Berkaca pada Sejarah Syekh Burhanuddin, Tokoh Piaman Firdaus Respons Sengketa Empat Pulau di Aceh

Selasa, 17/06/2025 11:57 WIB
Firdaus

Firdaus

Pariaman, sumbarsatu.com—Terkait polemik dan sengketa pengalihan kepemilikan Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Ketet dan Mangkir Gadang di Singkil, Aceh, tokoh Piaman, Firdaus, angkat bicara. Ketua Persatuan Keluarga Daerah Piaman (PKDP) DPW Sumatera Barat itu menegaskan dukungan penuh kepada Pemerintah Provinsi Aceh untuk mempertahankan keempat pulau tersebut.

“Bukan bermaksud mencampuri urusan, tetapi kita tidak bisa memungkiri sejarah. Orang Piaman semua tahu bahwa Singkil itu adalah saudara Piaman. Ke sanalah dulu Syekh Burhanuddin menuntut ilmu. Jika Singkil terusik, jangan salahkan jika Piaman juga merasa terusik,” kata Firdaus kepada sumbarsatu, Selasa (17/6/2025),

Firdaus menjelaskan bahwa guru utama Syekh Burhanuddin—yang pada masa muda dikenal sebagai Si Pono—adalah Syekh Abdul Rauf al-Singkili.

“Merujuk pada nama tersebut, jelas bahwa guru Syekh Burhanuddin adalah ulama asal Singkil. Dalam sejarahnya, Syekh Burhanuddin berguru selama 30 tahun,” kata anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat itu.

Waktu sepanjang itu, menurutnya, menjadi bukti kuat atas baiknya sambutan serta pelayanan para ulama dan masyarakat Singkil terhadap sang penyebar Islam di Piaman.

“Kami memiliki seni indang dan rapai—itu semua juga dipengaruhi budaya Aceh. Kami punya pelabuhan pertama di Tiku, yang dulunya berada di bawah naungan Kerajaan Aceh. Jadi, Piaman dan Aceh, terutama Singkil, adalah saudara kandung,” ungkapnya.

Sejumlah penggiat media sosial asal Piaman, baik yang di kampung halaman maupun di perantauan, menurut Firdaus, telah menyuarakan dukungan mereka melalui unggahan dan komentar di berbagai platform digital.

“Itu bukti bahwa hingga kini, ikatan emosional antara Aceh dan Piaman tidak bisa dipisahkan,” katanya. “Nama keempat pulau itu saja ada yang menggunakan bahasa Minang. Bahkan, nama ‘Pulau Panjang’ juga ada di Sumbar. Ini memperkuat jejak sejarah tentang kedekatan hubungan kedua wilayah,” tambahnya.

Firdaus juga mengapresiasi sejumlah tokoh dan penggiat media sosial dari Sumatera Utara yang tetap mendukung Aceh dalam polemik ini.

“Masyarakat Sumut sangat cerdas menyikapi persoalan ini. Saudara kita di Sumut juga tidak ingin hal ini menjadi bibit konflik horizontal. Kami berharap pemerintah pusat dapat kembali mengkaji aspek historis demi hubungan baik antarwilayah di masa depan,” katanya.

Firdaus menambahkan bahwa masyarakat Piaman merupakan komunitas yang hingga kini masih memegang tradisi merantau. Aceh dan Sumatera Utara adalah dua wilayah tujuan perantauan favorit.

“Kami, orang Piaman, diperlakukan dengan sangat baik di kedua daerah ini. Para perantau kami telah berkolaborasi selama puluhan tahun dengan masyarakat setempat, sesuai falsafah di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Maka, ketenteraman di kedua daerah ini, langsung atau tidak langsung, sangat berkaitan dengan kenyamanan perantau kami,” ujarnya.

Firdaus mendesak Pemerintah Provinsi Sumatera Barat agar menyatakan sikap tegas berupa dukungan terhadap Aceh serta turut menjaga dan memulihkan hubungan baik antara kedua daerah.

Diberitakan sebelumnya, sengketa Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Gadang, dan Mangkir Ketek yang melibatkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh dan Sumatera Utara kian memanas. Persoalan semakin keruh setelah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memutuskan keempat pulau yang secara administrasi masuk wilayah Kabupaten Singkil, Aceh, menjadi milik Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

Ketetapan yang tercantum dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138/2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan, dan Pulau itu diharapkan dapat menyelesaikan perebutan atas kepemilikan pulau-pulau yang berada di pesisir barat Pulau Sumatra. Namun, keputusan yang dirilis pada Jumat, 25 April 2025 tersebut justru dianggap bermuatan politik dan bisnis. ssc/rel



BACA JUGA