Batu Hosing, Cerita Rakyat dari Padang Lawas Utara

Senin, 16/12/2024 13:24 WIB

OLEH Dhea Azizah (Mahasiswi Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia)

DI era modern seperti ini, apakah masih ada anak muda yang memperhatikan kebudayaan yang berasal dari daerahnya? Tentu saja masih, namun tak banyak. Anak muda zaman sekarang kurang memperhatikan budaya-budaya yang ada di daerahnya. Padahal kebudayaan tersebut harus tetap ada dan dilestarikan agar tidak punah.

Kurangnya peminat anak muda terhadap kebudayaan membuat beberapa cerita atau kepercayaan yang sedikit demi sedikit mulai kurang dilirik. Bahkan beberapa kepercayaan atau budaya mulai mengalami pergeseran.

Salah satu contoh kebudayaan dari daerah tertentu adalah cerita rakyat. Cerita rakyat berkembang dan tumbuh dalam kumpulan masyarakat dari mulut ke mulut.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) cerita rakyat merupakan cerita zaman dahulu yang hidup di kalangan rakyat dan diwariskan secara lisan. Di Sumatera Utara, Kabupaten Padang Lawas Utara, terdapat cerita rakyat yang beragam. Salah satunya cerita rakyat batu hosing.

Cerita batu hosing ini bermula ketika sepasang kekasih yang ingin kawin lari. Sebelum perempuan meninggalkan rumah dan kampung halamannya, ia meninggalkan sebuah surat untuk ibunya, surat itu disimpan di bawah bantal kamarnya. Sepasang kekasih itu pergi menuju sebuah bukit Mereka mendaki ke atas bukit bersama. Namun, ketika di pertengahan jalan, hati si perempuan berputar. Ia menyesal ikut bersama kekasihnya. Namun ia tidak tahu harus pergi kemana, ikut bersama kekasihnya tidak mau karena sudah terlanjut menyesal, pulang ke kampung halaman ibunya juga sudah terlanjur malu.

Akhirnya si perempuan pergi ke atas bukit dan duduk di sana sambil merenung, akan pergi kemana setelah ini. Beberapa kali kekasih perempuan itu membujuk untuk tetap ikut, tapi si perempuan sudah terlanjur menyesal. Hati si perempuan berputar-putar karena tidak memiliki arah tujuan. Sampai si perempuan menjadi batu di atas gunung itu.

Aisyah (73 tahun) menjelaskan bahwa batu tersebut berbentuk lonjong dan tidak terlalu besar, batu itu juga tidak berbentuk manusia. Pada awalnya, di puncak gunung tersebut tempat si perempuan duduk tidak ada batu. Batu tersebut ada setelah menyebarnya cerita batu hosing. Si perempuan menghilang dan tidak kembali pada keluarganya maupun kekasihnya, dan masyarakat menganggap si perempuan itu menjadi batu.

Sampai saat ini batu tersebut masih ada di atas gunung, hanya saja jalan untuk menuju ke batu tersebut sangat sulit untuk ditempuh, padahal dulunya sempat ada jalan untuk pergi ke batu tersebut. Tapi biasanya ada orang yang pergi berkebun tahu jalan menuju batu hosing itu. Batu tersebut dinamakan batu hosing, karena hosing berarti berputar-putar. Di dalam cerita disebutkan bahwa hati si perempuan berputar sampai ia menjadi batu. Oleh karena itu, batu tersebut dinamakan batu hosing.

Gunung tersebut berada di samping pasar Matanggor, Kabupaten Padang Lawas Utara dan di sana tempat sepasang kekasih itu akan melakukan kawin lari. Pada awalnya, Padang Lawas Utara bersatu dengan Kabupaten Tapanuli Selatan. Namun karena terjadi pemekaran, terbuatlah kabupaten baru, yaitu Kabupaten Padang Lawas Utara.

Cerita rakyat ini mendapat perhatian oleh masyarakat setempat. Tapi beberapa masyarakat juga ada yang kurang memperhatikan. Cerita batu hosing tersebut seolah memberikan pelajaran untuk tidak melakukan hal yang tidak baik, karena akan menyesal nantinya. Kebingungan timbul ketika si perempuan menjadi batu, namun bukan batu tersebut bukan berbentuk manusia, melainkan batu lonjong ke atas. Hal ini akan menimbulkan pertanyaan bagi orang awam dan masyarakat. *



BACA JUGA