
edy
Kasai, sumbarsatu.com—Komunitas Seni Nan Tumpah (KSNT) menggelar Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) Pekan Nan Tumpah 2025 seri keempat yang diadakan di Ruangtemu Nan Tumpah, Korong Kasai, Nagari Kasang, Kecamatan Batang Anai, Padang Pariaman, Sumatera Barat, Rabu, 7 Mei 2025.
DKT Pekan Nan Tumpah merupakan subprogram Pekan Nan Tumpah 2025 yang akan diselenggarakan sebanyak tujuh seri menjelang pelaksanaan Pekan Nan Tumpah 2025, yang masuk dalam program strategis Kementerian Kebudayaan yang didukung Dana Indonesiana-LPDP.
“DKT seri keempat ini menghadirkan Edy Utama sebagai narasumber. Sesi diskusi kali ini dibagi ke dalam empat bagian, yaitu: pemaparan dari narasumber terkait pengalaman dan pembacaan sesuai dengan tajuk kegiatan; sesi tanya jawab untuk menggali lebih dalam topik yang dibicarakan; pembagian peserta ke dalam kelompok kecil untuk membahas topik spesifik dan menghasilkan rekomendasi yang lebih rinci; dan, terakhir, presentasi hasil diskusi dari tiap kelompok kecil,” kata Fajry Chaniago, Manajer program KSNT.
DKT seri keempat ini mengangkat tajuk “Sebelum Dunia Punya Istilah, Kami Sudah Melakukannya di Halaman Rumah” dan dimoderatori oleh Donny Eros. Kegiatan ini dihadiri oleh 20 peserta aktif yang terdiri dari pengelola dan mantan pengelola Pekan Nan Tumpah, seniman yang pernah berpartisipasi dalam Pekan Nan Tumpah, perwakilan komunitas seni, akademisi dan pengamat seni yang tertarik dalam pengelolaan festival, serta penulis seni budaya.
Diskusi ini bertujuan menyibak dan menyusuri nilai serta jejak yang tersembunyi—bukan karena jauh, tetapi karena terlalu dekat dengan pandangan sehari-hari. Diskusi membicarakan kerja artistik yang telah intermedia sebelum istilah itu sendiri didefinisikan; tentang keberagaman bentuk ekspresi yang tidak terkunci oleh genre, disiplin, atau kapital estetika; serta tentang bagaimana halaman rumah bisa lebih visioner dibanding ruang pamer kontemporer.
Seri keempat DKT menjelang Pekan Nan Tumpah 2025 tidak ingin menempatkan seni tradisi sebagai objek eksotis yang harus dimuseumkan ulang dengan narasi baru. Sebaliknya, kegiatan ini justru mengajak kita menyadari bahwa yang kita sebut sebagai masa depan seni, dalam banyak kasus, adalah masa lalu yang tak sempat kita rekam.
Dalam paparannya, Edy Utama menyampaikan bahwa ia mencoba membaca ulang Minangkabau, dari yang tersurat hingga yang tersirat.
Menurutnya, masyarakat Minangkabau hari ini mengalami isolasi kebudayaan yang justru mendorong mereka untuk menciptakan sesuatu yang otentik dan kontekstual dengan realitas saat ini. Padahal, jika ditilik kembali, kesenian tradisi seperti randai bahkan telah diakui sebagai seni pertunjukan yang menarik untuk ditonton dan diteliti lebih jauh oleh negara luar.
Contoh lain dapat dilihat dalam seni pertunjukan tari Jarum Dalam Jerami karya Hartati, yang menggunakan gerak silat Minangkabau sebagai basis penciptaannya. Dalam seni rupa, terdapat karya Handiwirman berjudul Indak Baurek Indak Bapucuak yang sumber penciptaannya berasal dari falsafah Minangkabau. Banyak karya seni yang lahir dan bersumber dari tradisi Minangkabau telah berhasil menarik perhatian masyarakat luas.
“Keberhasilan ini menjadi pantikan bagi narasumber untuk mendorong peserta merancang bentuk kesenian baru yang bersumber dari tradisi Minangkabau,” kata Edy Utama.
Di akhir sesi, peserta dibagi menjadi empat kelompok dan diminta membuat rancangan karya baru berbasis tradisi Minangkabau. Hasil rancangan kemudian dipresentasikan oleh masing-masing kelompok, dan dilanjutkan dengan saling menanggapi.
Sebelumnya, DKT seri pertama, kedua, dan ketiga juga telah dilaksanakan. DKT seri pertama dan kedua diselenggarakan pada tanggal 20 dan 21 Maret 2025 di Fabriek Padang, sementara DKT seri ketiga dilaksanakan pada 3 Mei 2025 di Ruangtemu Nan Tumpah.
Pada DKT seri pertama, diskusi dimoderatori oleh Syahrul Rahmat dengan narasumber Adi Wicaksono dan Nasrul Azwar, mengangkat tajuk “Pekan Nan Tumpah 2035: Masih Ada Ataukah Sudah Jadi Mitos?”. Dihadiri oleh 20 peserta aktif dari berbagai latar belakang, diskusi ini membahas keberlangsungan festival seni Pekan Nan Tumpah dalam satu dekade ke depan.
Para peserta menyoroti tantangan keberlanjutan, khususnya dalam hal tata kelola penonton. Salah satu masalah utama adalah ketiadaan basis data penonton, yang menyebabkan Pekan Nan Tumpah harus terus-menerus mencari penonton baru tanpa membangun hubungan jangka panjang.
Nasrul Azwar menyarankan agar dibentuk departemen khusus untuk membina hubungan dengan penonton, menciptakan keterikatan, serta membangun sistem promosi yang lebih sistematis. Selain itu, narasumber juga menekankan pentingnya menjadikan Pekan Nan Tumpah sebagai platform bersama yang tidak bergantung pada individu tertentu agar keberlanjutan festival tetap terjaga dan rasa kepemilikan masyarakat semakin kuat.
DKT seri kedua dilaksanakan pada 21 April 2025 dengan tajuk “Dramaturgi Oplosan dan Post Past Post Passpor Post Passfoto di Pos P8l!$1#%&^)(+#^%”. Diskusi ini dimoderatori oleh Rijal Tanmenan dengan narasumber Dr. Hoirul Hafifie, M.Sn, dan dihadiri oleh 20 seniman dari berbagai bidang seni. Tujuan diskusi ini adalah untuk memahami makna dramaturgi baru dan perspektif dramaturg dalam kerja kolaboratif antardisiplin yang telah berlangsung, khususnya dalam Pekan Nan Tumpah.
Pertanyaan utama dalam diskusi ini adalah: apakah yang telah dilakukan Pekan Nan Tumpah selama ini benar-benar merupakan kolaborasi lintas disiplin yang seimbang? Diskusi juga mencakup praktik kerja lintas disiplin dengan menggabungkan individu dari latar berbeda dalam satu kelompok untuk berdiskusi secara performatif.
Banyak pertentangan muncul terkait cara menentukan keseimbangan, terutama dalam kerja lintas komunitas. Meskipun festival lain telah melakukan kerja serupa, pemahaman tentang dramaturgi baru masih sering mentah dan kaku.
DKT seri ketiga bertajuk “Pameran, Pergelaran, Festival: Kurasi sebagai Seni Menyulam Kekacauan”, dimoderatori oleh Y Fujji El Ikhsan dan dihadiri oleh 20 peserta aktif dari berbagai latar profesi, termasuk kurator, seniman, akademisi, dan direktur artistik.
Dalam sesi ini, narasumber Agung Hujatnika menekankan bahwa kurasi telah menjadi bagian dari kebudayaan kita, baik di mal, restoran, museum, sastra, dan lainnya. Kurasi harus dipahami sebagai kerja konseptual, kontekstual, dan komunikatif—merumuskan gagasan, memperhatikan kondisi sosial-budaya, serta menjembatani seniman, karya, ruang, dan khalayak.
Peserta juga dibagi ke dalam kelompok berdasarkan latar profesi yang berbeda untuk merancang kerja festival berdasarkan tema yang ditentukan narasumber.
Selain keempat seri DKT tersebut, KSNT juga telah melaksanakan Taklimat Peluncuran Pekan Nan Tumpah pada 23 Maret 2025 dengan mengundang pewarta dari berbagai media massa. Taklimat ini bertujuan menyampaikan informasi terbaru tentang penyelenggaraan Pekan Nan Tumpah 2025. ssc/rel