Inilah Sebabnya PLTU Teluk Sirih Padang Makan Korban

KASUS DUGAAN KORUPSI PLTU TELUK SIRIH PADANG

Rabu, 05/11/2014 23:04 WIB
Aksi unjuk rasa di depan pintu masuk PLTU Teluk Sirih Padang (foto antara)

Aksi unjuk rasa di depan pintu masuk PLTU Teluk Sirih Padang (foto antara)

Padang, sumbarsatu.com—Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Teluk Sirih, Kota Padang, Sumatera Barat, mengantarkan Firdaus K, mantan Sekretaris Daerah Kota Padang dan  Syafruddin, mantan Camat Bungus Teluk Kabung dan Ejisrin, mantan Lurah Teluk Kabung Tengah, ke Lapas Muaro Padang. Pada Rabu (5/11/2014) ketiganya ditahan Kejaksaan Negeri (Kejari) Padang karena disangkakan terlibat Kasus  dugaan korupsi pengadaan lahan dan jalan. (Baca: Mantan Sekda Padang, Camat, dan Lurah Ditahan)

Sebelum ketiga tersanPenahanan dilakukan setelah ketiga tersangka menjalani proses pemeriksaan selama 8 jam, sejak pukul 10.00-hingga pukul 18.00 WIB pada Rabu (5/11/2014).

Ketiganya ditahan karena tersangkut kasus dugaan korupsi pengadaan lahan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Teluk Sirih, Kota Padang, Sumatera Barat. (Baca: Jika Jaksa Serius, Seharusnya Atasan Tiga Tersangka Juga Diperiksa)

Penetapan tersangka Firdaus K setelah adanya surat perintah penyidikan (sprindik) No Print-634/N.3/Fd.1/12/2011. Sementara, Syafruddin dan Ejisrin berdasar sprindik nomor Print-635/N.3/Fd.1/12/2011.

Sebelum, Basri Dt Rajo Nan Sati, waktu itu menjabat sebagai Ketua KAN Bungus Teluk Kabung Padang, juga ditetapkan sebagai tersangka, namun dibebaskan karena masa tahanannya habis.

Kasus ini bermula dari adanya percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik berkapasitas 10 ribu MW. Selanjutnya untuk penentuan lokasi, dilakukanlah PT PLN (Persero) Jasa Engineering pada 21-23 Januari 2007. Ada dua alternatif  lokasi yang akan dibangun di luar Pulau Jawa dengan kapasitas 2x100 MW, salah satunya di Teluk Sirih, Kelurahan Sungai Pisang, Kecamatan Bungus Teluk Kabung, Padang, Sumatera Barat.

Untuk pembebasan lahan proyek PLTU ini, Pemerintah Kota Padang membentuk panitia pengadaan lahan yang diketui Firdaus K, yang saat itu juga menjabat sebagai Sekda Padang.

Setelah melakukan pengukuran tanah seluas sekitar 40 hektare, ternyata ada sebagian lahan yang masuk kawasan hutan lindung, tetapi tak digubris panitia, sehingga akhirnya pihak PT PLTU mencairkan dana sebesar Rp2,9 miliar untuk biaya pembebasan lahan.

Sementara itu, berdasarkan analisis Dinas Pertanian, Peternakan dan Kehutanan Padang bersama BPN Padang, sebagian tanah itu dinyatakan masuk kawasan hutan lindung. Kemudian, Pemko Padang menyurati Dinas Kehutanan Sumbar meminta penegasan dan dinyatakan bahwa seluruh tanah itu seluas 40 hektare merupakan hutan lindung. Disarankan agar PLN menempuh proses pinjam pakai penggunaan kawasan hutan ke Menteri Kehutanan.

Selanjutnya, panitia ini menggelar rapat pada 25 Oktober 2007, dan pada prinsipnya menyetujui tanah yang disepakati untuk pembangunan PLTU Teluk Sirih seluas 34,5 ha. Dari jumlah itu, disepakati 20,5 ha diperuntukan jadi tanah ulayat nagari Teluk Kabung. Kemudian 27 Oktober 2007, mengadakan rapat lagi untuk menentukan pembagian tanah 20,5 ha. Tanah itu dibagi menjadi 3 persil untuk enam orang yang mewakili tokoh masyarakat, di antaranya untuk Basri Dt Rajo Nan Sati dan Asrul seluas 70 ribu meter persegi, Idris dan Syahbirin seluas 69.373 meter persegi serta Nuzirmen dan Sarma Yusuf seluas 65 ribu meter persegi.

Sementara itu, tanah seluas 20,5 ha tersebut diberikan ganti rugi berupa silih jariah sebesar Rp15 ribu per meter persegi. Kemudian pada 11 Desember 2007, Gubernur Sumbar mengajukan permohonan pada Menteri Kehutanan untuk dapat menerbitkan berita acara penghapusan kawasan hutan agar pembangunan PLTU yang bersifat strategis dapat terlaksana.

Namun, 28 Januari 2008, Walikota Padang meminta sembari menunggu proses status kawasan dari Menhut, agar manajemen PLN segera membayarkan ganti rugi atau santunan siliah jariah ke masyarakat.

PT PLN menyurati Kejaksaan untuk memberikan pendapat hukum. Pihak Kejaksaan memberi saran, agar panitia pengadaan tanah melakukan revisi atas ketetapan hasil inventarisasi kepemilikan hak atas tanah tersebut dan beberapa saran lainnya.

Kemudian, 27 Maret 2008, Menhut memberikan persetujuan penetapan kembali kawasan hutan lindung melalui mekanisme penghapusan dan penerbitan berita acara tata batas.

Pada 28 Mei 2008, PLN mengajukan permohonan izin pinjam pakai kawasan hutan ke Menhut. Walau permohonan izin masih dalam proses, Kabag Pertanahan Setdako Padang selaku sekretaris panitia pengadaan, Fatyudidin mengajukan daftar nominatife penggarap tanah negara. Sebagai pendukung dibuatkanlah surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah yang ditandatangai masing-masing pihak per persil, 6 Juni 2008 seolah-olah tanah tersebut merupakan tanah adat atau tanah ulayat.

Pada 28 Juni 2008, didadakan rapat oleh Basri Dt Rajo Nan Sati dan menetapkan rincian penggunaan uang Rp2,9 miliar. Waktu itu dana tersebut telah berada di rekening BNI Cabang Imam Bonjol. Dari dana tersebut telah dibagikan-bagikan kepada masyarakat sebanyak Rp1,6 miliar. Sisanya masih tersimpan di BNI.

Perbuatan terdakwa melanggar Pasal 15 Ayat (2) Perpres No 65 Tahun 2006 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembanguanan untuk kepentingan umum jo Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (SSC/NA/berbagai sumber)



BACA JUGA