
SCAN
Padang, sumbarsatu.com—Memasuki pintu utama Galeri Taman Budaya Sumatra Barat, Anda dihadapkan langsung dengan kursi kosong—sebuah simbol singgasana kekuasaan—karya Muhammad Irvan berjudul “Candu Zaman” dengan balutan di kedudukannya beragam kalimat, antara lain “Sale”, “Pemberantasan Korupsi di Akhir Tahun”, dan lainnya. Letaknya agak tinggi. Latarnya ada lukisan. Menoleh ke sebelah kanan, di pajang sederetan pakaian anak-anak. Bak dijemur di tali jemuran. Judunya “Jemuran” karya seniman Yossi Hilda Farera.
Begitulah representasi dan konstruksi pemajangan karya 25 orang perupa dari Sumatra Barat yang dipamerkan dalam “Pameran Media Campuran (Mixed Media) Snai…!” sepekan ke depan, 20-27 Agustus 2022 Galeri Taman Budaya Sumatra Barat. Pameran ini dibuka Syaifullah, Kepala Dinas Kebudayaan Sumatra Barat dan dihadirii Supriyadi, Kepala UPTD Taman Budaya Sumatera Barat, serta tentu saja para seniman, budayawan, dan masyarakat pencinta seni pada Sabtu malam (20/8/2022).
Menurut Iswandi Bagindo Parpatiah, kurator pameran, mengetengahkan tema “Snai” pada pemeran seni rupa mixed media bertujuan membebaskan para perupa untuk berinovasi dan bereksplorasi dengan media atau medium untuk mendapatkan ruang jelajah estetika yang lebih luas dalam berkarya.
“Konsep media campuran ini sebagai titik pijak berkarya dan memberikan sentuhan tertentu terhadap berbagai material, juga sekaligus sebuah usaha mengatasi keterbatasan yang ada dalam berkarya. ’Snai’ sebagai tema tidak semata berkutat dalam persoalan media dan keteknisan, namun lebih dari itu, ‘Snai’ juga berada di wilayah gagasan dan ide dalam berkarya,” kata Iswandi, kepada sumbarsatu, Senin (22/8/2022) di Padang.
Dengan demikian, urainya, terbuka ruang bagi perupa untuk merespons serta mengkaji ulang (re-defining) peristiwa-peristiwa yang terjadi di tengah-tengah kecamuk berbagai persolan dan krisis yang sedang terjadi baik di tingkat lokal maupun global.
“Seniman Sumatra Barat, terutama perupa, tentu harus membaca gejala-gejala ini. Karya seni diharapkan mampu menjadi sebuah artefak yang selalu diingat dan mampu membangun kesadaran bersama tentang pentingnya memperjuangkan nilai ideal kehidupan, kebenaran, keadilan dan budi pekerti yang luhur,” jelasnya.
Pemaknaan tentang media campuran sebagai dasar dan konsepsi pameran ini dielaskannya, dalam sebuah karya seni rupa pada dasarnya dapat dicirikan menjadi tiga kriteria.
Pertama, karya yang dibuat dengan menggabungkan beberapa medium seperti cat, pensil, crayon, arang dan beberapa medium lainnya.
Kedua, karya yang dibuat dengan memanfaatkan beberapa material lainnya seperti besi, kayu kain, tali dan lainnya, melalui teknik kolase ataupun assembling.
Ketiga, karya seni rupa yang memanfaatkan perkembangan teknologi yang memunculkan gelombang baru gerakan new media art yang menggunakan inovasi teknologi sebagai sebuah medium karya seni.
“Dalam hal ini efek gerak, suara, cahaya dan video menjadi pilihan para perupa dalam berkarya,” tutur Iswandi, yang juga mengelola dan mengembangkan songket lama Minangkabau di Studio Songket Wastra Pinankabu di Nagari Canduang Koto Laweh, Agam.
Menurutnya, ‘Snai...!’ bagi generasi sekarang terdengar asing. Pada era 80-an dan 90-an di berbagai daerah di Sumatera Barat, kata ini sangat akrab diucapkan dalam komunikasi sehari-hari, yang artinya perkakas untuk membuat ulir.
Seperti halnya dalam kehidupan seharihari di masyarakat, istilah ‘snai’ pun cukup populer dalam dunia seni rupa khususnya seni rupa kontemporer Sumatera Barat, terutama pada tahun 90-an dan masih bertahan hingga saat sekarang.
“Makna ‘snai’ dalam komunitas seni rupa dipandang cocok untuk menyatakan memberikan sesuatu sentuhan tertentu terhadap bahan atau media dalam berkarya. Dalam pergaulan sehari-hari para perupa, kata ‘snai’ pun bersifat situasional, seperti ketika ada kolektor yang datang dan tertarik terhadap karya perupa tertentu, atau ada karya perupa yang terjual, maka muncullah pertanyaan, “Lai di snainyo..?”Atau dalam diskusi bedah karya sering kali kita mendengar, “Cubo disnai saketek lai..,” untuk menyatakan perlu adanya sedikit sentuhan artistik sebagai finishing touch dalam sebuah karya,” jelas Iswandi,
Sementara Syaifullah terkait dengan pameran ini mengatakan, Sumatra Barat tercatat sebagai salah satu kantong kesenian yang setiap waktu terus bergerak dan melahirkan para pelaku kesenian, khususnya para perupa.
“Banyaknya institusi-institusi kesenian serta bertumbuhnya kantongkantong seni dalam bentuk komunitas membuat pergerakan kesenian di daerah ini menjadi beragam dan dinamis,” kata Syaifullah.
Eksistensi para perupa asal Sumatra Barat dalam peta seni rupa Indonesia dapat dilihat dari partisipasi mereka dalam berbagai ajang pameran dan kegiatan seni rupa nasional yang sudah terjadi sejak lama baik secara individu maupun kelompok. Di sisi lain, Sumatera Barat pun cukup banyak menyumbang para perupa yang telah mencatatkan namanya dalam perjalanan seni rupa tanah air.
“Pameran seni rupa mixed media dengan tema Snai...! kali ini lebih ditekankan kepada daya jelajah kreativitas dan inovasi para perupa Sumatra Barat dalam berkarya, khususnya dengan menjadikan bahan atau media sebagai landasan utama dalam berkarya seni rupa. Pemanfaatan berbagai macam media yang ada di sekitar dalam berkarya melalui berbagai teknik dapat dipandang sebagai suatu solusi untuk tetap bereksplorasi dan menghasilkan capaiancapaian kreatif di tengah keterbatasan yang ada sejak periode pandemi beberapa tahun terakhir,” tambahnya.
Sejalan dengan hal tersebut, pameran ini juga sebagai tanggapan terhadap perkembangan aktual aktivitas seni rupa Sumatra Barat hari ini. Beberapa tahun belakangan kita melihat adanya kecenderungan berkarya seni rupa dengan menggunakan berbagai media dan teknik dalam satu karya sehingga memunculkan gagasan-gagasan estetik yang baru dan lebih segar.
Pameran Snai yang diikuti oleh 25 orang peserta patut diapresiasi sebagai sebuah upaya menjaga geliat berkesenian terutama senirupa di Sumatera Barat. Di sisi lain pemilihan mixed media sebagai fokus pada pameran kali ini tentunya memberikan atmosfer yang berbeda bagi para penikmat seni rupa dan diharapkan dapat memberikan inspirasi dalam bereksplorasi untuk upayaupaya kreatif lainnya dalam lingkup yang berbeda.
“Selain wadah apresiasi bagi masyarakat secara luas, pameran Snai juga merupakan ajang silaturrahim bagi para perupa lintas genre dan generasi. Di atas semua itu pameran ini merupakan catatan tentang eksistensi seni rupa Sumatra Barat dalam wacana kebudayaan Indonesia,” ulasnya.
Tingginya intensitas pameran yang dilaksanakan di Galeri Taman Budaya Sumatra Barat direspons dan diapresiasi Supriyadi, Kepala Taman Budaya Sumatra Barat.
Ia menjelaskan, hingga bulan Agutus 2022 ini, Taman Budaya telah menyelenggarakan enam pameran seni rupa, yaitu Pameran Jelajah Kreativitas Rumah Kancil, Pameran Kaligrafi Merayakan Identitas, Pameran Seni Rupa Garih FBS, Universitas Negeri Padang, Pameral New Moral #2 Transisi, dan Pameran Interior Kolaborasi SMK 4 dan SMK 8 Padang.
Di samping juga memfasilitasi pameran yang dilaksanakan oleh komunitas seni, seperti Pameran Fotografi Prodi Fotografi ISI Padang Panjang, Pameran Fotografi UKM Andalas Sinematografi Universitas Andalas, Padang, dan Pameran Seni Rupa Pekan Nan Tumpah.
Ia mengatakan, hal yang menggembirakan tampak dari banyaknya seniman yang ikut mendaftar dalam seleksi terbuka dan mengajukan karya-karya dengan konsep penciptaan yang menarik dalam Pameran Media Campuran Snai…! ini.
“Pengembangan kreativitas masyarakat seniman memang membutuhkan dukungan ekosistem yang baik, tidak hanya bertumpu pada tangan pemerintah, namun juga perlu adanya kolaborasi berbagai pihak yang beran, baik seniman, lembaga seni atau komunitas, manajemen seniman, akademisi, jurnalis budaya, maupun dunia usaha yang dapat menjadi apresian karya seni dengan mengoleksi atau memanfaatkan karya seni yang diciptakan para seniman,” kata Supriyadi.
25 perupa setelah karyanya dikurasi, adalah Alberto, Alex Fitra Junaidi, Bayu Rahmad Trisya, Benny Saputra, Berly Destionanda, Dwi Hidayat, Erlangga, Hendra Sardi, Herizqy, Imam Teguh, Jesca Delaren, Jon Wahid, Kapten Moed, Kelompok Indonesiasia, M. Fauzul Kiram, Milpi Chandra, Mohamed Fajar Gazali, Muhammad Irvan, Nasrul Palapa, Neneng I. S. Nengolan, Romi Armon, Syafrizal, Yasrul Sami B, dan Yossy Hilda Farera. Selama pameran, juga dihadirkan pementasan musik dan musikalisasi puisi. SSC/NA