
suda
OLEH Sondri Datuak Kayo (Caleg DPRD Provinsi Sumbar Dapil VI dari Partai Hanura)
PADA abad ke-18 orang-orang Belanda menemukan tempat berbentuk kuali itu. Tempat itu sampai saat ini bernama Sawahlunto. Telah menjadi satu daerah berstatus kota sejak dimekarkan dari Sawahlunto/Sijunjung dulunya.
Abad ke-18 Belanda memilih daerah itu karena mereka menemukan sumber daya alam atau sumber daya energi batubara yang sangat dibutuhkan dalam membangun dan menjalankan kekuasaan mereka di daerah jajahan. Batubara mereka angkut menuju Pelabuhan Teluk Bayur yang dulunya bernama Hemma Haven untuk berbagai keperluan industri dan transportasi.
Di sisi lain pemerintah Belanda juga menjadikan Sawahlunto sebagai tempat pembuangan atau penjara bagi orang-orang pribumi yang memberontak atau membangkang terhadap pemerintah Hindia Belanda.
Sawahlunto, merupakan daerah pembuangan pertama yang menakutkan untuk kaum pribumi sebelum adanya Digoel, Banda Naira dan Beberapa daerah pembuangan lainya kemudian.
Bentuknya yang seperti kuali dan dilingkupi hutan belantara menjadikan pemerintah Hindia Belanda melalui para petugas mereka mudah mengawasi lingkungan tersebut. Mereka mengawasi para tawanan dan tahanan atau mereka yang bekerja dan tinggal di Sawahlunto.
Demikianlah cerita awal yang jadi permulaan kota Sawahlunto. Di abad 18 Sawahlunto boleh dikatakan sebagai daerah yang penting keberadaannya bagi pemerintah Hindia Belanda. Mereka mengatur daerah itu dengan baik untuk kepentingan keamanan dan pertambangan.
Satu peristiwa yang tak terlupakan dalam sejarah adalah pemberontakan Silungkang yang dimotori tokoh-tokoh PKI tahun 20 an. Pemberontakan itu melibatkan para pekerja tambang dan orang-orang di Sawahlunto. Itu tercatat sebagai pemberontakan yang gagal terhadap pemerintah Hindia Belanda. Namun tak bisa dinafikan sebagai suatu gerakan yang berani dari kaum progresif untuk melawan kesewenangan kekuasaan pemerintah Hindia Belanda. Banyak kaum pribumi pemberontak yang dihukum dan dibuang. Termasuk ke Digoel di Papua sana.
Sampai pada masa kekuasaan Orde Baru, Sawahlunto masih menyimpan dan menghasilkan batubara yang lumayan banyak. Namun lama-kelamaan sumberdaya alam yang memiliki limit tu akhirnya makin habis dikeruk. Baik oleh perusahaan negara, swasta ataupun masyarakat yang sering disebut sebagai penambang liar.
Bukti sejarah masa lalu dan peninggalan pemerintah Hindia Belanda sangat terlihat di Kota itu. Bangunan-bangunannya masih menggambarkan bahwa Sawahlunto pernah menjadi daerah yang sangat penting bagi pemerintah Hindia Belanda dulunya. Imej kota tua dan bersejarah masih dapat kita saksikan jika berkunjung ke sana. Tapi terlihat tak terurus kian hari.
Sawahlunto juga identik dengan nama-nama besar dalam sejarah Indonesia. Ada nama Muhamad Yamin, Adi Negoro tokoh pers dan Soejatmoko.
Perlahan Sawahlunto akan dilupakan orang-orang. Seiring habis dan terus menipisnya batu bara di sana. Tanpa upaya-upaya membuat kota itu untuk tetap diingat dan dianggap penting orang-orang di luar sana. Tak ada lagi yang akan dicari orang ke Sawahlunto.
Pada belasan tahun yang lalu saya agak terkesan dengan seorang wali kota di sana yang bernama Amran Nur. Terlihat ada upaya pemerintahan waktu itu untuk menjadikan Sawahlunto menjadi perhatian dunia. Ada upaya melakukan revitalisasi peninggalan masa lalu. Dan salah satu yang saya ingat adalah adanya festival bertaraf internasional, SIMFEST. Saat ini tampaknya iven serupa juga sedang diselenggarakan Galanggang Arang Sawahlunto WTBOS 2023 . Seorang tokoh budayawan Sumbar Edy Utama terlibat sebagai kurator iven tersebut.
Intinya yang menarik dari seorang Wali Kota Amran Nur dan penerusnya adalah bagaimana dia berpikir keras untuk menjadikan Sawahlunto tidak dilupakan orang dan bahkan melakukan upaya menjadikan daerah itu menarik perhatian masyarakat internasional. Seorang pemimpin terbaik memang harus selalu berupaya keluar dari kebuntuan yang menghadang.
Untuk sebuah kota kecil yang dipenuhi jejak sejarah, pemerintah dan masyarakatnya juga semestinya memiliki perspektif sejarah yang kuat juga. Merawat dan melestarikan adalah salah satu strategi untuk menjadikan kota Sawahlunto tetap diingat dan dikunjungi orang luar.
Untuk Itu kita memang mesti belajar pada bangsa-bangsa luar seperti bangsa-bangsa eropa dan lainya. Bagaimana peninggalan sejarah dan kebudayaan mereka layak dan punya nilai jual ketika "ditampilkan" pada dunia. Mereka tetap merawat dan melakukan konservasi terhadap bangun lama walau mereka telah membangun bangunan yang baru.*