Dialog Warisan Budaya, Segerakan Gerakan Bersama Keminangkabauan

GALANGGANG ARANG WTBOS PASA PITA BUNGO

Minggu, 19/11/2023 23:03 WIB
Dialog Warisan Budaya dalam rangkaian gelaran Galanggang Arang Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto (WTBOS) yang dilaksanakan di Pasar Pitalah Bungo Tanjuang (Lakaik, masyarakar sekitarnya menyebutnya),  Batipuah, Tanah Datar,  Sabtu, 18 November 2023.

Dialog Warisan Budaya dalam rangkaian gelaran Galanggang Arang Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto (WTBOS) yang dilaksanakan di Pasar Pitalah Bungo Tanjuang (Lakaik, masyarakar sekitarnya menyebutnya), Batipuah, Tanah Datar, Sabtu, 18 November 2023.

Pitalah-Bungo Tanjung, sumbarsatu.com—Dalam konteks adat salingka (selingkar) nagari di Minangkabau, apakah pada era sekarang adagium itu masih berlaku? Manakala masih berlaku, bagaimana bentuk dan fungsinya dalam kehidupan sosial-budaya di tengah masyarakat di nagari-nagari sekarang ini?  Atau sebaliknya, adaik salingka nagari sudah tidak ada lagi?

Lalu sejauh mana kesiapan masyarakat Sumatera Barat (Minangkabau) menghadapi globalisasi atau global village yang tengah berlangsung? Dan apa strategi dan sikap yang harus diambil orang Minangkabau atau mengikuti saja pepatah sakali aia gadang sakali tapian barubah itu? Tawaran lainnya, perlu disegerakan pengajaran keminangkabauan sejak jenjang pendidikan PAUD, SD, SMP, dan SLTA, dan menghidupkan ruang-ruang kultural di nagari-nagari.  

Demikian beragam persoalan mendasar dan esensial yang mengemuka dalam Dialog Warisan Budaya dalam rangkaian gelaran Galanggang Arang Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto (WTBOS) yang dilaksanakan di Pasar Pitalah Bungo Tanjuang (Lakaik, masyarakar sekitarnya menyebutnya),  Batipuah, Tanah Datar,  Sabtu, 18 November 2023.

Dialog bertema “Penguatan Adaik Salingka Nagari dalam Era Globalisasi” yang dimoderatori budayawan Edy  Utama menghadirkan dua pembicara:  Prof. Dr. Nursyirwan Effendi, Antropolog, Guru Besar FISIP, Universitas Andalas dan H. Aresno, S.Ag Datuak Andomo, Ketua LKAAM Tanah Datar.  Dialog berjalan dinamis dihadiri pengurus KAN dua nagari, Pitalah dan Bungo Tanjuang, ninik mamak, bundo kanduang, para cadiak pandai, alim ulama, para pendidik, dan masyarakat.

Nursyirwan Effendi menyebutkan, globalisasi sudah berlangsung sejak tahun 70 an atau setengah abad lalu dan globalisasi sudah tidak lagi sebagai “barang mewah”, tetapi sudah menjadi keseharian hidup kita.

“Karena sudah masuk dalam kehidupan sehari-hari kita, pertanyaan utamanya, apakah globalisasi dan adat berjalan berdampingan, saling mengisi, tolak menolak dan berjauhan?  Bagaimana sikap kita terhadap globalisasi dilihat dari sudut eksistensi adaik salingka nagari?” papar sosokyang menyelaikan doktoralnya di Antropologi Sosial, University Of Bielefeld Germany ini.

Ia menjelaskan, globalisasi yang telah merambah hingga ke tingkat nagari dan perkampungan kita, bisa dilihat dari perubahan perilaku, gaya hidup,  dan pola dan bentukkomunikasi  mereka.  Ada tiga hal yang bisa dilihat, yaitu dari aspek ekonomi, sosial budaya, dan sosial-politik,” katanya.

Ia mengatakan, transformasi merupakan proses yang terus menerus dalam negara dan masyarakat merespons dan mengantisipasinya pada aspek ideologi, sosial, politik, keamanan, hukum, ekonomi, dan budaya.

Transformasi dari globalisasi mewujudkan proses interaksi sosial antarnegara melalui mobilitas orang, barang, kapital, pengetahuan teknologi, ideologi, nilai (norma), dan informasi dari suatu negara ke negara lain dengan membentu tatanan kehidupan baru dunia.

 “Tatanan baru itu yakni keterkaitan antar warga dunia dalam satu ruang global akibat adanya perkembangan teknologi informasi, media, dan komunikasi yang sangat pesat,” terang Nursyirwan Effendi

Menghadapi fenomena global village, urai Nursyirwan Effendi, perlu kesiapan dan perhatian serius masyarakat dalam menghadapi perkembangan dunia yang sudah semakin lintas batas sosial dan tanpa batas negara dan kedaulatan. Kesiapan masyarakat untuk menghadapi ini dapat ditelusuri dari tiga domain (bidang) sosial ekonomi, sosial politik dan sosial budaya, karena sasaran, pelaku dan penikmat adalah masyarakat terhadap kondisi global village.

“Maka, terkait dengan warisan budaya Minangkabay yang masih kita lihat dan rasakan hari ini, tentu saja harus kita pahami, kita kembangkan secara terus menerus sehingga makna dan nilai-nilainya terjaga, Dan ini kerja bersma semua elemen masyarakat,” katanya.

 Nusyirwan Effendi juga mengatakan, jika bicara globalisasi, masyarakat Minangkabau ini sudah lama berada dalam era ‘globalisasi’ ini.  Sektor pendidikan dan perdagangan sudah lama sekali dilakoni orang Minangkabau.

Sejak dulu orang Minangkabau sudah mengajari dunia tentang globalisasi dagang dengan produksinya. Selain itu, sistem sosiopolitik, juga orang Minangkabau yang mengajari dunia. Di dunia ini hanya dua sistem bentuk pemerintahan atau negara, yaitu aristokrasi dan demokrasi. Orang Minangkabau sudah menjalankan sistem ini, yaitu dalam kelarasan Datuk Katumanggungan (aristokrasi) dan Datuk Perpatih Nan Sabatang (demokrasi).  Warisan budaya Minangkabau sudah lama dipakai masyarakat di Malaysia, terutama di Negeri Sembilan.    

“Jadi dengan tiga warisan besar, Minangkabau sudah lama menggelobal, mendunia.  Tapi jika dilihat kondisi dan fenomana yang terjadi saat ini di Sumatera Barat (Minangkabau), tiga warisan-warisan besar Minangkabau sudah tidak lagi berkembang, mengalami stagnan, dan malah mengecil,” kata Nusyisrwan Effendi.

Untuk itu, menurutnya, agar nilai-nilai warisan besar Minangkabau itu tidak tergerus, semua elemen dan unsur masyarakat harus bersama-sama bergerak, memberikan contoh, dan mengawasi.

Aresno Datuak Andomo  dalam nada kekhawatiran mencemaskan fenomena sosial dan perilaku masyarakat Minangkabau yang telah begitu banyak dan jauh menyimpang dari nilai-nilai adat dan agama. Menurutnya, perlu gerakan bersama-sama terutama dalam aspek pendidikan.

Saya berharap setiap KAN dan ninik mamak, bundo kanduang, dan unsur adat di nagari-nagari  melakukan penguatan keminangkabau melalui pendidikan. Keminangkabauan harus menjadi mata pelajaran wajib di semua jenjang pendidikan. Dan guru yang mengajarkan ninik mamak, tokoh adat, dan bundo kanduang.  Dan ini tertu perlu kita persamakan dan pemerintah bisa mengeluarkan regulasi untuk ini,” kata Aresno Datuak Andomo.

Dialog yang digelar di gedung lapangan bulutangkis direspons antusias peserta dialog saat sesi tanya jawab dibuka moderator.

Salah seorang bundo kanduang dari Pincuran Gadang Bungo Tanjuang dalam responsnya meminta agar semua pihak duduk bersama-sama untuk memperbaiki dimulai dari keluarga.

“Agar sinkron dengan mata pelajaran keminangkabauan yang untuk jenjang sekolah lanjutan atas sidah diajarkan. Jadi siswa atau generasi muda bisa menjalankan apa yang diajarkan tentang Sumbang 12 di bangku sekolah bisa juga diterapkan di rumahnya. Jangan bertolak belakang,”kata Bundo Kanduang ini.  

Pertunjukan prosesi adat perhelatan di Nagari Pitalah dan Bungo Tanjuang dalam Galanggang Arang WTBOS PasarPita Bunga

Galanggang Arang sebagai perayaan warisan budaya yang digelar di Nagari Pitalah  dan Bungo Tanjung dikesankan akan sebagai penguatan ekosistem Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto (WTBOS). Perayaan ini merupakan rangkaian kegiatan Galanggang Arang: Anak Nagari Merayakan Warisan Dunia, yang diselenggarakan  Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek, yang diawali dengan peluncuran  (kick off) program di Padang 19 November 2023 lalu.

WTBOS adalah salah satu Warisan Dunia dari Indonesia, yang telah ditetapkan  UNESCO pada 6 Juli 2019, karena dianggap memiliki sejarah dan ilmu pengetahuan  yang sangat penting bagi peradaban pada masa itu.

Selain dialog warisan budaya, Galanggang Arang Pasar Pitalah Bungo Tanjuang, Batipuah, yang digelar salama 2 hari itu juga dirayakan dengan menghadirkan seni dan budaya dua nagari ini. Pembukaan pada Jumat, 17 November dilakukan Bupati Tanah Datar Eka Putra. SSC/MN

 



BACA JUGA