Olek Balai, Tradisi Tolak Bala Nagari Pulasan

RITUAL ADAT

Jum'at, 28/06/2019 11:21 WIB
Puncak Olek Balai berlangsung di Nagari Pulasan, Kecamatan Tanjung Gadang, Sijunjung, Kamis (27/6/2019).

Puncak Olek Balai berlangsung di Nagari Pulasan, Kecamatan Tanjung Gadang, Sijunjung, Kamis (27/6/2019).

Sijunjuang, sumbarsatu.com—Orang-orang saling melemparkan ampiang dan mengenai tubuh dan wajah. Tapi mereka tertawa. Tak ada kemarahan. Semua bersuka ria.

Beras ketan yang ditumbuk pipih digelimangi parutan kerambil dan gula pasir itu terus berhamburan, sebelum akhirnya jatuh ke tanah di ambang petang.

Doa telah dipanjatkan. Harapan digantungkan. Utang adat terbayarkan.

Begitulah, puncak Olek Balai berlangsung di Nagari Pulasan, Kecamatan Tanjung Gadang, Sijunjung, Kamis (27/6/2019).

Menurut A. Datuak Rajo nan Gadang (59), Penghulu Pucuk Nagari Pulasan, Olek Balai merupakan tradisi tolak bala Nagari Pulasan yang dilaksanakan sekali setahun, selepas Hari Raya Idulfitri.

"Olek Balai digelar agar masyarakat Nagari Pulasan terhindar dari penyakit, tanaman menjadi, dan ternak berkembang," terangnya.

Adapun prosesi Olek Balai tahun ini dimulai dua atau tiga hari setelah Hari Raya Idulfitri. Nan Tigo Jinih berkumpul, menggelar khotbah adat.

Kemudian lima belas hari setelah itu, datuak nan sapuluah memberi perintah kepada monti nan sapuluah untuk mencari kerbau.

Kerbau itu harus yang dipatutkan adat, yakni kerbau jantan berpusar-pusar dua yang disebut cukup atau berpusar-pusar empat atau yang disebut genap. Tidak boleh ganjil, sebab bisa menimbulkan pertengkaran dalam masyarakat. Begitu pula tanduknya harus tegak dan ekornya panjang berbulu.

"Kalau kerbau tidak sesuai, bisa menimbulkan bala. Harus dicari sampai dapat. Tak ada di Pulasan, dicari ke luar. Berapa pun harganya dibayar. Tak ada tawar menawar," tutur A. Datuak Rajo nan Gadang.

Setelah kerbau didapatkan oleh monti nan sapuluah diberi kabar kepada datuak nan sapuluah. Salingkuah parik, nan saamba tabek. Lalu pemuka masyarakat bermusyawarah di masjid.

Sepuluh hari jelang puncak Olek Balai, kerbau itu digembalakan oleh monti nan sapuluah. Dan sehari sebelum kerbau itu didabih, diserahkan kepada dubalang nan sapuluah, dijaga siang dan malam, tak boleh hilang.

"Harga kerbau untuk Olek Balai kali ini adalah Rp27 juta. Itu sumbangan dari masing-masing suku. Untuk biaya melangsungkan Olek Balai setiap kepala keluarga menyumbang dua liter beras. Saat ini jumlah KK 1.250 di Nagari Pulasan," kata A. Datuak Rajo nan Gadang, yang juga Kaur Kesra Nagari Pulasan.

Sebelum kerbau itu didabih, nan tigo jinih kembali bamupakek di balai panjang adat. Lalu diserahkan kepada A. Datuak Rajo nan Gadang, Suku Melayu Dalam, untuk memimpin prosesi dabih kerbau secara adat.

Esok paginya, kerbau itu dimasak bersama-sama untuk makan bajamba yang digelar ba'da Zuhur di halaman Kantor Wali Nagari Pulasan. Selain itu, masing-masing suku pun membawa hidangan untuk bajamba.

Sejak kamis pagi masyarakat berduyun-duyun ke luar dari rumah. Mengenakan pakaian nan paling cogah, bak hari raya. Mereka berkumpul di sekitar Kantor Wali Nagari Pulasan menunggu puncak Olek Balai dilangsungkan, makan bajamba dan saling melemparkan ampiang.

"Olek Balai adalah perhelatan balai. Sebuah perhelatan besar yang dilaksanakan di pusat keramaian, yaitu di halaman Kantor Wali Nagari yang terletak di samping pasar. Hari pekan Pulasan biasanya Jumat. Tapi Kamis ini los pasar terisi, banyak orang menggalas," terang Dramendra (29), pemuda Pulasan yang juga keturunan Datuak Rajo nan Gadang.

Tambahnya, tiga malam berturut-turut selama puncak Olek Balai juga dihadirkan hiburan saluang, orgen, dan salawat dulang.

Selain itu, diundang pula wali nagari se kecamatan Tanjung Gadang, perwakilan dari pemerintahan kecamatan dan Kabupaten Sijunjung.

"Pulasan adalah nagari tua. Datuak Rajo nan Gadang sekarang adalah yang kedua belas. Diperkirakan tradisi Olek Balai  sudah berlangsung sebelum Islam masuk ke Pulasan," kata Dramendra.

Terang A. Datuak Rajo nan Gadang, Pulasan tidak beraja ke Pagaruyung. Tidak bertampuk ke Jambu Lipo. Memiliki daerah kekuasaan tersendiri, dulu cakupan teritorialnya sekitar Kecamatan Tanjung Gadang sekarang.

Pisang Sikolek kolek hutan

Pisang limbatu nan bagotah

Adat bodi Koto Piliang bukan

Adat bodi Caniago antah

Pulasan merupakan kata dasar dari paulesan. Memiliki empat suku utama, yakni Malayu, Piliang, Caniago, dan Panai dan Patopang. n thendra



BACA JUGA