Rektor UNJ Pecat Ketua BEM, Ini Reaksi dan Kronologisnya

Rabu, 06/01/2016 10:21 WIB
Ronny Setiawan

Ronny Setiawan

Jakarta, sumbarsatu.com—Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ronny Setiawan pada Selasa (5/1/20165) pukul 11.00 WIB sudah bukan lagi menjadi bagian dari mahasiswa Universitas Negeri Jakarta. Pasalnya pihak kampus telah menjatuhkan hukuman drop out (DO) atau dikeluarkan dari kampus yang dulu bernama IKIP Jakarta ini.

"Saya menyayangkan sikap Rektor UNJ atas dikeluarkannya Surat Keputusan pemberhentian dengan alasan yang sangat subjektif dan sulit dipertanggung jawabkan ini," ujar Ronny pada akun jejaring Facebook pribadinya yang diunggah pada Rabu (6/1/2016).

Ronny dituduh telah mengirimkan surat yang bernada mengancam pada Rektor UNJ, Profesor Djaali. Selain itu, Ronny juga dituduh melakukan tindak kejahatan berbasis teknologi, pencemaran nama baik dan tindak penghasutan.

Ronny menceritakan, awalnya pada Selasa (4/1/2016) Kasubbag Perkap MIPA UNJ, Sunaryo mengujungi rumahnya untuk mengantarkan surat pemberitahuan supaya kedua orang tua Ronny dapat hadir memenuhi undangan di ruang Dekan FMIPA UNJ. Akan tetapi, karena kedua orang tuanya saat itu sedang sakit lantas pada esok harinya Ricky Adrian selaku kakak Ronny yang datang mewakili.

Sesampainya di ruangan, Ronny dan kakaknya diminta untuk menunggu di ruang sidang satu karena dekan sedang berdiskusi dengan Kaprodi Pendidikan Kimia. Kemudian setelah Ronny dan Ricky menunggu cukup lama, tepat pukul 11.00 WIB Dekan Fakultas MIPA membacakan surat keputusan (SK) Rektor UNJ Nomor 01/sp/2016.

Surat tersebut berisi, "Memberhentikan mahasiswa atas nama Ronny Setiawan (3315111295) sebagai mahasiswa Universtas Negeri Jakarta dan karenanya kepada yang bersangkutan  tidak diperkenankan melanjutkan  studi di program studi pendidikan Kimia, FMIPA UNJ".

Menanggapi hal tersebut, Ronny juga menyayangkan sikap Rektor UNJ atas pencabutan haknya sebagai mahasiswa UNJ. Pasalnya, Ronny mengaku  telah menjalankan semua kewajibannya sebagai mahasiswa UNJ.

"Saya akan berupaya untuk mendapatkan kembali hak saya sebagai mahasiswa aktif," kata dia.

Inilah Kronologi

Dilansir republika.co.id, berdasarkan informasi dari akun jejaring sosial Facebook Ketua Koordinator Aliansi Mahasiswa UNJ Bersatu, Ahmad Firdausi memaparkan kronologi kejadian tersebut.

Demontrasi mahasiswa UNJ

Pertama, Rabu (23/12/15) Mahasiswa FMIPA UNJ melakukan aksi demonstrasi lantaran gedung mereka akan dipindah ke kampus A dari kampus B. Padahal, kata dia fasilitas di kampus A tersebut tidak memadai untuk akademik maupun untuk berorganisasi.

Kedua, (24-28/12/15) mulai muncul tulisan-tulisan anonim yang mengkritik Rektor UNJ. Salah satunya tentang permohonan UKT yang ditolak Rektor, carut-marut dan tidak amannya parkiran UNJ, simpang siur pelaksanaan KKN (Kuliah Kerja Nyata).

Selain itu, KKN yang tidak didanai kampus, pemutusan beasiswa PPA/BBM, Perubahan BEM Jurusan ke BEM Prodi, tidak ada jalur jelas tentang mekanisme UKT, dan menagih janji rektorat terhadap dosen FIS yang melakukan pelecehan seksual pada salah satu mahasiswi UNJ.

Ketiga, (27/12/15) akibat carut-marutnya permasalahan yang sama-sama penting dan segera menuntut diselesaikan, Firdaus berinisiatif mengumpulkan tim aksi fakultas se-UNJ dan Mitra Strategis BEM UNJ untuk berdiskusi.

"Kita perlu mengawal isu strategis ini kedepan, makanya kita perlu mengadakan diskusi," ujar Firdaus.

Keempat, Senin (28/12/15) undangan focus group discussion (FGD) bertema "UNJ Gawat Darurat!" tersebar. Rencana diskusi yang akan dilaksanakan pada Selasa sore di pelataran IKK FT UNJ disambut baik oleh seluruh mahasiswa UNJ.

Namun pada malam harinya sekitar pukul 21.00-23.00 WIB seluruh tim aliansi dan BEM UNJ mendapatkan undangan mendadak dari Dekanat Fakultas masing-masing.

Kelima, Selasa (29/12/15) setelah melakukan pertemuan dengan Dekanat masing-masing fakultas, hasil yang didapat serempak yaitu FGD dituduh sebagai awal rencana akan berlangsungnya demonstrasi lagi. Sehingga Dekanat meminta supaya FGD dibatalkan.

"Kami menolak dan kami tegaskan bahwa FGD akan tetap dilaksanakan apapun alasannya," ujar Firdaus

Keenam, Rabu (30/12/15) tim aliansi dan BEM UNJ mengirimkan surat permohonan untuk audiensi kepada Rektor UNJ. Adapun tujuan audiensi ini untuk meluruskan dan mengklarifikasi beragam isu yang beredar dan menghantui mahasiswa UNJ.

Firdaus mengatakan jika surat permohonan tersebut untuk audiensi tanggal 5 Januari 2016 sehingga ada tenggat waktu Rektor menjawabnya. Akan tetapi hingga ditunggu sampai 3 Januari 2016 belum ada respons positif dari Rektor.

"Di saat kita masih menunggu i'tikad baiknya, kawan saya Ronny justru mendapatkan surat panggilan untuk kedua orang tua," ujar dia.

Hingga akhirnya pada Selasa (5/1) Dekan FMIPA membacakan Surat Keputusan Rektor untuk mengeluarkan Ketua BEM UNJ, Ronny Kurniawan. "Alasannya, Ronny dinilai telah melakukan tindak kejahatan berbasis teknologi dan penghasutan yang dapat mengganggu ketentraman," ujarnya lagi.

Atas tindakan rektor yang dianggap sewenang-wenang ini, aliansi mahasiswa ini meminta seluruh mahasiswa UNJ untuk tidak berdiam diri.

Fahri Hamzah Tulis Surat Terbuka

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah membuat surat terbuka untuk Rektor Universitas Negeri Jakarta Prof Dr Djaali. Surat tersebut berisi penyesalan Wakil Ketua DPR ini atas tindakan Rektor yang menggunakan Undang-Undang ITE untuk mengeluarkan mahasiswanya.

"Dia kira dirinya siapa itu rektor, pakai UU ITE pecat mahasiswa," ujar Fahri Rabu (6/1/2016).

Fahri Hamzah

Fahri mengkritisi tindakan rektor tersebut. Pasalnya kata dia, seharusnya sang rektor bangga kampusnya memiliki mahasiswa-mahasiswa yang kritis. Artinya kata dia, pertanda nurani bangsa Indonesia masih hidup.

Fahri menduga, mungkin sang Rektor tidak pernah menjadi aktivis sehingga nuraninya tidak pernah terasah kritis. Mungkin juga dia tidak pernah keluar dari dalam laboratorium atau perpustakaan sehingga tidak bisa melihat dunia nyata yang selalu dinamis.

"Menyesallah Pak rektor karena Anda tidak pernah menjadi demonstran seperti mahasiswa yang Anda pecat. Menyesallah Pak rektor karena Anda bercokol lebih sebagai pejabat daripada penjaga kebebasan akademis," ujarnya lagi.

Fahri berharap supaya dunia akademik dibebaskan dari tekanan apapun selain tentang ilmu pengetahuan. Sehingga kebebasan berpedapat juga menjadi milik bersama dan seharusnya menjadi budaya yang memang sejak zaman dahulu terlahir di universitas-universitas. Jadi ketika mahasiswa justru dibungkam, maka ada simbol kekuasaan di dalamnya.

"Dan kalau Rektor telah berubah menjadi simbol kekuasaan itu, maka Rektor pun layak ditumbangkan," kata dia.

Fahri juga mengucapkan terima kasih kepada sang Rektor karena telah diingatkan. Bahwa, saat ini kebenaran telah dirampas dari ilmu pengetahuan dan semua menjadi kelam karena kebenaran tenggelam bersama dominasi kekuasaan.

"Mungkin ini pertanda yang berulang dalam setiap perubahan besar, bahwa kebenaran mesti diperjuangkan oleh keberanian," ujar dia.

Terakhir menurutnya, ini sudah pernah menjadi sejarah bagi Indonesia. Disetiap reformasi dan kemerdekaan keberanian kerap kali muncul bersama pemuda dan mahasiswa. (SSC)



BACA JUGA