Izinkan Saya Berjuang Bersama Rakyat

PIDATO POLITIK

Rabu, 24/07/2024 16:32 WIB

OLEH Miko Kamal (Bakal Calon Wali Kota Padang dari Jalur Independen)

Hari ini, izinkan saya menyampaikan usaha-usaha politik yang sudah dijalankan dan fakta-fakta politik yang saya temukan dalam rangkaian kontestasi pemilihan Wali Kota Padang periode 20024-2029.

Saya mulai melakukan ikhtiar politik, menjadi bakal calon Wali Kota Padang sejak bulan April 2024 yang lalu.   

Membayar Uang Pendaftaran di 2 Partai Politik

Perjalanan ikhtiar politik saya mulai dengan mendaftar ke Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) secara online pada tanggal 22 April 2024. Menindaklanjuti pendaftaran saya itu, pada tanggal 1 Mei 2024, saya diundang oleh Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKB ke Jakarta untuk mengikuti prosesi taaruf (perkenalan) dengan Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar yang digelar di Hotel Mercure Jakarta Batavia.

Di samping pendaftaran online, atas saran Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PKB Padang, saya mendaftar ulang tanggal 17 Mei 2024. Di internal DPC PKB Padang berlaku ketentuan bahwa setiap bakal calon wali kota harus membayar sebesar Rp5.000.000 (lima juta rupiah). Saya membayarnya.

Setelah taaruf, proses selanjutnya di PKB adalah Ujian Kelayakan dan Kepatutan (UKK) yang diselenggarakan tanggal 5 Juni 2024 di Kantor DPP PKB Jalan Raden Saleh No. 9 Jakarta Pusat. Saya mengikuti UKK tersebut yang waktunya bersamaan dengan bakal calon Wali Kota Padang lainnya: Hendri Septa, Ekos Albar dan Alkudri.

Pada sesi UKK di PKB saya diwawancarai oleh salah seorang pengurus PKB yang merupakan mantan aktivis buruh yang pernah di penjara di zaman Orde Baru. Karena sama-sama berlatar belakang aktivis, sesi UKK itu lebih banyak kami habiskan berdiskusi tentang perkembangan politik dan negara. Ia sepakat dengan saya bahwa pengelolaan negara harus diperbaiki. Aktivis seperti saya seharusnya diberikan kesempatan masuk ke pemerintahan untuk melakukan perbaikan. Ia juga bilang, banyak partai-partai politik yang brengsek, misal minta-minta uang dalam proses politik. "Itu harus kita lawan", katanya. 

Selain di PKB, saya juga mengambil formulir pendaftaran di Partai Demokrat pada tanggal 23 April 2024. Tim saya mengembalikan formulir pendaftaran beserta dokumen yang dibutuhkan pada tanggal 6 Mei 2024.

Proses pencalonan saya di Partai Demokrat tidak berlanjut karena saya tidak memenuhi pembayaran uang pendaftaran sebesar Rp7.500.000 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah). Saya punya alasan khusus dan pribadi mengapa saya tidak melakukan pembayaran uang pendaftaran yang diminta pengurus Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat Padang.

Saya juga mendaftar di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), sekitar bulan Mei 2024. Pendaftaran di PDIP dilakukan secara online. Saya mendapatkan kiriman link pendaftaran dari pengurus PDIP Yogi Yolanda. PDIP tidak memungut biaya apapun untuk pendaftaran tersebut.

Pada tanggal 6 Mei 2024 saya juga mengambil formulir pendaftaran Partai Ummat yang punya 1 kursi. Formulir pendaftaran yang sudah diisi saya kembalikan sekitar 2 minggu setelahnya. Tidak ada biaya yang dipungut Partai Ummat untuk pendaftaran.

Formulir Partai Gerindra saya ambil pada tanggal 8 Mei 2024. Saya mengembalikan formulir yang sudah diisi pada tanggal 16 Mei 2024. Aturan internal Partai Gerindra, setiap pendaftar untuk bakal calon Walikota harus membayar Rp5.000.000. Saya membayarnya.

Mekanisme yang berlaku di Partai Gerindra adalah setiap bakal calon wali kota dilakukan assesment yang digelar di Hotel Mercure Padang pada tanggal Sabtu 1 Juni 2024. 

Terakhir, saya mendaftar di Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Formulir pendaftaran saya ambil pada tanggal 15 Mei 2024 dan dikembalikan pada tanggal 28 Mei 2024. PPP tidak memungut biaya apapun atas pendaftaran tersebut.

Politik Uang?

Sehari sebelum saya mengikuti salah satu rangkaian proses pencalonan di sebuah partai, beberapa orang pengurus partai mengundang saya ke kantornya. Mereka menyampaikan kepada saya bahwa untuk mendapatkan rekomendasi/surat tugas saya harus menyerahkan deposit sebesar Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

Kata mereka, deposit sebesar Rp500 juta akan dikembalikan bila saya kalah dalam pemilihan. Tapi, partai akan memotong biaya operasional yang sudah dikeluarkan partai. Mereka tidak menyebutkan berapa besaran biaya operasional tersebut.  Saya tidak memenuhi tawaran pembayaran deposit tersebut.

Pengurus salah satu partai juga menyampaikan "aturan internal" mereka terkait survei oleh lembaga survei yang mereka tentukan. Kata mereka, biaya survei akan dibebankan kepada para bakal calon secara tanggung renteng. Misalnya, biaya survei Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), karena jumlah kami yang mendaftar 11 orang, maka para bakal calon akan dibebani 1/11 (satu per-sebelas) dari Rp200 juta.

Di samping itu, selain dari biaya survei, mereka juga menyampaikan kepada saya bahwa untuk mendapatkan SK atau surat tugas dari partai, saya harus menyediakan paling sedikit Rp300 juta. Jumlah itu bisa bertambah sesuai keputusan DPP partainya.

Saya tidak membayar biaya survei karena survei tidak pernah dilakukan dan partai tersebut tidak pernah menyampaikan informasi terkait survei kepada saya. Saya juga tidak menyerahkan uang sebesar Rp300 juta atau lebih seperti yang disampaikan sebelumnya.   

Keputusan Partai Politik yang Tidak Transparan

Seperti yang sampaikan di atas, saya mendaftar di 6 partai politik yang 1 di antaranya (Partai Demokrat) tidak saya lanjutkan prosesnya. Sampai sekarang, saya belum menerima satupun pemberitahuan dari ke 5 partai politik tersebut sampai di mana proses yang mereka sedang jalankan.

Di media sosial dan media massa (baik cetak maupun elektronik) saya membaca dan mendengar kursi Partai Gerindra diberikan kepada Hendri Septa dan Hidayat. Atas keputusan Partai Gerindra tersebut, saya tidak diberitahu apa alasan Partai Gerindra memberikan rekomendasi dan/atau memberikan surat tugas kepada Hendri Septa dan Hidayat.

Selain Partai Gerindra, 4 partai lainnya juga tidak/belum memberikan pemberitahuan tentang keputusan mereka atas berkenaan dengan proses rekrutmen bakal calon Wali Kota Padang yang sudah mereka jalankan. 

Di luaran saya mendengar bisik-bisik bahwa beberapa partai yang saya ikut mendaftar sudah memberikan dukungan kepada bakal calon tanpa juga memberi tahu kepada saya sebagai salah seorang pendaftar.

Kehilangan Harapan

Keputusan saya ikut dalam kontestasi pemilihan Wali Kota Padang adalah untuk ikut melakukan perubahan. Perubahan tentu harus dimulai secara baik dan benar. Yang saya maksud dengan "baik dan benar" adalah memulai proses politik tanpa melakukan "politik uang atau money politics". Saya membedakan "politik uang" dengan "uang politik". "Politik uang" tidak bisa ditolerir, sementara "uang politik" adalah konsekuensi dari kontestasi politik yang tidak bisa dihindarkan dan itu "halal" secara politik.

"Politik uang" bisa terjadi di dua level: level partai politik dan level masyarakat. Permintaan mahar, deposit dan sejenisnya oleh partai politik adalah bentuk "politik uang" di level partai politik. Sementara di level masyarakat, "Politik uang" terjadi ketika bakal calon kepala daerah membagi-bagikan uang kepada masyarakat untuk memilihnya. Kedua hal inilah yang kita hindari.

Berangkat dari pengalaman yang saya alami sejak bulan April 2024 berproses di partai politik, terus terang saya agak kehilangan harapan melakukan perubahan bersama beberapa partai politik. Bagaimana kita melakukan perubahan jika sedari awal saja kita sudah melakukan sesuatu yang tidak benar.

Untuk itu, saat ini izinkan saya berjuang bersama rakyat melalui jalur independen dalam konstestasi Pilkada Kota Padang.

Mudah-mudahan keinginan kita semua memperbaiki negara (baca juga daerah) tanpa "politik uang" dimudahkan Allah Swt.

 

Padang, 24 Juli 2024

Miko Kamal

Disampaikan pada Press Conference di Padang, 24 Juli 2024

Kpu

BACA JUGA