
Guru besar, dosen, alumni, hingga mahasiswa yang menamakan diri dalam gerakan Kampus Menggugat berkumpul di Balairung UGM Yogyakarta, Selasa, 12 Maret 2024. (Foto: KBA News)
Yogyakarta, sumbarsatu.com– Sejumlah guru besar atau profesor, dosen, alumni, hingga mahasiswa berkumpul di Balairung Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Selasa, 12 Maret 2024. Mereka menamakan diri dalam gerakan “Kampus Menggugat”.
Tampak hadir dalam deklarasi “Kampus Menggugat” sejumlah tokoh antara lain Wakil Rektor III UGM Arie Sujito, Rektor UII Yogyakarta Prof Fathul Wahid, Guru Besar Psikologi UGM Prof Koentjoro, Prof Sigit Riyanto dari Fakultas Hukum UGM, dosen Fakultas Hukum UGM Zainal Arifin Mochtar, Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas, Dr. KMRT Roy Suryo, Prof Khamim Zarkasih Putro, Prof Heru Kurnianto Tjahjono, dan lainnya.
Salah satu inisiator “Kampus Menggugat” Rimawan Pradiptyo mengatakan, “Kampus Menggugat” adalah gerakan moral para sivitas akademika dan alumni UGM dan juga universitas lain, serta elemen masyarakat sipil untuk kembali memperteguh prinsip demokrasi dan menunaikan amanah konstitusi dalam membangun negara dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
“Kampus Menggugat” lahir karena melihat kondisi bangsa Indonesia sedang tidak baik-baik karena di sana-sini sedang terjadi banyak pelanggaran. “Pelemahan kelembagaan formal (konstitusi dan UU) dan informal (pelanggaran norma dan etika) terlihat semakin telanjang selama lima tahun terakhir,” katanya kepada kepada wartawan di lokasi aksi, Selasa, 12 Maret 2024.
Menurutnya, sejak pengesahan revisi UU KPK hingga pelanggaran etika demokrasi dalam proses pemilu 2024 lalu, cita-cita proklamasi dan reformasi semakin kerap diinjak-injak dan dikhianati. Komitmen untuk menegakkan demokrasi, konstitusi dan memberantas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) kian lembek.
“Praktik politik dinasti semakin dinormalisasi. Fakta menunjukkan tidak ada negara mampu menjadi negara maju tanpa perbaikan terus menerus di aspek kelembagaan formal dan informal,” jelasnya.
Rimawan berharap, melalui Kampus Menggugat civitas akademika UGM mengingatkan dan mengajak seluruh elemen masyarakat, sebagai warga negara, untuk menuntut segenap lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif supaya benar-benar menjadikan demokrasi sebagai prinsip pengelolaan kehidupan bernegara. “Hal yang tidak kalah pentingnya yakni menjaga amanah konstitusi, menegakkan norma dan etika,” tegasnya.
Menurut dia, sebagai akademisi yang memahami hak dan tanggung jawab konstitusional, mengetuk nurani segenap elemen masyarakat untuk bersinergi membangun kembali etika dan norma yang terkoyak dan mengembalikan marwah konstitusi yang dilanggar. “Apa yang kita perjuangkan saat ini akan menentukan Indonesia yang akan kita wariskan kepada generasi anak-cucu,” tegasnya. SSC/KBA