AMSI Sampaikan Masukan ke Komite Percepatan Reformasi Polri

Kamis, 27/11/2025 22:11 WIB
amsi

amsi

Jakarta, sumbarsatu.com — Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) menghadiri audiensi dengan Komite Percepatan Reformasi Polri di Gedung Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu (26/11/2025). Pertemuan ini menjadi ruang dialog antara insan pers dan Komite untuk mendorong reformasi kepolisian yang lebih adaptif terhadap tantangan era digital dan demokrasi.

Hadir dari AMSI antara lain Ketua Umum Wahyu Dhyatmika, Ketua Badan Pengawas dan Pertimbangan Wenseslaus Manggut, serta jajaran pengurus nasional, termasuk Darojatun (Pemred Merdeka.com), Andi Muhyiddin (Pemred Republika), Fathan Qorib (Pemred Hukumonline), dan Elin Kristanti (Direktur Eksekutif AMSI).

Dari pihak Komite Percepatan Reformasi Polri, hadir Badrodin Haiti, Idham Aziz, dan Ahmad Dofiri. Badrodin menegaskan pentingnya masukan dari media dalam proses reformasi Polri. “Masukan ini sangat berarti karena teman-teman pers memiliki kedekatan langsung dengan kerja kepolisian. Silakan sampaikan pandangan hingga solusi,” ujarnya.

Keamanan Siber Media sebagai Isu Demokrasi

Dalam audiensi tersebut, AMSI menyoroti hasil riset terkait serangan siber jenis Distributed Denial of Service (DDoS) terhadap media daring, yang mengakibatkan gangguan akses dan pembengkakan biaya server.

Wahyu Dhyatmika menyampaikan, dari tujuh media yang menjadi responden, empat di antaranya diserang saat memberitakan isu-isu terkait kepolisian.
“Reformasi Polri di era digital harus menempatkan keamanan siber media sebagai bagian dari keamanan nasional, karena serangan siber terhadap media pada hakikatnya adalah serangan terhadap demokrasi,” kata Wahyu.

Keselamatan Jurnalis di Lapangan dan Ruang Digital

AMSI juga menekankan pentingnya perlindungan menyeluruh terhadap jurnalis. Berdasarkan riset kolaboratif AMSI, Populix, dan Yayasan TIFA bertajuk Keselamatan Jurnalis di Era Digital (2024), ancaman terhadap jurnalis hadir dalam dua bentuk yang sama seriusnya: kekerasan fisik dan serangan digital yang sistematis.

AMSI menilai reformasi Polri harus memastikan jurnalis dapat bekerja tanpa ancaman, sekaligus menjamin hak publik atas informasi.

Wenseslaus Manggut menambahkan, masih banyak aparat di daerah yang belum memahami mekanisme penyelesaian sengketa pers melalui Dewan Pers. “Dialog seperti ini perlu dihidupkan lagi. Jika ada jurnalis terancam, kami kerap memindahkan sementara ke Jakarta karena aparat di sini lebih memahami mekanisme pers,” ujarnya.

Tegas Menolak Pelabelan Hoaks atas Media Arus Utama

AMSI juga menyoroti praktik pelabelan hoaks oleh aparat terhadap konten media arus utama. AMSI menegaskan, penetapan hoaks atas produk jurnalistik bukan kewenangan aparat. Setiap sengketa pemberitaan harus mengikuti mekanisme Undang-Undang Pers melalui hak jawab, hak koreksi, atau Dewan Pers.

Pelabelan hoaks kerap diikuti intimidasi, permintaan penghapusan berita, hingga ancaman proses hukum, padahal karya jurnalistik dilindungi UU Pers. Praktik tersebut berpotensi melegitimasi tekanan terhadap liputan yang kritis dan membuka ruang kriminalisasi jurnalis.

Di hadapan Komite, AMSI juga mengapresiasi sikap Polri yang selama ini kerap merujuk pada UU Pers dalam menangani perkara yang melibatkan media. AMSI mendorong agar komitmen itu menjadi standar institusional yang konsisten hingga ke tingkat daerah.

AMSI berharap Polri semakin proaktif melindungi kebebasan pers, memastikan jurnalis bekerja tanpa intimidasi, serta menjamin hak publik atas informasi yang akurat, independen, dan dapat dipercaya. ssc/rel 



BACA JUGA