
masjid-agung-dharmasraya_169
OLEH Sondri Datuak Kayo Caleg DPRD Provinsi Sumbar Dapil VI dari Partai Hanura
PARA penjelajah antar benua dan pulau sebelum bangsa Eropa menjelajah abad 16 cenderung memasuki daerah-daerah baru melalui muara-muara sungai. Sehingga dapat ditemukan jejak sejarah pusat-pusat peradaban, kebudayaan dan kekuasaan itu berada di daerah aliran-aliran sungai.
Keberadaan dan perkembangan awal Dharmasraya tidak terlepas dari perkembangan zaman dan masa yang demikian. Diketahui bahwa Dharmasraya pernah menjadi pusat kerajaan Melayu atau Malayapura di masa berkembangnya agama Buddha.
Para ahli sejarah dan arkeologi mencatat adanya pusat kebudayaan dan kekuasaan yang terletak di daerah Dharmasraya saat ini. Sungai Batanghari yang juga mengaliri daerah Dharmasraya tentu tak bisa dipisahkan dari faktor-faktor perkembangan peradaban masa itu.
Ketika bangsa-bangsa Eropa menjelajah dan menjajah pulau-pulau, mereka masuk melalui kawasan pantai. Mereka kemudian membangun pelabuhan dan benteng-benteng di kawasan pantai.
Kembali ke masa Kerajaan Malayapura, para ahli sejarah dan arkeologi juga mencatat karena adanya dinamika kekuasaan dan ancaman-ancaman terhadap kekuasaan, akhirnya Adityawarman menggeser pusat kekuasaan ke arah Saruaso dan Pagaruyung atau kawasan sekitar Batusangkar saat ini.
Dharmasraya yang telah tercatat dalam bentangan sejarah sebagai bagian penting sejarah Minangkabau dan Sumatera Barat, dalam perkembangan pemerintahan dan daerah Republik Indonesia dianggap sebagai daerah yang dulu terbelakang.
Daerah Dharmasraya yang di masa Orde Baru masih menjadi bagian dari Sawahlunto Sijunjung dengan status kabupaten terluas di Sumatera Barat. Membayangkan Dharmasraya dulu sebelum berkembang usaha perkebunan identik dengan hutan belantara.
Pada masa Orde Baru salah satu daerah yang dijadikan lokasi transmigrasi adalah Dharmasraya. Masyarakat dari Jawa yang didatangkan dalam program transmigrasi saat itu masih menemukan daerah seperti Sitiung itu sebagai hutan belantara.
Sekitar tahun 2006, dalam sebuah kegiatan monitoring evaluasi satu program pemberdayaan masyarakat di daerah Sitiung, penulis bertemu mantan kepala desa zaman Orde Baru yang menceritakan beratnya kehidupan mereka awal datang di sana.
Kemudian seiring perkembangan waktu perkebunan karet dan sawit mulai berkembang di Dharmasraya, lahan-lahan hutan yang luas mulai jadi sumber penghasilan yang menarik. Hingga sampai pada kesimpulan-kesimpulan masyarakat Sumatera Barat bahwa orang-orang Dharmasraya itu punya banyak uang. Pameonya Dharmasraya itu "Negeri Petro Dolar".
Terlepas dari dinamika sejarah dan perkembangan sosial ekonomi masyarakat, dapat dilihat bahwa Dharmasraya secara geografis termasuk kawasan strategis di Sumatera Barat. Dharmasraya berada di jalur lintas Sumatera yang merupakan jalur utama transportasi darat dari Jawa ke daerah-daerah di Sumatera.
Posisi itu tentu bisa sangat menguntungkan dalam menjadikan Dharmasraya sebagai satu pusat pertumbuhan pembangunan dan ekonomi di Sumatera Barat.
Untuk menjadi daerah pusat pertumbuhan baru tentu Dharmasraya harus memiliki infrastruktur yang baik dan berkualitas. Infrastruktur yang dimaksud terutama jalan yang menghubungkan dengan kabupaten dan kota serta provinsi lainnya.
Hal lain, jika pemerintah dan masyarakat Dharmasraya menginginkan daerah mereka jadi pusat pertumbuhan dan perkembangan baru tentu harus menyiapkan rencana jangka panjang terkait hal-hal yang akan menjadi magnet daerah tersebut baik bagi masyarakat Sumatera Barat atau masyarakat provinsi lain.
Perencanaan yang berorientasi jangka perlu dibuat secara holistik dan komprehensif. Termasuk perencanaan tata ruang dan konsep-konsep pembangunan yang bermotif kebudayaan. Tak perlu tergesa-gesa sekedar asal bangun. Mumpung daerah ini masih memiliki lahan-lahan yang cukup luas di sepanjang jalur lintas Sumatera. Konsep pembangunan yang memiliki nilai estetika seperti contoh Masjid Agung Dharmasraya saat ini perlu diciptakan satu persatu.
Bagi kepala daerah yang memiliki kawasan luas jangan terjebak pada perencanaan pembangunan yang bersifat instan. Bahkan untuk sebuah tata ruang terkait penanggulangan banjirpun tidak boleh dilupakan.
Dengan itu anak cucu kelak akan memuji dan berterima kasih pada pendahulu mereka yang telah merencanakan pembangunan daerah mereka dengan baik untuk jangka waktu panjang.*