Padang, sumbarsatu.com--Stunting menjadi persoalan yang serius untuk diperhatikan oleh beberapa negara berkembang sejak beberapa tahun yang lalu, termasuk dengan Indonesia.
Hal ini didorong pandangan organisasi kesehatan dunia, yaitu WHO (World Health Organization) mengungkapkan bahwa apabila suatu bangsa negara angka prevalensi stuntingnya di atas 20%, maka disinyalir mengalami masalah kesehatan yang berat.
Kenyataannya angka prevalensi stunting Indonesia di atas angka tersebut, yaitu 24,24% pada tahun 2021, pada tahun 2022 dapat diturunkan menjadi 21,6% dan 21,5% (Survei Status Gizi Indonesia 2021,2022,2023). Demikian juga dengan Provinsi Sumatera Barat sebagai salah satu provinsi yang ada di Indonesia.
Sementara diyakini Sumatera Barat memiliki sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang memadai, sehingga dengan adanya kejadian stunting menjadi ironi dan pangkal sebuah masalah yang idealnya mesti diselesaikan.
Faktanya angka prevalensi stunting Sumatera Barat naik pada tahun 2022, yaitu sebesar 25,2% yang pada tahun sebelumnya 23,3% dan dapat diturunkan menjadi 23,6% tahun 2023. Kondisi tersebutlah menjadi latar belakang utama disertasi Lismomon Nata, mahasiswa Program Doktor Ilmu Lingkungan, Sekolah Pasca Sarjana, Unoversitas Negeri Padang (UNP).
Kasus stunting tersebut menjadi salah satu fokus yang ditangani oleh Pemerintahan Indonesia. Hal ini dibuktikan diantaranya dengan dikeluarkannya Perpres No 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.
Secara teknisnya Presiden Joko Widodo menuntuk Badan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (BKKBN) sebagai koordintator penanganannya. BKKBN mengeluarkan peraturan BKKBN No 12 tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RANPASTI).
Berbagai kementerian/lembaga terlibat secara sinergi dalam mencapai tujuan penurunan prevalensi dengan target 14% pada tahun 2024.
Bila ditilik dari perjalanannya beberapa tahun, namun penurunan angka prevalensi penurunan stunting belum lagi dapat dicapai secara signifikan. Meskipun telah cukup banyak upaya yang telah dilakukan, baik dari segi regulasi, pendekatan dan strategi.
Terkhsusnya penggunaan media dalam upaya penurunan stunting kecederungan dengan menggunakan media modern, seperti media online, booklet, leaflet, atau poster. Sepembacaan peneliti, belum ada menggunakan media lokal (tradisional).
Pendekatan lokal yang telah diungkapkan melalui pemanfaatan makanan lokal, seperti daun kelor. Namun tidak media tradisional, mengembalikan pada hal yang alami (natural) dalam perspekstif lingkungan sosial tersebut menjadi novelty penelitian Momon, sapaan akrab pria ASN Direktorat Bina Ketahanan Remaja, Kementerian Kependudukan dan Pembanguan Keluarga ini.
Dalam penelitian ini mengangkat kesenian dan sekaligus menjadi permainan masyarakat Sumbatera Barat yang sudah ada sejak dahulunya, bahkan dalam tambo (sumber sejarah orang Minangkabau), seperti pada Kaba Cindua Mato yang menceritakan bahwa pada suatu perjalanan Cindua Mato melihat ada pertunjukan randai.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa randai sejak lama hingga sekarang masih dapat bertahan, meskipun sudah berada pada masa modern.
Randai merupakan seni pertunjukan tradisional Minangkabau yang menggabungkan 7 (tujuh) jenis kesenian, seperti silat, drama, tari, musik, suara, sastra dan artsitik.
Cerita yang sering dibawakan dalam Randai dahulunya biasanya berasal dari kaba, yaitu cerita klasik atau masa kerajaan dalam kehidupan masyarakyat Minangkabau yang mengandung nilai-nilai budaya dan moral.
Namun, seiring dengan waktu, pertunjukkan tradisional ini juga mengangkat cerita-cerita bertemakan kehidupan sosial kekinian, demikian juga dalam penelitian ini yaitu tentang stunting.
Melalui cerita atau kaba “Si Gadih Lalai” ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan dan memberikan nilai-nalai baik pada masyarakat secara luas, maupun remaja secara khususnya sebagai upaya dalam penurunan stunting.
Dengan harapan, dengan adanya media ini diharapkan menjadi pilot model untuk dikembangkan pada kesenian-kesenian lainnya yang ada di Indonesia dan secara praksis bermanfaat untuk memperkaya pendekatan melalui media bagi Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN serta menjadi media edukasi bagi Program Generasi Berencana (GenRe) sebagai upaya untuk pencegahan stunting dari hulu untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Gelar doktor ilmu lingkungan tersebut diraih setelah dipertahankannya disertasi di hadapan Prof. Dr. indang Dewata, M.Si., C.EIA., Prof. Dr. Nurhasan Syah, M.Pd., Prof. Dr. Eri Barlian, M.S., Dr. Erianjoni, M.Si., Prof. Indrayuda., Dr. Ikhwan, M.Si. dan penguji luar Universitas Negeri Padang, Dr. Edi Setiawan., S.Si., M.Sc., MSE dari Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/ BKKBN dengan judul, “Pengembangan Media Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) Tradisional sebagai Sarana Peningkatan Pengetahuan Pencehan Stunting di Sumatera Barat, Kamis 16 Januari 2025 di ruang Sidang Tertutup Sekolah Pasca Sarjana UNP.SSC/REL