Siswa dan pendidik di Sekolah Dasar dan PAUD Sijantang terdampak abu pembakaran PLTU setiapharinya dan terganggu kebisingan PLTU. Foto Mangobay
Padang, sumbarsatu.com– Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak gugatan yang diajukan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang terhadap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Gugatan tersebut meminta KLHK membekukan atau mencabut izin lingkungan PLTU Ombilin di Sawahlunto, Sumatera Barat. Dalam putusan No. 211/G/TF/2024/PTUN.JKT, hakim memutuskan bahwa LBH Padang tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan tersebut.
Keputusan ini menuai kritik tajam karena dianggap mengabaikan fakta adanya pencemaran limbah beracun jenis FABA (fly ash dan bottom ash) dari PLTU Ombilin. Pencemaran ini membuat warga Desa Sijantang Koto harus menghirup udara yang tercemar setiap hari. Kuasa hukum LBH Padang, Adrizal, S.H., menilai hakim tidak mempertimbangkan dampak serius pencemaran terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan.
“Putusan ini semakin membuka celah bagi PLTU Ombilin untuk tidak mematuhi sanksi yang telah diberikan. Sementara itu, masyarakat terus menanggung beban kesehatan akibat pencemaran yang tidak ditindak tegas. KLHK seharusnya membekukan atau mencabut izin PLTU Ombilin sejak pelanggaran ini terdeteksi,” tegas Adrizal dalam konferensi pers di Padang, Selasa (21/1/2025) dalam relis yang diterima sumbarsatu.
LBH Padang juga menyoroti lemahnya pengawasan dari KLHK terhadap pemulihan lingkungan yang seharusnya diselesaikan PLTU Ombilin pada 2019. Namun, PTUN Jakarta berpendapat bahwa LBH Padang bukan organisasi masyarakat yang bergerak khusus di bidang lingkungan, sehingga tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk menggugat.
Keputusan ini memunculkan kekhawatiran akan minimnya perlindungan hukum bagi masyarakat terdampak pencemaran lingkungan. Sementara itu, hingga saat ini, belum ada langkah tegas yang diambil untuk memastikan PLTU Ombilin mematuhi kewajibannya dan menghentikan pencemaran.
Majelis hakim beralasan bahwa LBH Padang tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan gugatan. Namun, kuasa hukum LBH Padang, Adrizal, S.H., menilai pertimbangan tersebut keliru.
"Menurut Pasal 1 angka (15) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 dan Pasal 1 angka 2 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2015, LBH Padang adalah badan hukum perdata yang memiliki kepentingan terhadap keputusan atau tindakan yang disengketakan. Hal ini diperkuat oleh putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Padang tahun 2017 (Putusan No. 2/P/FP/2017/PTUN.PDG) yang mengakui posisi hukum kami dalam kasus serupa," jelas Adrizal.
Adrizal juga menyoroti kekeliruan majelis hakim dalam memahami substansi gugatan.
"Objek gugatan kami bukan Keputusan Tata Usaha Negara, seperti yang dipertimbangkan majelis hakim, melainkan tindakan faktual KLHK yang tidak melaksanakan langkah konkret berupa pembekuan atau pencabutan izin PLTU Ombilin. Oleh karena itu, alasan penolakan gugatan menjadi tidak relevan," tambahnya.
Dampak pada Masyarakat dan Lingkungan
Gugatan ini dilayangkan LBH Padang ke PTUN Jakarta pada 20 Juni 2024 setelah KLHK dinilai gagal menindaklanjuti sanksi yang diberikan kepada PLTU Ombilin. Sanksi tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: SK.5550/MENLHK-PHLHK/PPSA/GKM.0/0/2018 tahun 2018.
Sanksi itu dijatuhkan atas pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh kontaminasi limbah FABA (fly ash dan bottom ash) dan kerusakan fasilitas penting, seperti cerobong diesel dan firefighting di PLTU Ombilin.
Meski PLN, sebagai pengelola PLTU Ombilin, akhirnya memulai pemulihan kontaminasi, langkah tersebut baru dilakukan lima bulan setelah gugatan diajukan. Padahal, sesuai aturan, PLTU Ombilin seharusnya menyelesaikan pemulihan lingkungan sejak 2 Maret 2019.
Pencemaran yang berlangsung bertahun-tahun telah membebani masyarakat Desa Sijantang Koto. Warga terpaksa menghirup udara yang tercemar limbah setiap hari, sementara langkah pemulihan berjalan lambat. LBH Padang menyerukan agar KLHK mengambil tindakan tegas terhadap PLTU Ombilin untuk memastikan perlindungan lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Putusan PTUN Jakarta ini memicu pertanyaan besar terkait keberpihakan hukum terhadap masyarakat terdampak pencemaran lingkungan. LBH Padang menegaskan akan terus memperjuangkan hak masyarakat untuk hidup di lingkungan yang bersih dan sehat.
Penundaan pemulihan pencemaran limbah dari PLTU Ombilin di Sawahlunto, Sumatera Barat, dinilai memperburuk dampak lingkungan dan kesehatan masyarakat akibat kontaminasi limbah yang berkepanjangan.
Pencemaran ini terutama disebabkan oleh limbah FABA (fly ash dan bottom ash), yang dikategorikan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) sejak 2017. Berdasarkan data LBH Padang, FABA dari PLTU Ombilin menumpuk di lima lokasi, yaitu Perambahan PT. AIC (10 Ha) sebanyak 432.000 ton; Guguak Rangguang, Desa Tumpuak Tangah, Nagari Talawi, Kecamatan Talawi; Tandikek Bawah, Desa Sijantang (5 Ha) sebanyak 200.000 ton; Samping stockpile batubara (0,7 Ha); dan Lapangan hijau di belakang pool kendaraan (1 Ha).
Fakta Lapangan Diabaikan
Majelis hakim juga dinilai mengabaikan fakta persidangan terkait keterlambatan KLHK dalam menyetujui dokumen Rencana Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup (RPFLH). Dokumen RPFLH pertama disetujui untuk titik TPS stockpile pada 11 Oktober 2020, sementara RPFLH untuk lokasi Tandikek Bawah dan Guguak Rangguang baru disetujui pada 26 Juli 2023—empat tahun setelah sanksi administratif seharusnya dipatuhi oleh PLN.
Berdasarkan RPFLH, limbah FABA di lokasi pencemaran mengandung berbagai kontaminan berbahaya, termasuk Berilium (Be), Boron (B), Kromium Valensi 6 (Cr6+), Seng (Zn), Molibdenum (Mo), Merkuri (Hg), dan Timbal (Pb).
Hasil pengujian laboratorium yang dilakukan LBH Padang menunjukkan abu terbang (fly ash) yang mencemari rumah warga mengandung 40-60 persen residu pembakaran batubara. Pengujian juga menemukan kandungan Boron dalam FABA melebihi standar konsentrasi. Paparan Boron dalam kadar tinggi diketahui dapat memicu berbagai gangguan kesehatan, seperti anomali sistem saraf pusat; peradangan usus; gangguan sistem kekebalan tubuh; risiko toksisitas perkembangan, dan termasuk pengurangan ukuran janin dan kematian prenatal.
Keputusan PTUN Tak Relevan
Selain itu, uji kualitas air tanah di sekitar lokasi pencemaran menunjukkan kadar Mangan yang melampaui standar air minum layak menurut Permenkes Nomor 2 Tahun 2023, dengan konsentrasi 29 hingga 100 kali lipat lebih tinggi.
Kuasa hukum LBH Padang, Adrizal, S.H., menilai bahwa penolakan gugatan dengan alasan ketiadaan legal standing LBH Padang merupakan keputusan yang tidak relevan.
"Fakta persidangan membuktikan KLHK gagal menjalankan tanggung jawabnya untuk memastikan pemulihan lingkungan berjalan sesuai jadwal. Namun, majelis hakim justru tidak mempertimbangkan dampak pencemaran dan risiko kesehatan yang terus meningkat bagi masyarakat," tegas Adrizal.
Sementara itu, PLN sebagai pengelola PLTU Ombilin baru memulai langkah pemulihan pada akhir 2024, atau lima bulan setelah gugatan diajukan, meskipun seharusnya penyelesaian dilakukan sejak 2 Maret 2019.
Penolakan gugatan ini dianggap memberikan ruang bagi kelalaian dalam pengelolaan limbah beracun, sehingga masyarakat terus menanggung dampak buruknya. LBH Padang menegaskan akan melanjutkan perjuangan untuk menuntut keadilan lingkungan bagi warga terdampak.
“Putusan itu menyiratkan bahwa hakim mengabaikan fakta terjadinya pencemaran limbah FABA (fly ash dan bottom ash) dari PLTU Ombilin yang memaksa masyarakat Desa Sijantang Koto, Kecamatan Tawali, Kabupaten Sawahlunto, Sumatera Barat menghirup udara kotor setiap hari,” kata Adrizal.
Selain itu, tambahnya, hakim juga tidak menyadari urgensi tanggung jawab KLHK untuk memperketat pengawasan dan menindak tegas PLN atas pemulihan lingkungan yang seharusnya diselesaikan PLTU Ombilin pada 2019.
“Putusan ini memperkuat pembiaran atas ketidaktaatan PLTU Ombilin dalam menjalankan sanksi dan kewajiban-kewajibannya. Ini memperkuat kesempatan bagi pencemar, PLTU Ombilin, untuk menyalahgunakan lemahnya penataan dan pengawasan, sedangkan masyarakat terus dibebani dengan ‘ongkos’ kesehatan yang berkepanjangan. Pada putusannya, majelis hakim tidak mempertimbangkan efek pencemaran dan kontaminasi terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. Seharusnya, KLHK melakukan pembekuan dan pencabutan izin sejak PLTU Ombilin diberikan sanksi,” ujar Adrizal.
Juru Kampanye Energi Trend Asia, Novita Indri, menyoroti masalah lingkungan dan kesehatan yang diabaikan oleh pemerintah dan PLN.
“Lingkungan terbukti sudah tercemar, kesehatan anak-anak secara nyata terganggu. Pembiaran atas pencemaran hingga tertutupnya data, seperti pemantauan emisi, adalah pola berulang yang sering terjadi di PLTU tua seperti Ombilin dan Suralaya. PLTU tua ini tidak hanya memperpanjang derita masyarakat, tetapi juga menjadi hambatan bagi Indonesia dalam upaya mengurangi emisi dan menghadapi krisis iklim,” ungkap Novita.
Berdasarkan catatan LBH Padang, PLTU Ombilin diduga melakukan pelanggaran berulang, termasuk pencemaran udara dari cerobong emisi pada Februari 2019; November 2019; 6 November 2022; 4 Mei 2023; dan pada tanggal 17-19 Juli 2023.
Selain itu, polusi abu dari sisa limbah yang menggunung sering terbawa ke permukiman warga Desa Sijantang Koto, terutama hingga akhir 2019. Truk pengangkut batubara yang keluar-masuk PLTU kerap menyebabkan debu yang memperburuk kualitas udara. Tidak hanya itu, proses startup PLTU yang menimbulkan bunyi bising tiga kali sepanjang 2024, termasuk pada 16 Mei 2024, juga menjadi masalah bagi masyarakat.
Pelanggaran yang terjadi secara berulang ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan tanggung jawab dari PLN serta pemerintah. Dampak kesehatan dan lingkungan yang dirasakan masyarakat menjadi bukti nyata dari kelalaian ini,” jelas Alfi Syukri, penasihat hukum LBH Padang.
Paparan abu terbang (fly ash) dari PLTU Ombilin, yang mengandung residu pembakaran batubara, terbukti berdampak buruk pada kesehatan masyarakat. Berdasarkan uji laboratorium, kandungan Boron dan Mangan dalam abu dan air tanah di sekitar lokasi telah melampaui ambang batas yang ditetapkan oleh standar kesehatan. Paparan ini diketahui dapat menyebabkan gangguan saraf, kardiovaskular, peradangan, hingga anomali perkembangan pada anak-anak.
Sementara itu, pemulihan lingkungan oleh PLN terlambat dilakukan. Dokumen Rencana Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup (RPFLH) untuk beberapa lokasi baru disetujui oleh KLHK pada Juli 2023, empat tahun setelah seharusnya dipatuhi.
LBH Padang menegaskan bahwa perjuangan untuk memulihkan lingkungan dan melindungi masyarakat akan terus berlanjut.
“Kami akan mengajukan banding. Poin utama kami adalah mendorong pemulihan lingkungan, penegakan hukum, dan memberikan ruang bagi masyarakat Sijantang Koto untuk melakukan mitigasi terhadap dampak pencemaran,” tegas Alfi Syukri.
Keputusan PTUN Jakarta dianggap sebagai langkah mundur dalam perlindungan lingkungan dan hak masyarakat untuk hidup di lingkungan yang sehat.
Kesehatan Anak-anak Mengkhawatirkan
Dampak buruk dari pencemaran lingkungan akibat PLTU Ombilin di Sawahlunto, Sumatera Barat, terus menjadi sorotan, terutama terkait masalah kesehatan yang dialami oleh anak-anak di sekitar lokasi.
Dua kali pemeriksaan kesehatan terhadap murid SD 19 Sijantang Koto di Kecamatan Talawi menunjukkan hasil yang memprihatinkan. Pemeriksaan yang dilakukan pada Desember 2016 hingga Januari 2017 menemukan lebih dari 50 murid kelas III dan IV mengalami gangguan fungsi paru. Dari jumlah tersebut: 34 murid (76%) mengalami obstruksi ringan; sebanyak 34 murid (76%) lainnya terdiagnosis bronchitis kronis dan TB paru.
Hasil pemeriksaan juga mengungkap adanya hubungan antara penurunan fungsi paru dan jarak tempat tinggal murid dari PLTU Ombilin. Anak-anak yang tinggal dalam radius 1 km dari PLTU lebih rentan terkena gangguan pernapasan, terutama jika mereka tidak menggunakan masker saat berada di luar rumah.
Pada Desember 2017, pengecekan kesehatan terhadap 53 murid kelas IV dan V dilakukan oleh tim medis yang dipimpin oleh dr. Ardianof, SpP, bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan petugas kesehatan PLTU Ombilin. Hasilnya, 40 anak dinyatakan sehat, namun 10 anak menunjukkan kondisi fisik abnormal. Dari analisis foto toraks, diketahui bahwa 66% siswa SD mengalami gangguan seperti bronchitis kronis dan TB paru.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan laporan kesehatan puskesmas di Kota Sawahlunto, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) selalu berada di peringkat lima besar penyakit paling banyak diderita masyarakat, terutama di Kecamatan Talawi.
Tren penderita ISPA di wilayah ini terus meningkat selama 2011-2022, seiring dengan aktivitas PLTU Ombilin. Polusi udara akibat emisi cerobong, debu FABA, dan aktivitas transportasi batubara menjadi salah satu penyebab utama lonjakan kasus ISPA, terutama pada anak-anak dan lansia.
Meningkatnya gangguan kesehatan ini menambah panjang daftar dampak negatif dari keberadaan PLTU Ombilin. Juru Kampanye Energi Trend Asia, Novita Indri, menegaskan pentingnya penghentian operasi PLTU tua yang sudah tidak efisien dan berbahaya.
"PLTU seperti Ombilin tidak hanya menyebabkan pencemaran, tetapi juga membebani masyarakat dengan risiko kesehatan yang serius. Pemerintah harus bertindak tegas untuk memulihkan lingkungan dan melindungi kesehatan warga," ujar Novita.
LBH Padang menyatakan akan terus mendorong pemulihan lingkungan dan menuntut tanggung jawab pemerintah serta PLN untuk memberikan keadilan bagi masyarakat terdampak.
Berdasarkan pemantauan air virtual yang dilakukan LBH Padang dan Greenpeace terdapat dugaan rusaknya cerobong filter sehingga mengakibatkan pelepasan PM 2,5 di atas baku mutu pada 17-21 Juni 2019.
LBH Padang bersama Greenpeace menemukan indikasi pencemaran udara yang semakin parah akibat dugaan kerusakan pada filter cerobong PLTU Ombilin. Pemantauan air virtual yang dilakukan oleh kedua organisasi ini mengungkap pelepasan partikel PM 2,5 di atas baku mutu pada 17-21 Juni 2019. PM 2,5 adalah partikel halus yang dapat masuk ke dalam sistem pernapasan manusia, menyebabkan berbagai gangguan kesehatan, seperti penyakit paru-paru dan kardiovaskular.
Kerusakan filter cerobong ini diduga menjadi penyebab utama peningkatan emisi berbahaya yang mencemari udara di Desa Sijantang Koto dan sekitarnya. Emisi tersebut memperburuk kondisi lingkungan dan kesehatan masyarakat yang telah terdampak oleh limbah fly ash dan bottom ash (FABA) dari PLTU tersebut.
Di tengah berbagai pelanggaran lingkungan yang dilakukan PLTU Ombilin, upaya LBH Padang untuk mendapatkan informasi mengenai kemajuan pelaksanaan sanksi administratif terhadap PLTU tersebut justru menemui hambatan. Pada Senin, 7 Oktober 2024, Komisi Informasi Pusat (KIP) menolak permohonan LBH Padang untuk mengakses data terkait kontaminasi abu batubara.
KIP menganggap data tersebut bersifat tertutup untuk publik, meskipun informasi mengenai pencemaran lingkungan seharusnya menjadi hak masyarakat. Penolakan ini menimbulkan kekhawatiran akan transparansi pemerintah dalam menangani pelanggaran lingkungan oleh PLTU Ombilin.
Menanggapi hal ini, Novita Indri, Juru Kampanye Energi Trend Asia, menegaskan perlunya transparansi dalam menangani pencemaran lingkungan.
“Tertutupnya data hanya memperkuat kecurigaan bahwa pemerintah dan perusahaan tidak serius dalam menangani masalah ini. Masyarakat berhak tahu dampak sebenarnya dari pencemaran ini dan langkah-langkah apa yang telah diambil untuk memulihkan lingkungan,” kata Novita.
LBH Padang juga menyerukan agar pemerintah, khususnya KLHK, membuka akses informasi terkait pencemaran dan sanksi administratif PLTU Ombilin. Mereka menegaskan bahwa informasi ini penting untuk memastikan pengawasan yang efektif dan keadilan bagi masyarakat terdampak. SSC/REL