Miko Kamal: Cawapres Ma'ruf Amin Harus Tunduk pada UU Pemilu

SENGKETA PILPRES DI MK

Jum'at, 14/06/2019 07:44 WIB

Padang, sumbasatu.com—Sehubungan dengan perdebatan apakah anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) termasuk BUMN terkait dengan salah satu poin posita permohonan tim hukum Prabowo-Sandi, yang hari ini, Jumat (14/6/2019) dgelar sidang perdana di Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut Miko Kamal, SH., LL. M., PhD, Legal Governance Specialist, perdebatan tersebut dapat dianalisis dari perspektif konsep Ultimate Owners atau Ultimate Principals yang selanjutnya disingkat UO. UO adalah konsep yang menjelaskan bahwa pemerintah bukanlah pemilik yang sebenarnya sebuah BUMN atau perusahaan negara.

“Pemilik sebenarnya dari BUMN adalah masyarakat. Pemerintah hanyalah acting owner/principal BUMN atau AO,” kata Miko Kamal, Jumat (14/6/2019) di Padang.

Dijelaskannya, terminologi UO dan AO pertama kali ia perkenalkan dalam disertasi doktoralnya 'The Role of Board of Commisioners in Creating Good Corporate Governance of Indonesia's State-owned Enterprises'.

“Disertasi saya tuntas pada tahun 2011 di Macquarie Univ. Sydney,” jelas Pengajar dan Ketua Alumni Fakultas Hukum UBH ini.

Lalu, bagaimana menjelaskan maksud Pasal 227 huruf p UU No.  7/2017 (UU Pemilu) dari sudut konsep UO? Makna dari terminologi badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah dalam pasal tersebut harus dipahami sebagai perusahaan-perusahaan yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara. Tidak hanya perusahaan-perusahaan yang diberi label langsung BUMN atau BUMD.

“Pertanyaan selanjutnya, apakah, calon Wakil Presiden Ma'ruf Amin harus tunduk pada Pasal 227 p huruf UU Pemilu? Iya, sebab sebagian besar saham dan/atau modal Bank BNI Syariah dan Mandiri Syariah dimiliki oleh BUMN, yaitu Bank BNI dan Bank Mandiri yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh rakyat Indonesia,” urai Miko Kamal.

Karena itu, dari perspektif UO, terminologi badan usaha milik negara tidak terbatas hanya 115 perusahaan yang masuk dalam daftar BUMN seperti yg ada dalam link http://bumn.go.id/halaman/situs/. Tapi, semua perusahaan yang semua dan sebagian besar modalnya berasal dari negara;

“Apakah anak perusahaan BUMN termasuk dalam cakupan Pasal 227 p UU Pemilu? Dari perspektif UO iya, sebab sebagian besar saham anak perusahaan BUMN dimiliki masyarakat yang secara formal diwakili oleh BUMN.  Dengan demikian, calon Wakil Presiden Kyai Ma'ruf Amin memenuhi semua persyaratan yang diwajibkan oleh Pasal 227 huruf p UU Pemilu,” simpulnya.

Dikatakannya, terminologi UO dan AO kemudian juga pernag ia sampaikan ketika menjadi ahli yang dihadirkan oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Keuangan di Mahkamah Konstusi pada tahun 2013 dalam perkara Perkara 48/PUU-XI/2013 dan 62/PUU-XI/2013. “Intinya, saya menjelaskan bahwa posisi rakyat sebagai UO karena seluruh atau sebagian besar modal BUMN berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.”  

Anak Perusahaan Bukan Bagian BUMN

Sementara itu, seperti dilansir CNN Indonesia, Dian Puji Simatupang, pakar hukum administrasi negara menyebut, anak perusahaan bukan bagian dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Namun, ia menilai ada inkonsistensi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam hal BUMN dan anak usahanya.

Hal itu dikatakannya terkait gugatan sengketa Pilpres 2019 di MK yang diajukan oleh paslon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Dalam perbaikan gugatannya, pasangan ini mempermasalahkan posisi calon wakil presiden nomor urut 01 Ma'ruf Amin di BNI Syariah dan Bank Mandiri Syariah.

Di dua bank itu, Ma'ruf menjabat sebagai Ketua Dewan Pengawas Syariah (DPS). Salah satu tugasnya adalah memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan bank agar sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Kubu 02 menganggap dua bank itu bagian dari BUMN. Jabatan Ma'ruf sebagai Dewan Pengawas pun termasuk pelanggaran pemilu. Sebab, UU Pemilu mengatur syarat administrasi pengunduran diri dari BUMN saat mendaftar capres-cawapres. Walhasil, itu membuatnya harus didiskualifikasi dari Pilpres 2019.

"Pasal 227 huruf P UU Nomor 7 Tahun 2017 [tentang Pemilu] menyatakan seorang calon atau bakal calon dia harus menandatangani satu informasi atau keterangan di mana dia tidak boleh lagi menjabat satu jabatan tertentu ketika dia sudah sah mencalonkan atau ketika akan mencalonkan," kata ketua tim hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (10/6).

Bambang Widjojanto menyebut, posisi Ma'ruf di bank-bank syariah melanggar UU Pemilu.

Dian mengatakan, status Ma'ruf sebagai Dewan Pengawas di BNI Syariah tidak mengganggu keabsahan sebagai cawapres. Namun ia juga menyebut kasus ini tepat diajukan di sidang sengketa pemilu di MK karena dapat menjelaskan status anak usaha BUMN dalam hubungannya dengan keuangan negara.

"Saya kira tepat, nanti bisa dijelaskan dan kemudian justru menjadi pelajaran bagi pemerintah dan aparat penegak hukum bahwa anak perusahaan bukan BUMN dan tidak ada urusan dengan negara," katanya dikutip dari CNNIndonesia.com, Rabu (12/6) malam.

Sebab, Pasal 1 angka 1 UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN menyebutkan BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Sementara, BNI Syariah sebagai anak usaha BUMN diberi modal oleh BNI, tidak secara langsung dari APBN.

Dikutip dari situs resminya, mayoritas saham BNI Syariah dimiliki oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (99,94 persen). Sisanya dimiliki oleh PT BNI Life Insurance (0,6 persen).

Sementara, saham Bank Mandiri Syariah dimiliki oleh PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. sebanyak 99,99 persen dan PT Mandiri Sekuritas sebanyak 0,0000002 persen.

Meski begitu, Dian menyebut gugatan ini dapat memperlihatkan inkonsistensi MK soal status keuangan BUMN. Hal ini bisa jadi senjata makan tuan bagi lembaga negative legislator itu.

"Kerumitan ini terjadi karena pemerintah dan aparat penegak hukum (MK) melakukan persepsi seperti ini. Jadi senjata makan tuan," tuturnya yang juga pengajar di Universitas Indonesia itu.

Diketahui, pada 2013 MK mengeluarkan dua putusan uji materi berkaitan dengan status lembaga yang mendapatkan aliran dana tidak langsung dari negara.

Dalam dokumen putusan dua uji materi itu mempersoalkan Pasal 2 ayat (1) huruf g dan i Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.

Huruf g mengatur keuangan negara meliputi kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah.

Sementara huruf i menyebut keuangan negara meliputi kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.

Dua uji materi yang diajukan ke MK meminta pasal tersebut dinyatakan melanggar konstitusi. Sebab, Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 tegas mengatur keuangan negara digunakan seluas-luasnya untuk kemakmuran rakyat, bukan membiayai pihak lain. Namun, MK menolak petitum tersebut dalam dua kali uji materi.

"Putusan MK Nomor 48 Tahun 2013 dan Nomor 62 Tahun 2013 dua-duanya mempersoalkan pendanaan dari BUMN bukan menggunakan keuangan negara. Tapi diputuskan meskipun anak perusahaan, tapi mendapat dari keuangan negara, [perusahaan] itu adalah [bagian] negara," tutur Dian.

"Putusan MK menyatakan apapun urusan BUMN ke mana-mana bagian dari negara. Itu artinya salah MK juga memutuskan sesuatu yang tidak sesuai dengan teori," ucap Dian.

Sebelumnya, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari menyebut kedua bank itu bukan BUMN.

"BNI Syariah dan Bank Mandiri Syariah masing-masing adalah anak usaha, anak perusahaan BUMN," tutur dia. (SSC/Rel/CNN Indonesia)

Iklan

BACA JUGA