50 Juta Orang Terjebak Perbudakan Modern, Komisi PBB Soroti Peran Teknologi dan Jaringan Kriminal

Kamis, 10/04/2025 06:21 WIB

 

New Yotk, sumbarsatu.com--Sekitar 50 juta orang di dunia saat ini terjebak dalam perbudakan modern, termasuk kerja paksa dan pernikahan paksa. Angka ini diungkap dalam laporan terbaru Komisi Global tentang Perbudakan Modern dan Perdagangan Manusia yang diluncurkan di markas besar PBB, New York.

Dari jumlah tersebut, 28 juta korban mengalami kerja paksa dan 22 juta lainnya terikat dalam pernikahan paksa. Perempuan dan anak perempuan menyumbang 54 persen dari total korban. Sekitar satu dari lima korban adalah anak-anak.

Laporan menyoroti peran teknologi yang semakin memudahkan eksploitasi manusia. Iklan lowongan kerja palsu di situs pencari kerja dan media sosial banyak digunakan untuk menjebak calon korban. Pelaku juga memanfaatkan komunikasi terenkripsi dan mata uang kripto untuk menyamarkan identitas dan aliran dana.

“Media sosial kini menjadi pasar untuk merekrut dan mengeksploitasi korban,” tulis laporan tersebut.

Organisasi Buruh Internasional (ILO) mencatat, kerja paksa dan perdagangan manusia menghasilkan keuntungan minimal 236 miliar dolar AS per tahun. Laba ini dinilai sebagai hasil pencurian upah pekerja melalui paksaan.

Komisi juga menyoroti keterlibatan jaringan kejahatan terorganisasi yang berperan sebagai mediator utama dalam pasar kriminal global. Mereka mengatur operasi perbudakan sekaligus penculikan dan pemindahan korban lintas negara.

Laporan mencatat perbedaan pola perdagangan manusia di berbagai wilayah. Di negara-negara Teluk, 43 persen korban berasal dari Asia Selatan dan Timur. Di Amerika, sebagian besar korban diperdagangkan di dalam kawasan. Di Afrika, anak-anak menjadi kelompok paling rentan, terutama di Afrika Sub-Sahara, di mana 42 persen korban adalah anak perempuan.

Eksploitasi seksual menjadi bentuk perdagangan manusia paling umum di Amerika, mencakup lebih dari 50 persen kasus dan mayoritas menimpa perempuan serta anak perempuan.

“Skala penderitaan akibat perbudakan modern ini mengingatkan kita pada genosida abad lalu,” kata anggota komisi Nasreen Sheikh. Ia menyoroti bagaimana konsumerisme global turut mendorong eksploitasi tanpa disadari.

Komisi mendesak negara-negara anggota PBB yang belum memiliki undang-undang antiperdagangan manusia untuk segera mengesahkannya. Negara dengan regulasi lemah diminta memperkuat kerangka hukum yang ada.

Laporan ini merupakan bagian dari kampanye global untuk menghapus perbudakan modern dan perdagangan manusia pada 2030. SSC/MN

Sumber: https://www.occrp.org/



BACA JUGA