
YEKA
Padang, sumbarsatu.com—Jika pemerintah mengabaikan dan membiarkan pembangunan kawasan Gedung Kebudayaan Sumatra Barat mangkrak dan tidak dilanjutkan, maka Pemerintah Provinsi Sumatra Barat dengan sadar dan sengaja melalukan penzaliman terhadap seniman sebagai peneriman manfaatnya.
Demikian pidato kebudayaan Yeyen Kiram, seorang perempuan aktivis dan jurnalis, dalam Panggung Ekspresi Seniman V, di Pelataran Parkir Taman Budaya Sumatra Barat, Sabtu 13 Mei 2023.
“Ruang publik seperti Taman Budaya berbeda dengan taman-taman lainnya. Karena di sana ada kekhasan dan unik. Di Taman Budayalah segenap karsa, rasa dan cipta berkelindan sesuai bakat dan minat. Maka, penyelesaian pembangunan gedung kebudayaan sebuah keharusan,” katanya dengan suara lantang membelah malam.
Menurutnya, jika dilihat ke belakang, Taman Budaya Sumbar punya nilai-nilai sejarah yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Sejak Gubernur Harun Zein, Azwar Annas, Hasan Basri Durin sampai ke Gamawan Fauzi, Taman Budaya tidak hanya mengolah dan menemukan hal-hal baru dalam berkesenian, akan tetapi juga tempat adu ide, diskusi budaya yang kemudian ditindaklanjuti oleh pemangku kepentingan.
"Tidak jarang kita lihat pejabat ke Taman Budaya, diskusi dengan Chairul Harun, AA Navis, Wisran Hadi, Makmur Hendrik, Darman Moenir, Hamid Jabbar dan lain sebagainya,” jelas Ketua Perkumpulan Cagar Budaya (PBC) Padang ini.
Panggung Ekspresi yang diselenggarakan Forum Perjuangan Seniman Sumatera Barat (FPSSB) ini, terus menggelarnya setiap tanggal 13, sampai pihak berwenang menanggapi tuntutannya, yakni segera selesaikan Gedung Kebudayaan sesuai rencana semula.
“Tidak membiarkan zone B (Taman Budaya) mangkrak, dan merubah fungsi Zone C menjadi hotel bintang,” tambah Syarifuddin Arifin, Koordinator kegiatan.
Selaian orasi budaya, panggung dihiasi pula dengan penampilan tari-tarian dari grup Cahayo Bondo dan Yogi Astra membawakan dua lagu yang diiringi KPJ Sakato, baca puisi oleh Deslenda, Andria C Tamsin, Armeyn Sufhasril, Irmansyah Ucok, dan dimeriahkan dengan Grup Band Mola Dikao pimpinan Erwin Awal, serta sebuah renungan Yudilvan Habib Datuak Monti. SSC/MN