
Buru babi di Nagari Duo Koto, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatra Barat - Foto Dok Humas Agam
Laporan Nasrul Azwar (Jurnalis sumbarsatu.com)
Bau tanah menguap ke seantero hutan lebat itu. Aroma khas alam atau petrikor semerbak meruak setelah hujan menyiram kawasan Nagari Duo Koto, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatra Barat, pada Minggu (27/12/2020) malam.
Pada Minggu pagi nan lembab, empat hari jelang tutup tahun 2020, sebuah perhelatan akbar budaya tengah dilangsungkan. Namanya Alek (Helat) Nagari Buru Babi dan Wisata.
Sepagi itu pula, kawasan hutan seluas 94 hektare yang berbukit dengan hamparan sawah menghijau di lerengnya, dengan jalanan setapak yang lembab, sudah dipenuhi ribuan para penggemar buru babi dan tentu saja bersama dengan anjing-anjing peburu yang terlatih. Buru Alek (Buru Besar) akhir tahun 2020 didatangi ribuan para pecinta olahraga buru babi tradisi ini dari Riau, Jambi, Bengkulu, Jakarta, Jabar, dan dari berbagai daerah se-Sumatra Barat. Mereka datang membasmi hama babi agar petani bahagia.
“Kita bersinergi dengan Persatuan Olahraga Buru Babi (Porbi) seluruh tingkatan dan masyarakat Nagari Duo Koto. Buru babi bertujuan menumpas hama babi juga ruang silaturahmi, memperat rasa bersaudaraan. Selain itu, aspek ekonomiya buru babi menggerakkan ekonomi keluarga masyarakat. Pondok-pondok di ladang disulap sementara jadi kedai kopi. Warga membuka tenda berjualan nasi, gorengan dan kopi. Selain itu, tradisi buru babi ini memperkenalkan lebih jauh Nagari Duo Koto ke masyarakat luas,” kata Joni Safri, Wali Nagari Duo Koto, usai pembukaan secara adat Alek Buru Babi Akbar ini.
Kendati dilaksanakan dalam kondisi pandemik Covid-19, para penggemar buru babi tetap menerapkan protokol kesehatan dengan memakai masker. “Kita tetap tegaskan semua tetamu harus mengenakan masker dan tetap jaga jarak,” jelasnya.
Buru babi di Sumatra Barat--foto dok humas agam
Suara kuai (teriakan) muncak buru (sosok yang mahir melacak jejak babi hutan) membahana di tengah suarariuh anjing-anjing yang menyalak minta dilepas talinya. Suara muncak itu sebagai pedoman bagi peburu. Jika muncak meneriakkan “Babi lari arah bawah, perkuat posisi di sana!”, maka peburu sudah siap-siap melepas anjingnya sesuai dengan posisinya. Tak sampai satu menit muncak bersorak, tampak tiga ekor babi hutan berlari kencang menuruni pinggang bukit. Bersamaan dengan itu, puluhan ekor anjing “ditembakkan” pemiliknya. Kalung anjing dilepas. Anjing melesat seperti dari tangan tuannya. Sasarannya 3 ekor babi tadi.
Sepuluh menit kemudian, babi itu terpekik sejadi-jadinya. “Alah rabah ma. Saikua baru (sudah rebah, tapi baru satu ekor),” kata Muhammad Ikhwanto (40), salah seorang penggemar buru babi sekaligus pengrajin kalung atau kala anjing peburu kepada penulis.
Tak lama, 2 ekor babi hutan yang tersisa di tengah riuh rendak salak anjing, juga menyusul kawannya. Tak sampai 15 menit, tiga ekor babi rebah dengan menyisakan kepalanya saja: isi perut dan dagingnya ludes dilahap ratusan anjing. Anjing-anjing dengan penuh lumur darah yang melekat di muncungnya, kembali ke tuannya. Dan kalung dikenakan ke lehernya kembali.
Sepanjang buruan dibuka tak bisa dihitung jumlah pastinya berapa babi yang rebah (mamatatah) di galanggang itu. Tetamu terlihat senang. Candu lepas. Muncak Maruhun (tua buru) yang baru turun dari bukit itu juga puas karena berhasil mengeluarkan puluhan babi hutan dari sarangnya. Anjing lupak (warna kopi susu) pencari jejak babi hutan miliknya ikut melompat-lompat kegirangan.
“Kita senang. Alek buru babi berakhir sukses. Ada banyak kandiak (babi) yang rebah. Semoga petani kita bisa nyaman berkebun. Terima kasih semua dunsanak atas partisipasinya. Semoga selamat sampai ke rumah-rumah masing-masing,” kata Wali Nagari Duo Koto didampingi pengurus Porbi Agam dan Muncak Maruhun serta tokoh masyarakat.
Tergerus Nilai-nilai dan Etika
Tradisi buru babi di Minangkabau bukan hadir tiba-tiba. Buru babi yang kini sebagai olahraga itu, tak bisa dilepas dari tatanan kehidupan sosial budaya di nagari-nagari Minangkabau. Buru babi merupakan jenis permainan yang telah berkembang sejak lama. Prinsip buru babi adalah kebersamaan dan silaturahim selain tentu saja mengurangi populasi musuh petani ini yang dibangun dengan rasa badunsanak, kekeluargaan dan saling menyantuni.
Jika ada misalnya, salah seorang peburu babi yang terluka diseruduk babi atau kecelakaan lain saat berburu, maka saat itu juga—tanpa komando plastik kresek atau kadang topi “berjalan” dari tangan ke tangan beriuran secara suka rela membantu meringankan beban yang tertimpa musibah.
“Kadang bisa mencapai Rp2,5 juta sumbangan terkumpul. Ini modal sosial dan bentuk solidaritas para peburu babi. Saya tak tahu sejak kapan ini dimulai. Tapi yang jelas ini positif,” ulas Muhammad Ikhwanto.
Buru babi dalam tradisi komunal Minangkabau telah berlangsung sejak dulu kala. Menurut Budi Badua Sutan Sati (45), salah seorang tuo buru di Tanjung Raya, tradisi komunal inilah yang terus memperkuat solidaritas di antara penggemar buru babi.
“Dan itu terlihat misalnnya saat terjadi musibah adanya anggota diseruduk babi hingga luka atau kecelakaan lainnya. Spontan mereka beiuran. Inilah yang membuat buru babi ini tak pernah sepi. Rasa kekeluargaannya tinggi,” jelas Budi Badua yang punya anjing peburu 2 ekor ini.
Kendati begitu, jelasnya lebih jauh, buru babi saat ini sudah mengikis tata cara bersopan santun di gelanggang buru babi. “Mungkin karena generasi baru penggemar buru babi kurang mengikuti proses ritual adat saat membuka perhelatan buru babi.
“Biasanya dalam ritual sebelum buru babi dimulai, antara si pangka (tuan rumah) dan si alek (tetamu) terjadi dialog adat yang penuh nilai dan norma sosial. Di sinilah kita bisa memahami tentang etika itu,” urai Budi Badua yang telah mulai berburu 25 tahun lalu.
Ia mencontohkan, untuk melepas anjing saja saat berburu, sebaiknya minta izin kepada orang yang berada di depan kita. “Jangan dilepaskan begitu saja anjing kita, sementara di depan kita ada orang lain. Sebaiknya kita minta izin dan menggeser agak ke depan orang itu, baru anjing kita dilepaskan,” terangnya. “Sekarang ini tak ada itu lagi. Malah kadang anjing itu melompati orang yang ada di depannya. Jelas ini tak sopan. Kata orang anak “indak bataratik” (tak bertika), kurang ajar tak beradat,” tegas Budi Badua.
Menurutnya, hal-hal begini perlu ini dibincangkan lagi dalam kepenguruan Porbi, baik itu tingkat provinsi, kota, kabupaten, kecamatan, dan tingkat nagari. Libatkan KAN dan pemuka masyarakat dalam setiap alek buru babi digelar. “Ritual adat jangan ditinggalkan saat buru babi digelar di sebuah nagari. Buru babi itu bukan sekadar olahraga tetap melestarikan nilai-nilai, norma, dan etika bermasyarakat, serta budaya tradisi Minangkabau,” kata sosok yang sukses sebagai petani ini.
Buru Babi dan Pengembangan Usaha
Sementara itu, Muhammad Ikhwanto, selain buru babi sebagai kegemarannya sejak lama, arena yang selalu diikuti banyak orang ini, ia manfaatkan untuk perluasan dan membuka jaringan usaha kerajinan kalung atau kala anjing berburu dengan beragam aksesorisnya.
Kalung/kala anjing peburu merupakan usaha kerajinan rumahan Muhammad Ikhwanto yang selalu menggunakan jasa pengiriman JNE karena selalu tepat waktu sehingga pemesan selalu bahagia ketika pesanan sampai di rumah. foto dok Atos
“Saya selalu mengikuti buru babi yang diadakan Porbi di Sumatra Barat ini. Apalagi jika itu buru alek (buru babi besar lintas provinsi). Hal ini saya lakukan karena usaha saya ini berkaitan dengan para pecinta buru babi. Buru alek itu hari rayanya peburu babi yang didatangi bisa mencapai minimal 5000-an pengggemar buru babi dari pelbagai pelosok. Saya berdagang kala atau kalung dan aksesorisnya di saat-saat berkumpul dan istirahat di lapau-lapau dalam arena buruan babi. Lapak saya buka,” terang Muhammad Ikhwanto yang akrab disapa Atos ini.
Sekali buka buru alek, tambah Atos, paling tidak bisa terjadi transaksi lima unit kala/kalung anjing beserta talinya.
“Pernah sekali, 10 unit kalung anjing beserta talinya yang saya bawa, habis terjual diborong rombongan dari Bengkulu saat buru besar di Kamang Magek beberapa bulan lalu. Biasanya, rata-rata terjual 5 unit kala saja. Harga satu unit rata-rata Rp450 ribu,” urai Atos.
Ia mengaku, memulai berjualan di galanggang buru babi hasil kerajinan rumahannya ini sejak lima tahun lalu. Biasanya ia membuat kala anjing berburu itu jika ada pesanan. “Sebelumnya saya membuat dan menjual kala anjing biasa untuk sehari-harinya.”
JNE yang Ramah
Selain memanfaatkan arena buru babi untuk berdagang, Atos juga memperluas jangkauan hasil kerajinannya ini melalui media sosial. Ia telah punya akun media sosial, baik itu Facebook, Instagram, dan juga grup-grup penggemar buru babi di WhatsApp dan Telegram.
“Sekarang saya fokus pembuatan kala/kaluang anjing peburu, beserta aksesoris tali dan juga sarung pisau. Untuk kala biasa saya istrirahat dulu. Sudah lima tahun lalu. Saya menggunakan akun media sosial saya untuk berjualan dan promosikan kerajinan. Alhamdulillah, pesanan dari pelbagai peburu babi di pelosok tanah air, sudah banyak terlayani lewat akun saya. Lewat daring ini, rerata pengiriman ke pemesan mencapai 4-5 unit sehari. Masa sepi pemesanan saat memasuki puasa Ramadan. Saya juga melayani pemesanan langsung. Biasanya mereka datang ke rumah. Tapi saya tak memasukkan barang saya ke toko-toko,” jelas Atos.
Usaha yang ia geluti sejak 15 tahun lalu memanfaatkan rumahnya yang lumayan luas di Nagari Sianok Anam Suku, Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam, berjarak 5 Km ke Kota Bukittinggi.
“Jika dilihat dari domisili tempat tinggal pemesan sebagian besar dari Riau dan Bengkulu, disusul Jambi. Pernah juga mengirimkan ke Papua. Sebanyak 3 unit kala. Media sosial saya akui sangat membantu perluasan usaha kerajinan ini,” terangnya.
Tapi, jelasnya, satu hal yang sangat besar perannya, sekaligus memperkuat membangun kepercayaan pelanggan, yaitu jasa kurir pengiriman JNE.
“Sejak 2016 saya menggunakan jasa kurir pengiriman JNE. Alasannya karena tepat waktu sampai kepada pemesan, malah bisa lebih cepat dari ekspektasi yang dijanjikan. Selain itu, JNE ramah dan responsif melayani keluhan pelanggannya. Setiap barang sampai ke konsumen tanpa ada masalah, saya merasa JNE telah membagi kebahagian kepada semua orang yang terkait,” jelas Atos sembari menyebutkan, sepanjang dirinya menggunakan jasa kurir JNE ia belum pernah dikecewakan.
“Selama ini semua berjalan sangat baik. Saya tak pernah kecewa begitu juga orang memesan kerajinan saya. Semua sama-sama puas dan riang gembira,” sebut Atos. *
#jne
#jne30tahun
#connectinghappiness
#30tahunbahagiabersama