perfilman di Kota Padang, Sumatera Barat, berinisiatif membuat agenda Bioskop Samotra. Bekerja sama dengan salah satu bioskop di Padang, yaitu Bioskop Karya Padang.

Cinemama ingin agenda tersebut menjadi alternatif bagi distribusi film-film indie Sumatera Barat. Selain untuk menjadi alternatif, agenda tersebut juga diharapkan untuk menghadirkan para penonton yang terseleksi dengan sendirinya, penonton yang ingin menonton, dan bukan yang sekadar menonton karena kebetulan sedang melihat pemutaran film.

Harapan untuk memajukan perkembangan perfilm Sumatera Barat, baik itu produksi, distribusi, kajian, dan pengarsipan juga menjadi tujuan dari Cinemama. Dan Bioskop Samotra adalah langkah pertama mereka untuk mengajak para penonton untuk mengetahui bahwa sebenarnya para filmaker Sumatera Barat terus melakukan proses.

Berikut adalah wawancara sumbarsatu.com dengan David Darmadi, sutradara, pengkaji film, sekaligus penggerak Cinemama dan program Bioskop Samotra mengenai komunitas mereka dan agenda mereka.

Bisakah Anda ceritakan sedikit apa itu Bioskop Samotra?

Bioskop Samotra merupakan program distribusi film yang dikelola oleh sekelompok anak muda pecinta film yang tergabung dalam Cinemama. Kegiatan Bioskop Samotra meliputi pemutaran film berbayar, penjualan DVD, dan pembuatan Merchandise mengenai film yang kita distribusikan.

Kenapa memilih Bioskop Samotra untuk penamaanya?

Selain nama Bioskop Samotra, ada dua penamaan lainnya yaitu Zamotra Zinema, Insulinde Sinema yang dimunculkan oleh inisiator ide ini. Dari tiga penamaan ini kita memilih Bioskop Samotra, karena lebih mudah diucapkan dan cepat berbekas diingatan. Kemudian pemilihan nama Bioskop Samotra adalah salah satu cara untuk memancing gairah masyarakat kota padang terhadap film, khususnya kaum terpelajar Kota Padang. Dan kami ingin, film menjadi gaya hidup bagi kaum terpelajar Kota Padang, kami menyebutnya sebagai gaya hidup yang intelektual. Karena film lahir dari dunia pemikiran dan harus dibaca ulang dalam dunia pemikiran juga. Kata bioskop itu sendiri artinya melihat gambar hidup, kata “samotra” adalah salah satu nama Pulau Sumatra yang terdapat dalam narasi mentah Odoricus (pendeta Gereja Katolik Roma) yang didiktekannya kepada seorang pencatat pada tahun 1320-an. Jika dua kata tersebut digabungkan yaitu Bioskop Samotra, kita ingin mengajak masyarakat Kota Padang melihat dunia pada gambar hidup dari Pulau Sumatra ini.

Siapa inisiator ide dari agenda tersebut, apakah hanya filmaker saja atau ada inisiator lain?

Ide ini sudah setahun lewat (2013) saya rancang dengan Benny Sumarna (Pendiri Cinemama), tapi karena kita belum bisa merealisasikannya, kita simpan dulu. Empat bulan yang lalu saya teringat untuk merealisasikan ide distribusi ini kembali. Karena Benny Sumarna sudah tidak Padang lagi, saya melanjutkan menggarap ide ini bersama Ijul (Pendiri Cinemama), Findo Bramata, Afdal Zikri, Zikwan dan Muhaimin. Dalam perjalanannya Ijul berhenti di awal karena ada kesibukan lain yang harus dikerjakannya. Tapi dengan Benny Sumarna, saya tetap intens diskusi mengenai pengembangan program ini via media sosial bersama Findo Bramata, Afdal Zikri, Zikwan. Termasuk Muhaimin mahasiswa FIB Unand yang selalu hadir dengan ide yang cemerlang dan punya semangat juang yang teruji. Untuk promosi kita juga dibantu oleh Ica, gadis sipit dari komunitas film Filtograf.

Apakah Bioskop Samotra alternatif bagi film-film indie agar bisa diakses masyarakat luas?

Ya benar, melalui Bioskop Samotra kita ingin karya film dari kawan di Sumbar dapat diakses oleh masyarakat luas dan lebih dihargai. Penghargaan yang saya maksud bukan dihargai dengan seharga tiket yang kita kenakan. Tapi maksudnya, dengan dikenakan tiket, artinya penonton yang kita cari adalah orang orang yang terpilih dan sudah terseleksi dengan sendirinya. Karena mereka menonton karena ingin menonton, bukan karena kebetulan mereka melihat ada pemutaran film, kemudian masuk sebentar, setelah itu keluar. Saya sangat miris melihatnya. Dan itu yang sering terjadi setiap kawan kawan saya yang mengadakan pemutaran film yang gratis.

Kenapa cuma melibatkan Bioskop Karya, tidak bioskop lain di Kota Padang, apakah karena pihak bioskop tersebut bisa diajak kerja sama?

Memilih Bioskop Karya, ya, karena mereka terbuka untuk bisa diajak kerja sama. Dengan bioskop Raya, saya dan Benny pernah datang untuk bertemu managernya, tapi mereka tidak melayani kami dan mereka mengira kami adalah wartawan. Saya tidak tahu pasti, alasan mereka tidak mau bertemu apakah mengira kami wartawan atau tidak.

Sudah berapa kali agenda Bioskop Samotra digelar?

Pemutaran film Journey Of  Java Minor adalah pemutaran perdana kami yang akan tayang pada tanggal 13, 14, 20, 21 Desember 2014. (Baca:Film ‘Journey of Jawa Minor’ Akan Diputar di Bioskop Karya Padang

Sejauh ini bagaimana perkembangan film indie di Sumatera Barat menurut Anda?

Perkembangan film di Sumbar sangat bagus. Secara kuantitas memiliki progres yang meningkat setiap tahunnya. Secara kualitas, saya sangat salut dengan pencapaian teknis yang dihasilkan. Tetapi secara konteks dan teks, kawan-kawan masih belum berani ini memberikan satu bentuk yang baru. Kawan-kawan masih terjebak pada penceritaan dengan penggunaan struktur tiga babak, pengenalan-konflik-penyelesaian. Sehingganya kajian konteks dan teks menjadi terabaikan. Satu hal yang terlupakan, film bahan mentahnya adalah visual dan audio bukan materi bercerita.

Apa harapan Anda dan kawan-kawan Cinemama dengan kehadiran Bioskop Sumotra ini?

Harapannya, Bioskop Samotra direspon baik oleh masyrakat Kota Padang. Untuk kaum terpelajar Kota Padang, untuk mengawal kami dengan respon tulisan dari setiap film yang kami distribusikan. Sehingga pengetahuan tersebut dapat terdistribusikan dengan baik dan tidak berjalan searah.

Cinemama sebagai penggerak Bioskop Samotra ini bergerak di bidang apa, maksudnya, apakah pembuatan film saja atau ada kajian lain dan sudah berapa lama berdiri?

Selain dari distribusi, kosentrasi kerja kami bergerak pada penelitian, kajian, arsip dan produksi. Yang baru berjalan sekarang adalah arsip, produksi dan distribusi. Untuk penelitian dan kajian kita sedang merancang programnya. Kami belum tahu kapan program ini bisa diluncurkan. Cinemama sendiri sudah berdiri selama 2,5 tahun. Sempat terhenti selama 1,5 tahun. Sekarang baru jalan lagi dan kami baru mempunyai anggota lima orang (Findo Bramata, Afdal Zikri, Zikwan, Muhaimin dan saya). Sekretariatnya, masih menumpang tempat di rumah saya, yaitu di Komp.Mawar Putih Blok L.No.5 Kuranji Padang. Karena kita belum ada duit untuk kontrak sekretariat.

Ada agenda lain Cinemama dalam waktu dekat ke depan selain Bioskop Sumotra?

Sekarang kita rencananya ada pemutaran film dan diskusi untuk film film kunci di dunia, dalam rancangannya kita akan lakukan pada November ini sekalian promosi Journey Of Java Minor.

Pewawancara: Esha Tegar Putra

Tentang David Darmadi

David Darmadi lahir 7 Desember 1987 di Padang. Tercatat sebagai mahasiswa S1 Program Studi Televisi dan Film di Institut Seni Indonesia-Padang Panjang  sejak tahun 2007. Pada tahun 2008 ikut mendirikan Komunitas Sarueh (sebuah komunitas yang bergerak dalam studi film, video, media, dan pemberdayaan masyarakat).

Aktif mulai menulis dalam jurnal http://www.akumassa.org pada Februari 2009. Pada tahun 2010, diundang dalam projek Digital Natives Proyek di Arhus, Denmark sebagai salah satu wakil dari Indonesia.

Pada awal 2011 terpilih sebagai perwakilan akumassa untuk pameran video,foto, teks di Toronto Free Gallery dalam perayaan Images Festival 24th Toronto, Kanada.

Pada Mei 2011, bersama dengan Komunitas Sarueh, membuat sebuah media pengarsipan tentang Padang Panjang berbasis video bernama REKAMKITA.

Pada bulan Oktober 2011, terpilih sebagai seniman undangan di OK.Video FLESH 5th Jakarta International Video Festival.

Di pertengahan Februari 2012, terpilih untuk ikut dalam kegiatan Camp Sambal 2 (distribusi video komunitas Asia Tenggara) yang diselenggarakan di Port Dickson, Negeri Sembilan, Malaysia oleh Engage Media, Australia.

Pada 4-17 April 2012, karya videonya berjudul Crane_  diputar di Galerie Umakart di Brno Lidicka 40, Czech Republic dalam pameran REKAMKITA. Pada Mei 2013 mendapat penghargaan Young Changemakers oleh Ashoka Indonesia.



BACA JUGA