Taragak Basuo, Alek Dunsanak di Daratan Eropa

MINANG SE EROPA 2018

Minggu, 04/11/2018 08:40 WIB
Selaksa di kampung halaman dalam “Alek Taragak Basuo” Minang se-Eropa, Jumat (3/11/2018) di Apeldoorn, Belanda (foto deni)

Selaksa di kampung halaman dalam “Alek Taragak Basuo” Minang se-Eropa, Jumat (3/11/2018) di Apeldoorn, Belanda (foto deni)

Laporan Deni Endriani Katrina dari Paris


Pada Jumat, 3 November 2018 orang Minang di Daratan Eropa menggelar acara Taragak Basuo Dunsanak Minang di  Kota Apeldoorn, Belanda. Ratusan orang Minang menyatu malapeh taragak. Kota Apeldoorn pun sepertin perkampungan Minangkabau. Mereka selaksa di kampung halaman ranah Bundo Minangkabau.

Berikut diturunkan laporan reportase dan pandangan mata Deni Endriani Katrina, urang awak yang sedang menempuh studi Program Doktor di Paris, Prancis. Selamat membaca.

Pukul 07.25 CET (Central European Time) kereta Thalys yang saya naiki dari Paris melaju menuju Amsterdam. Meski udara dingin dengan suhu berkisar di bawah 10 derajat namun langit biru menawan hati. Sepanjang jalan menuju utara Prancis, tampak salju tipis mulai menutupi tanaman.

Setelah 3 jam lebih perjalanan dengan kereta api, sekitar 10.45 CET kereta sampai di stasiun Amsterdam Central Station, Belanda. Perjalanan segera harus dilanjutkan menuju Kota Apeldoorn juga di negera yang sama. Saya sempat kesulitan melihat jadwal kereta di layar disebabkan oleh tidak adanya informasi langsung kereta dari Amsterdam ke Apeldoorn yang akan berangkat pukul 11.00 CET, yang ada hanyalah kereta ke Kota Berlin pada jam yang sama.

Lalu tanpa pikir panjang saya segera bertanya pada dua orang Belanda yang kebetulan sama-sama melihat jadwal kereta. Mereka sangat ramah, segera membantuku mencek jadwal kereta melalui aplikasi transportasi. Ternyata kereta menuju kota yang saya tuju adalah kereta yang ke Berlin tadi yang sama akan berhenti pada stasiun kota tersebut.

Sesampai di Kota Apeldoorn, saya dijemput Uda Rully di stasiun. Uda Rully, perantau Minang yang saat ini berdomisili di kota Anvers (Antwerpen) Belgia. Lalu kami menuju rumah Uni Irda, juga perantau Minang yang berasal dari Andaleh, Padang. Dia menyuruh saya untuk makan dulu.

”Ijan babaso-babaso di tampek Uni,” katanya.

Meski baru sekali bertemu, tetapi bertemu dengan urang awak nan ada di perantauan langsung serasa dunsanak dan suasana akrab. Hari ini Uni Irda masak lontong gulai toco, nasi dengan lauk randang, asam padeh ikan. Setelah berganti pakaian, lalu kami berangkat menuju lokasi alek.

Kegiatan “Alek Taragak Basuo” merupakan acara tahunan yang diadakan oleh Minang se-Eropa (MSE) sebagai ajang jumpa kangen sesama perantau Minang di daratan Eropa.

Berdasarkan kesepakatan panitia tahun lalu bahwa tahun 2018 akan diadakan di Kota Apeldoorn, Belanda.

Pukul 14.00 CET, kami sampai di gedung De Groene Hoven dan langsung menuju lantai dua. Setelah melakukan registrasi dan mendapatkan tiket masuk, suasana benar-benar cando di rumah gadang.

Ni Emy Koto yang bertugas di meja pendaftaran. Uni Rika Putri tampak sibuk menata makanan di atas meja sementara Uni Wahyudi sudah terlihat siap dengan penampilan cantik dilengkapi suntiang anak daro.

MSE adalah hasil pemikiran Uda Andriano sejak lama untuk membuat alek basuo urang Minang se-Eropa. Kemudian dia mendiskusikan ide ini dengan istrinya, Uni Emy Koto, dan istrinya pun setuju. Duo perantau dari Lugano, Swiss ini pun mengutarakan lebih lanjut ke Uni Rika Putri yang tinggal di Kota Uddel, Belanda.

Selanjutnya maminta sipaik ke Uni Eliza yang telah merantau di Belanda lebih dari 30 tahun. Dari empat orang inilah akhirnya MSE resmi dibentuk tepatnya 11 Agustus 2012 di Apeldoorn. Kemudian kepanitiaan bertambah dengan kehadiran Uni Wahyuni dari Kota St Gallant, Swiss.

Para tetamu menikmati kegiatan “Alek Taragak Basuo” Minang se-Eropa, Jumat (3/11/2018) di Apeldoorn, Belanda (foto deni)

"Taragak Basuo" mampu merepresentasikan suasana di kampuang tacinto. Panitia memakai baju anak daro marapulai lengkap dengan suntiang. Panggung pun didekorasi seperti pelaminan.

Para tamu yang datang diwajibkan memakai baju anak daro marapulai atau baju kurung atau baju nasional. Tak lupa, para undangan membawa bendera negara mereka tinggal sekarang. Lebih dari 100 undangan hadir yang berasal dari Belanda, Prancis, Belgia, Jerman, Swiss, Norwegia, dan Inggris.

Tepat pukul 15.00 CET acara dibuka dengan tari Pasambahan kemudian dilanjutkan oleh pembacaam ayat suci Alquran oleh mahasiswa dari Paris.

Uda Datuak Andriano melanjutkan memberi kata sambutan. Acara berlangsung lancar dan meriah yang dibawakan oleh Uni Wahyuni, Uda Omen, dan Uni Deni. Selain menyanyikan lagu “Rumah Gadang”, “Kampuang nan Jauah di Mato”, serta “Ayam Den Lapeh”, para peserta juga diajak untuk senam poco-poco.

Tari piring yang dibawakan oleh perantau dari Cingkariang, Deni, sangat memukau para hadirin terutama sumando dari tanah Eropa. Acara berlangsung santai namun memikat hingga pukul 20.00 CET. Menu soto ayam dihidangkan sebagai appetizer, dilanjutkan dengan makan malam dengan menu nasi putih, randang, sayur kapau, ayam goreng, ikan bilih petai lado ijau dan banyak lagi. Tak lupa disediakan pula sala lauak, onde-onde dan agar-agar. Para tamu memuji masakan yang dihidangkan.

Makanan ini dimasak langsung oleh panitia alek dengan rasa cinta. Rumah Uni Rika Putri dijadikan sebagai tempat berkumpulnya panitia. Keakraban panitia semakin erat sejak MSE ini digelar beberapa tahun ini. Di antara mereka memberi gelar kepada yang lain. Uni Marini dari Bordeaux, Prancis, mendapat gelar Upiak Atong. Sementara itu Uni Wahyuni mendapat gelar Upiak Banun, Upiak Amba untuk Uni Emy Koto dan tuan rumah disematkan Upiak Mantiak.

Penampilan tari piring yang dibawakan Deni dalam “Alek Taragak Basuo” Minang se-Eropa, Jumat (3/11/2018) di Apeldoorn, Belanda. (foto deni)

Selain menikmati hidangan makanan khas Minang, kesenian tradisi Minang juga ditampilkan, ada juga nyanyi bersama, baca pantun oleh Uni Nilva, penarikan door prize, dan carito adaik.

Uda Zamry Aziz yang berdomisili di Versailles, Prancis, terlihat sangat menikmati acara ini. Meskipun baru kali ini bisa hadir dalam acara tahunan ini. Begitu pula dengan Uda Hendarsa, suaminya Uni Yet, yang meskipun berasal dari Sunda namun sangat antusias tampil bersama di panggung.

Sonja, anak gadih Uni Riri Van Putten, pun tidak kesulitan dalam memahami rentetan acara yang dibawakan dalam bahasa Minang yang disebabkan oleh dia paham dan fasih bahasa Minang sejak kecil. Uni cantik dari Swiss dengan balutan kaju kurung dan songket, yang mantan suaminya orang Minang, selalu terkesan dengan masakan Minang.   

“Alek Taragak Basuo” berlangsung sukses dan meriah. Acara ditutup dengan foto bersama dan foto perantau dari masing-masing negara. Kotak sumbangan berupa rangkiang tak lupa dijalankan sebagai wujud simpati MSE untuk dunsanak korban bencana banjir di kampuang tacinto. Negara tuan rumah MSE 2019 belum diumumkan. Diharapkan diadakan di negara yang berbeda.

Sebelumnya, kegiatan serupa diadakan Kota Wegberg, Jerman pada 2013. Pada 2014 diadakan di Apeldoorn, Belanda, tahun 2015 diadakan di Paris, Prancis, selanjutnya 2016 diadakan di Lugano, Swiss, dan pada 2017 diadakan di Hambourg, Jerman. (SSC)



BACA JUGA