“Antropodipus” dalam Versi Teater Satu Lampung di SAF 2018

RANGKAIAN “INDONESIANA” SILEK ARTS FESTIVAL

Minggu, 18/11/2018 11:19 WIB
Pementasan Teater Satu Lampung (Foto Dok)

Pementasan Teater Satu Lampung (Foto Dok)

Padang Panjang, sumbarsatu.com—Mulai 19-22 November 2018, 7 kelompok teater dari pelbagai kota di Indonesia akan tampil dalam Silek Arts Festival (SAF), di Gedung Pertunjukan Hoeridjah Adam ISI Padang Panjang.

SAF 2018 merupakan platform Indonesiana yang diinisiasi Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kerja sama dengan Dinas Kebudayaaan Sumatera Barat, didukung ISI Padang Panjang dan Komunitas Seni Hitam Putih, akan menyajikan 7 kelompok seni teater dari pelbagai kota di Indonesia pada 19-22 November 2018 di Gedung Pertunjukan Hoerijah Adam ISI Padang Panjang.

SAF 2018 yang sudah dimulai sejak 7 September lalu dan akan ditutup pada 30 November 2018 di Kota Bukittinggi, dua pekan ke depan menghadirkan seni panggung. Untuk seni teater digelar di ISI Padang Panjang, musik di UNP, dan tari di Ladang Nan Jombang Padang.

Adapun 7 kelompok teater yang akan tampil di panggung SAF 2018 itu ialah Potlot (Palembang), Teater Salembayung (Pekanbaru), Payung Hitam (Bangdung), Teater Satu (Lampung), Studio Taksu (Surakarta), Indonesia Performance Sindydicate (Padang Panjang), dan Teater Nan Tumpah  (Padang).

Berikut akan kami turunkan secara berkala profil dan perjalanan kreatif kelompok-kelompok teater yang akan dipanggungkan pada SAF 2018.

"Antropodipus  Teater Satu Lampung

Kelompok teater yang didirikan 22 tahun lalu di Lampung mementaskan naskah Sophocles berjudul "Anthropodipus"  dengan sutradara Iswadi Pratama.

Sinopsis

Antro-Podipus adalah kinerja berdasarkan skrip klasik "Oidipus in colonus" oleh Sophocles. Kami menyebutnya "Anthropodipus" karena acara ini menggabungkan berbagai harta budaya di Indonesia serta Asia. Dan dengan membuat silat, seni bela diri khas Indonesia, sebagai sarana untuk membangun koreografi dan visualisasi berbagai peristiwa dalam naskah.

Penampilan “Antropodipus” dalam versi Teater Satu akan menjadi karya panggung yang berbeda dari drama klasik yang pernah ada sebelumnya. Ia tidak lagi terikat pada bentuk teater klasik yang sangat ketat dalam warna Yunani. Tetapi juga tidak hanya mencari kebaruan yang baru saja permukaan.

“Anthropodus” adalah karya yang mengaktualisasikan sejumlah konflik dalam bentuk dan bentuk visual yang dinamis dan tradisional dan perkotaan. sisi tradisional dari penampilan ini akan terasa dalam musik, silat dan tari. sedangkan nuansa perkotaan akan dinikmati dalam karakterisasi dan desain kostum.

Kombinasi dari semuanya diharapkan dapat menyentuh setiap lapisan pemirsa dari berbagai budaya dan negara.

Tentang Teater Satu Lampung

Teater Satu adalah komunitas seni nirlaba independen yang didedikasikan untuk semua aspek teater yang berbasis di Lampung, Sumatra, Indonesia. Didirikan pada 18 Oktober 1996, Teater Satu telah aktif terlibat dalam pengembangan masyarakat di berbagai bidang seperti pendidikan, budaya, sosial dan seni melalui pertunjukan seni, penelitian, diskusi dan seminar, pelatihan, apresiasi seni juga.

Hingga saat ini, Teater Satu telah memantapkan dirinya dalam skala nasional dan internasional dan telah memberikan penampilan terbaiknya di berbagai negara.

Menggunakan teater sebagai medianya, Teater Satu memainkan fungsi sosialnya di tengah masyarakat untuk menciptakan dan menumbuhkan wacana kritis.

Teater Satu telah menerbitkan dua buku catatan para aktornya tentang proses kreatif dan dua antologi puisi oleh Iswadi Pratama, pendiri dan Direktur Teater Satu.

Teater Satu Lampung sejak didirikan aktif meneyelenggarakan:

  1. Program-program pementasan mulai dari tingkat lokal/regional, nasional, dan Internasional.
  2. Riset budaya untuk penulisan buku dan seminar
  3. Workshop manajemen kelompok seni, manajemen panggung, penyutradaraan, keaktoran, dan artistik
  4. Festival di tingkat provinsi, regional Sumatera, juga festival yang bertaraf Nasional dan Internasional.
  5. Menyel Studio TaKsu dengan judul garapan Free of The Bridle 4 yang disutradarai Djarot B Darsono enggarakan kelas-kelas gratis untuk para pekerja teater di provinsi Lampung, Sumatera, dan nasional
  6. Membina Kerjasama dengan lembaga-lembaga pemerintahan terkait; Taman Budaya, Dinas Pendidikan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Dewan Kesenian. Juga bekerjasama dengan NGO seperti: Yayasan Kelola, Komite Anti Korupsi, Lembaga Advokasi Perlindungan Hak-Hak Perempuan dan Anak, NGO Lingkungan Hidup, dalam menyelenggarakan program-program lintas disiplin.
  7. Bekerjasama dengan lembaga-lembaga donor Internasional: USAID (USA), Ford Foundation (USA), MEE (Eropa), DSF (World Bank), dan HIVOS (Belanda)
  8. Mempresentasikan karya dalam event-event Internasional: ART SUMMIT VI (2011), Indonesian Performing Art MArts (2007), Horizone-Horizone Indonesia (Koln, Jerman, 2010), Asia-Eropa International Meeting (Melbourne 2009), Malaysia Performance Art Festival (2014), Asian Directors Festival (Jepang, 2016), Indonesia-Australia Collaboration (2017)

Tentang Iswadi Pratama

Iswadi Pratama lahir 8 April 1971 di Lampung adalah sastrawan Indonesia. Dia menyelesaikan kuliah di Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung.

Iswadi pernah menjadi redaktur budaya Surat Kabar Umum Sumatera Post dan Harian Umum Lampung Post, Bandar Lampung sebelum memutuskan berkesenian secara total.

Aktif sebagai aktor, penulis naskah, dan sutradara bersama grup teaternya, Teater Satu. Beberapa naskah teaternya, “Ruang Sekarat”, “Rampok”, “Ikhau”, “Nak”, “Menunggu Saat Makan”, “Dongeng tentang Air”, “Aruk Gugat”, “Nostalgia Sebuah Kota”,  “Kisah Kisah yang Mengingatkan”, “Orang Orang Setia”.

Bersama Teater Satu, Iswadi dua kali mendapatkan Hibah Senia dari Yayasan Kelola (2002 dan 2004) untuk pentas keliling di sejumlah kota di Indonesia. Dia juga mementaskan naskah-naskah puisinya dalam bentuk teater seperti “Nostalgia Sebuah Kota”, yang meraih peringkat ketiga GKJ Award 2003. Naskah ini dalam iven yang sama, menjadi naskah terbaik I.

Puisi-puisinya tersebar di berbagai media massa, selain terhimpun dalam antologi bersama: Gelang Semesta (1987), Belajar Mencintai Tuhan (1992), Daun-daun Jatuh Tunas-tunas Tumbuh (1995), Refleksi Setengah Abad Indonesia (1995), Antologi Cerpen dari Lampung (1996), Cetik (1996), Mimbar Abad 21 (1996), Hijau Kelon dan Puisi 2002 (2002), Pertemuan Dua Arus (2004), Gerimis (dalam Lain Versi) (2005, Asia Literary Review (2006), dan Terra (Australia-Indonesia, 2007).

Karya:

  1. Belajar Mencintai Tuhan (kumpulan sajak bersama Ahmad Yulden Erwin dan Panji Utama, 1992)
  2. Gema Secuil Batu (kumpulan sajak, 2008)
  3. Akting Berdasarkan Sistem Stanislavski, Sebuah Pengantar (ditulis bersama Ari Pahala Hutabarat, 2012)
  4. Harakah Haru (Kumpulan Sajak, 2015) (SSC)



BACA JUGA