
Diskusi buku "Restropeksi: Gelanggang Tari Sumatera-Padang Bagalanggang-KABA Festival". Dari kiri Hendra Makmur, Indra Utama dan Nasrul Azwar, Senin 23 Juni 2025. >foto padanginfo
Padang, sumbarsatu.com—Rangkaian panjang semenjak Januari, KABA Festival X 2025 ditutup manis dengan peluncuran dan bedah dua buku catatan proses kreatif dan rekam jejak Ery Mefri bersaman Nan Jombang dalam dunia seni pertunjukan di Sumatera Barat dan dunia internasional di Ladang Nan Jombang, Senin (23/6/2025).
Dua buku tersebut: Salam Tubuh pada Bumi: Perjalanan 40 Tahun Karya Ery Mefri yang ditulis Hendra Makmur, dan Retrospeksi: Gelanggang Tari Sumatera-Padang Bagalanggang-KABA Festival (1988-2025) dieditori Nasrul Azwar dan Hermawan.
Kedua buku ini dinilai menjadi catatan penting empat dekade dedikasi Ery Mefri dalam dunia seni pertunjukan dan inovasi-kreatif pada cipta koreografinya yang berbasis tradisi Minangkabau, dan tunggang-tunggik membangun dan membuat kesempatan menghadirkan ruang-ruang panggung bagi seniman sehingg tercipta ekosistem kebudayaan sejak rentang 1988 hingga 2025: semenjak Gelanggang Tari Sumatera-Padang Bagalanggang-KABA Festival.
Buku Salam Tubuh pada Bumi: Perjalanan 40 Tahun Karya Ery Mefri yang diterbitkan pada 2023, dibahas mendalam oleh Abdullah Khusairi (UIN Imam Bonjol Padang) dan Venny Rosalina (UNP) yang dimoderatori Syuhendri. Sedangkan buku Retrospeksi: Gelanggang Tari Sumatera-Padang Bagalanggang-KABA Festival (1988-2025) yang terbit Juni 2025 oleh Indra Utama (peneliti seni dan Direktur INS Kayutanam) dan narasumber penyelaras Nasrul Azwar dengan moderator Hendra Makmur.
Pemilihan tanggal 23 Juni sebagai rangkaian penutup KABA Festival X 2025—menurut Angga Mefri, Direktur Festival Nan Jombang Dance Company—sudah direncanakan jauh-jauh hari karena sekaligus merayakan ulang tahun pendiri Nan Jombang, Ery Mefri yang ke-67 tahun.
Dalam presentasinya, Abdullah Khusairi, menyebutkan narasi perjalanan kreatif Ery Mefri selama 40 tahun berkarya konsisten dengan basis lokalismenya. "Meski karya-karya koreografi Ery Mefri berwarna kontemporer, namun akar tradisi budaya Minangkabau tetap menjadi latar kuat. Hal ini tampak dari pemilihan idiom-idiom Minangkabau dalam penamaan karya hingga bentuk gerak yang komunikatif dan estetik," kata Abdullah Khusairi, pengajar dakwah dan ilmu komunikasi ini.
Ia menambahkan, selama empat dekade berkarya dan tampil di lebih dari 30 negara, Ery Mefri telah menjadi duta budaya Indonesia di pentas dunia. "Seni pertunjukan, khususnya tari, merupakan medium komunikasi universal. Sayangnya, pendekatan ini belum maksimal dimanfaatkan negara seperti yang dilakukan Jepang atau India," ujarnya.
Sementara itu, Venny Rosalina menyampaikan bahwa buku Salam Tubuh pada Bumi tidak sekadar biografi seorang maestro, tetapi juga menampilkan perjalanan spiritual, budaya, dan sosial Ery Mefri. “Ia adalah sosok yang membangun panggungnya sendiri ketika panggung tak tersedia. Itulah filosofi hidup dan etika dalam berkesenian,” ungkap Venny, yang juga dikenal sebagai koreografer.
Venny Rosalina menyoroti bahwa dalam seni kontemporer, penerimaan publik sering kali tidak seluas seni tradisi. Namun Ery Mefri justru menemukan ruang berkaryanya di luar, menegaskan daya saing dan relevansi global karyanya.
Alumni tari ISI Padang Panjang ini dalam pemaparannya menyarankan untuk buku selanjutnya memasukkan pola, cara, dan metode proses kreatif maestro Ery Mefri. Karena ini terkait erat dengan rujukan dan referensi di dunia akademik.
“Saya harap buku selanjutnya, Ery Mefri melahirkan metodenya berproses cipta tari. Karena ini sangat penting bagi dunia tari dan riset serta keberlanjutan proses kreatif Ery Mefri. Metode ini sebagai legacy. Apakah kelak diberi nama Metode Ery Mefri atau Metode Nan Jombang, tapi yang jelas menurut saya ini penting,” urai Venny Rosalina yang juga seorang perempuan koreografer.
Pada sesi diskusi dan bedah buku Retrospeksi: Gelanggang Tari Sumatera-Padang Bagalanggang-KABA Festival (1988-2025), Indra Utama mengatakan, secara akademis, pekerjaan membedah buku sama halnya dengan membuat review sebuah bacaan dengan mengkaji, membahas, dan mendalami isi buku secara komprehensif dan kritis.
“Bagi pandangan saya, buku ini sudah tidak perlu dibedah lagi. Kita hanya perlu membacanya dan memahami isi kandungannya untuk seterusnya mengambil hikmah serta mengutip semangat untuk terus berproses sepertimana yang menjadi hashtag Nan Jombang yaitu #terusberproses sehingga festival bergengsi yang sudah diasaskan berdirinya oleh Ery Mefri dengan Nan Jombang-nya tetap bergema di Kota Padang,” jelas Indra Utama, yang juga seorang akademisi dan peneliti seni.
Untuk itulah, kata koreografer yang ikut tampil dalam Gelanggang Tari Sumatera yang pertama digelar tahun 1988, mungkin buku ini diberi judul “Retrospeksi” yang berisikan peristiwa demi peristiwa festival tari di Sumatera Barat yang diasaskan oleh Ery Mefri dan Nan Jombang sehingga akhirnya wujud menjadi KABA Festival.
“Jujur saja, setelah membaca buku yang ditulis oleh berbagai kalangan yang secara langsung terlibat di dalam peristiwa festival yang dimulai dari Gelanggang Tari Sumatra, terus menjadi Padang Bagalanggang, dan kini dikenal dengan nama KABA Festival itu, saya sungguh merasa kesulitan untuk membedah isi kandungannya,” terang koreografer ini.
Sementara, Nasrul Azwar mencatat tiga pilar utama dalam perjalanan Nan Jombang Dance Company: Gelanggang Tari Sumatera, Padang Bagalanggang, dan KABA Festival. Ketiganya merupakan ruang-ruang kreatif yang tidak hanya membesarkan nama Nan Jombang, tapi juga menjadi bagian dari ekosistem seni pertunjukan di Sumatera Barat dan membawa nama-nama seniman lainnya di Indonesia, dan tentu Sumatera Barat.
Dalam diskusi sehari ini, dalam sambutannya, Ery Mefri menguraikan kenangan dan ingatanya tentang perjalanan panjang yang ia tempuh sejak mendirikan Nan Jombang 1 November 1983, pelaksanaan Galanggang Tari Sumatera, hingga KABA Festival dalam rentang 37 tahuh, yang tidak selalu mulus dan ringang.
“Kalau ditarik ke belakang, lebih banyak sedih daripada senangnya. Air mata yang jatuh pun kering sendiri,” ungkapnya lirih, namun mantap.
Namun, ujarnya, demi marwah seni dan proses kreatif yang berakar dari nilai-nilai lokal, Nan Jombang terus bertahan. “Kami memang tidak menunggu panggung megah. Justru kami ciptakan ruang itu sendiri.”
Ery Mefri juga menerima gagasan dan pemikiran yang muncul di saat diskusi terkait dengan keberlajutan Nan Jombang, misalnya agar metode kerja Ery dalam proses kreatif diperjelas dan dibukukan, agar bisa menjadi referensi akademik.
Selain itu, muncul wacana perlunya pemeliharaan arsip dan dokumen peristiwa budaya dan seni, serta pencatatan terhadap proses penciptaan karya seni, baik itu di level personal seniman, grup, maupun lembaga pemerintah seperti Dinas Kebudayaan, Taman Budaya, dan institusi perguruan tinggi.
Di sela rangkaian diskusi, dirayakan ulang tahun ke-67 Ery Mefri Bersama keluarga besar Nan Jombang juga komunitas-komunitas seni, para peserta yang hadir, secara sederhana namun penuh kekeluargaan, penuh kehangatan dan keakraban. Dibuka dengan menyanyikan “Selamat Ulang Ulang” oleh Kelompok Pemuisk Jalanan (KPJ) Sakato Padang, lalu diikuti bersama0sama sehingga perayaan meriah. Ucapan selamat datang dari berbagai kalangan, termasuk anak-anak, cucu-cucu, serta para istri Ery Mefri.
KABA Festival X mendapat dukungan dari Kementerian Kebudayaan melalui Dana Indonesia–LPDP Kementarian Kebudayaan dalam program strategis kebudayaan pada Seni sore resmi ditutup Nurmatia, Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah III Sumatera Barat, Nurmatias.
Terlihat aktivis dan presidium Forum Perjuangan Seniman Sumatera Barat (Syarifuddin Arifin, Andrea C Tamsin, Fauzul el Nurca, Trikora Irianto, Rizal Tanjung, Filhamzah, Dadang Leona), Asraferi Sabri (mantan wartawan Singgalang era 1980-an), Yeyen Kiram (panyair), Fabio Yuda (Payung Sumatera), Zurmailis (dosen FIB Unand), Hermawan (editor buku), Alizar Tanjung (penyair), Muslim Noer (aktor), Aprimas (perupa), Jefenil (aktivis budaya), Viveri Yudi (budayawan), kalangan wartawan ada Ganda Cipta, Pebri Anita Dari, Novi Sastra, Kiki Nofrijum, dan Indra Sakti Nauli, serta dari Komunitas Dangau Seni, Zukifli, Plt Kepala Taman Budaya Sumatera Barat, dan lain sebagainya. ssc/mn