Polda Sumbar Ajukan Gugatan Keberatan, LBH Padang Pertanyakan Transparansi Kasus Afif Maulana

Senin, 10/02/2025 16:55 WIB

Padang, sumbarsatu.com–Upaya mendapatkan kejelasan atas kematian Alm. Afif Maulana kembali menemui hambatan. Setelah Komisi Informasi Provinsi Sumatera Barat memerintahkan Kepolisian Daerah (Polda) Sumbar untuk membuka hasil autopsi jenazah, pihak kepolisian justru mengajukan gugatan keberatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Padang.

Langkah ini menimbulkan tanda tanya besar. Apakah ini merupakan hak konstitusional yang digunakan kepolisian atau justru bentuk upaya menutupi kasus? LBH Padang, selaku kuasa hukum keluarga korban, menilai gugatan ini sebagai indikasi ketidaktransparanan dalam penanganan kasus yang sejak awal penuh kejanggalan.

Putusan Komisi Informasi Sumbar Nomor: 22/VIII/KISB-PS-A/2024 menegaskan bahwa hasil autopsi dan berita acara autopsi bukan informasi yang dikecualikan, terutama bagi pihak keluarga korban. Oleh karena itu, polisi diwajibkan untuk memberikan dokumen tersebut dalam waktu 14 hari kerja setelah putusan diterima.

Namun, alih-alih menjalankan perintah tersebut, Polda Sumbar justru menggugat keputusan ini ke PTUN.

Alfi Syukri, advokat publik dari LBH Padang, menegaskan bahwa kepolisian tidak memiliki alasan yang sah untuk menolak memberikan informasi kepada keluarga korban.

"Terlebih, penyelidikan kasus telah dihentikan oleh penyidik," kata Alfi Syukri dalam relis yang diterima sumbarsatu, Senin (10/2/2025).

Maka dengan demikian, LBH Padang menyoroti sejumlah kejanggalan dalam proses gelar perkara kasus Afif Maulana:

23 Desember 2024: Gelar perkara khusus digelar tanpa sepengetahuan keluarga korban dan kuasa hukum.

31 Desember 2024: Keluarga korban dan kuasa hukum diundang, namun diminta meninggalkan ruangan sebelum gelar perkara selesai. Saat mereka keluar, penyelidikan langsung dihentikan.

9 Januari 2025: Komisi Informasi Sumbar mengabulkan permohonan LBH Padang agar hasil autopsi dibuka.

23 Januari 2025: Keluarga korban menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) yang menyatakan penyelidikan telah dihentikan sejak 14 Januari 2025.

5 Februari 2025: LBH Padang melayangkan somasi kepada Kapolda Sumbar atas ketidakpatuhan terhadap putusan Komisi Informasi.

7 Februari 2025: LBH Padang menerima surat gugatan dari Polda Sumbar yang diajukan ke PTUN Padang.

Hasil Autopsi Bukan Produk Kepolisian

Dalam gugatan keberatannya, Polda Sumbar berargumen bahwa hasil autopsi bukan merupakan produk kepolisian, sehingga mereka tidak memiliki kewenangan untuk menyerahkannya.

Kepolisian juga berpegang pada keputusan internal yang menyatakan bahwa informasi tersebut termasuk dalam kategori yang dikecualikan.

Alfi Syukri menilai alasan ini tidak masuk akal. "Jika memang hasil autopsi bukan bagian dari kepolisian, mengapa penyidik menggunakannya dalam proses penyelidikan? Selain itu, klaim bahwa kepolisian tidak pernah menerima berita acara autopsi juga patut dipertanyakan."

Adrizal, Advokat Publik LBH Padang, menyatakan, sejak awal kasus ini minim transparansi.

"Kapolda pernah berjanji dalam konferensi pers pada 23 Juni 2024 bahwa hasil autopsi akan dibuka, tetapi kenyataannya berbeda. Kejanggalan terus terjadi, termasuk dugaan penghapusan rekaman CCTV dan upaya menggiring opini bahwa Afif Maulana merupakan bagian dari kelompok tawuran," tegas Adrizal. 

LBH Padang menegaskan bahwa sejak awal penanganan kasus ini minim transparansi. Pernyataan Kapolda dalam konferensi pers pada 23 Juni 2024 yang menjanjikan keterbukaan hasil autopsi justru berbanding terbalik dengan tindakan mereka saat ini.

Kasus ini juga diwarnai dengan dugaan penghapusan rekaman CCTV yang seharusnya menjadi bukti kunci. Kepolisian bahkan disebut-sebut menggiring opini publik bahwa Afif Maulana adalah bagian dari kelompok tawuran, tanpa bukti yang kuat.

LBH Padang menegaskan bahwa mereka akan terus mengawal kasus ini demi tegaknya keadilan bagi keluarga korban. Mereka juga memastikan bahwa langkah hukum yang ditempuh bukan untuk melawan kepolisian, melainkan untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam penegakan hukum.

Kasus ini masih bergulir di PTUN Padang. Masyarakat kini menantikan apakah hukum akan berpihak pada transparansi atau justru sebaliknya, menjadi alat untuk menutup-nutupi kebenaran. SSC/REL

 



BACA JUGA