OLEH Yenny Narny
Perjalanan kami kali ini dibuka dengan hangatnya mentari pagi yang mengiringi kami sampai ketempat tujuan yaitu Geopark Danau Singkarak. Geopark menurut UNESCO adalah sebuah konsep taman bumi yang bertujuan untuk melindungi suatu kawasan lindung berskala nasional ataupun internasional dengan kekayaan warisan geologi yang khas dan memiliki nilai estetika yang dapat dikembangkan dalam suatu model pengelolaan yang terintegrasi dalam aspek konservasi, pendidikan, dan pengembangan ekonomi lokal.
Danau Singkarak adalah danau terbesar kedua di Sumatra setelah Danau Toba. Danau ini terbentuk akibat aktivitas tektonik dari Sesar Semangka. Proses pembentukan alami dari aktivitas sesar yang ada di daerah tersebut membuat Danau Singkarak memiliki keunikan tersendiri.
Keunikan itu terlihat dari letaknya yang berada pada Patahan Sumatera, kemudian dari segi fauna yang hanya bisa hidup pada danau itu saja, serta budaya masyarakat sekitarnya.
Rute perjalanan untuk sampai ke Geopark Singkarak ini membutuhkan waktu tempuh 3-4 jam perjalanan dari Kota Padang dengan akses jalan yang mudah dilalui oleh kendaraan roda empat maupun roda dua. Walaupun memakan waktu yang cukup lama tetapi kami dimanjakan dengan pemandangan bentang alam danau yang dikelilingi bukit nan indah. Bukan hanya itu masyarakat di daerah tersebut juga sangat ramah kepada para pengunjung yang datang. Tidak salah jika tempat ini menjadi salah satu tujuan yang dapat memanjakan mata.
Wilayah Danau Singkarak ini dikelilingi oleh 13 nagari yang terletak di antara 2 kabupaten di wilayah Sumatra Barat, yakni Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Solok. Wilayah nagari yang berada di Kabupaten Solok, yaitu Nagari Paninggahan, Muaro Pingai dalam kecamatan Junjung Sirih, Nagari Saniang Baka, Sumani, Singkarak, Tikalak, dan Kacang dalam Kecamatan X Koto Singkarak.
Kemudian nagari yang masuk di wilayah Kabupaten Tanah Datar, yaitu Nagari Simawang, III Koto dalam Kecamatan Rambatan, serta Nagari Batu Taba, Sumpu, Padang Laweh Malalo, Guguak Malalo dalam Kecamatan Batipuah Selatan.
Tiap- tiap nagari yang ada memiliki karakteristik masing-masing. Salah satu nagari yang kami singgahi dalam pejalanan ini, yaitu Nagari Sumpu. Untuk sampai ke nagari ini kami harus memasuki persimpangan jalan.sebelah kanan dari jalan raya. Pada simpang masuk itu terdapat plang informasi yang bertuliskan “Desa Wisata Kampung Minang”,
Kami kemudian diperkenalkan dengan beberapa jenis rumah gadang di desa ini. Jenis-jenis rumah gadang yang ada di antaranya Rumah Gadang Alang Babega atau yang disebut juga dengan Rumah Baanjuang. Masyarakat sekitar lebih akrab dengan panggilan tersebut. Rumah gadang ini termasuk dalam rumah kelarasan Koto Piliang. Kemudian ada juga Rumah Gadang Gajah Maharam. Rumah ini termasuk pada kelarasan Bodi Caniago. Selanjutya ada juga rumah gadang Surambi Papek Aceh. Rumah gadang ini hanya tersisa dua di Nagari Sumpu. Terakhir ada rumah Nasi Sabaka. Karikaturnya berbentuk rumah gadang tetapi tidak memiliki gonjong. Beberapa jenis rumah gadang ini yang menambah keunikan desa wisata tersebut.
Perbedaan nagari ini dengan nagari lainnya terlihat dari memiliki 4 jenis rumah gadang yang dimiliki dalam satu nagari, biasanya hanya terdapat satu atau dua jenis rumah gadang dalam suatu nagari.
Setelah melihat keunikan rumah gadang dengan indahnya danau kami pun beristirahat di sebuah homestay Siti Fatimah. Homestay ini menyuguhkan rumah gadang dengan menghadirkan suasana perkampungan lama Minangkabau untuk para wisatawan yang datang.
Hari berikutnya kami pun masih melanjutkan kegiatan di Nagari Sumpu, Sembari mengelilingi nagari tersebut kami pun banyak menemui tempat-tempat indah yang masih asri memberikan energi positif bagi kami. Serta melihat stasiun kereta api Sumpu peninggalan Belanda yang tidak terawat,jika terawat pasti akan menambah objek wisata sejarah pada Nagari Sumpu.
Malam harinya kami pun bersiap-siap untuk pulang, sungguh pengalaman yang indah di Desa Wisata Kampung Minangkabau.