Bakal “Meledak”, Hari Ini Penutupan PNT 2025: Seni, Salah Paham, dan Ruang Temu Komunitas

KENDATI TAK SATUPUN BATANG HIDUNG PEJABAT DISBUD SUMBAR MENCOGOK

Sabtu, 30/08/2025 12:20 WIB

Padang, sumbarsatu.com— Setelah berlangsung selama sepekan penuh, hari ini Sabtu (30/8/2025) Pekan Nan Tumpah (PNT) akan ditutup dengan menghadirkan pertunjukan teater Surat Tanpa Alamal dari Komunitas Seni Hitam Putih dan penampilan musik dari Komunitas Jaguank.

PNT yang dilaksanakan sejak 24 Agustus 2025 di Fabriek Padang—didukung penuh Dana Indonesiana LPDP Kementerian Kebudayaan ini—kendati tak satupun batang hidung para pejabat Dinas Kebudayaan Sumatera Barat yang mencogok, diperkirakan iven dipadati penonton dibandingkan hari-hari sebelumnya.

“Para pejabat di Dinas Kebudayaan Kebudayaan, dan UPTD turunannya pengen diundang pakai kop surat, memakai kalimat "Kepada yang Terhormat”, baru mereka mau datang. Padahal ini iven terbuka, dan undangan juga terbuka. Semestinya, sebagai institusi dan dinas yang sangat terkait dengan peristiwa kebudayaan dan seni, tak harus pakai surat-surat undangan segala untuk datang. Ini iven masyarakat seni. Enam hari gelaran, tak ada sama sekali apresiasi Dinas Kebudayaan ini. Padahal, jika mereka sadar, kehadiran Dinas Kebudayaan itu karena dorongan para budayawan dan seniman Sumatera Barat. Kalo takah ko tabiat Dinas Kebudayaan ancak tutuik se lah dinas ko!” kata seorang budayawan yang namanya tak mau ditulis ini, agak marah.

Ia memang tampak kesal sekaligus tak habis pikir karena tak ada apresiasi dan respons sedikitpun dari pihak Dinas Kebudayaan Sumatera Barat. Padahal PNT 2025 ini dihadiri pejabat dari Kementerian Kebudayaan RI, juga mendatang budayawan dan tokoh seni nasional seperti Afrizal Malna, Arung Wardana, T Wijaya, dan lain sebagainya. "Memang gila hormat pejabat-pejabat Sumbar ini!" 

Festival seni dua tahunan yang telah hadir sejak 2011 ini memasuki edisi ketujuh. Dalam perjalanannya, Pekan Nan Tumpah dikenal sebagai ruang temu penting bagi komunitas seni, akademisi, dan masyarakat lintas generasi di Sumatera Barat.

Ketua pelaksana Pekan Nan Tumpah 2025, Fajry Chaniago, menilai penyelenggaraan tahun ini terasa istimewa karena mengambil lokasi di Fabriek Padang, sebuah ruang alternatif yang sebelumnya tidak pernah menjadi titik kegiatan kesenian.

“Pekan Nan Tumpah 2025 ini sangat menarik karena lokasinya bukan di wilayah kesenian. Justru dengan itu, keterlibatan publik semakin terasa. Kemarin, satu hari menjelang penutupan, jumlah penonton meningkat drastis sampai menimbulkan antrean panjang di gerbang masuk dan ruang pameran,” kata Fajry Chaniago kepada sumbarsatu, Sabtu.

Festival kali ini mengusung tema: “Seni Murni Seni Terapan Seni Terserah: Jika Kamu Paham Semua Ini, Mungkin Kamu Salah Paham.” Tema ini, menurut panitia, bukanlah sebuah konsep besar atau tesis, melainkan refleksi atas kondisi seni hari ini yang tidak lagi bisa dipagari dengan batas-batas kaku. Seni sudah berada di titik di mana keaslian diragukan, eksistensinya banal, bahkan sengaja dibanalkan.

Agenda Penutup

Rangkaian kegiatan penutup hari ini dimulai sejak pagi dengan pameran dan lapak buku pada pukul 10.00 WIB, disertai diskusi seni bersama T. Wijaya dan Anggi Rusydi. Siang hari, pukul 13.30 WIB, dilanjutkan dengan pelatihan membuat gantungan kunci dari shrink plastik bersama Monobi Artspace.

Di panggung eksibisi, acara dibuka pukul 14.00 WIB oleh siswa SMA Negeri 2 Sijunjung dengan pertunjukan Indang Rantak Sarompak. Setelah itu, tampil kelompok Kelana Akhir Pekan dengan sajian musik, tari, rupa, dan teater, sebelum ditutup oleh atraksi Barongsai HTT Padang.

Sesi pertunjukan utama malam ini akan diisi dua karya teater. Komunitas Seni Hitam Putih menampilkan karya berjudul Surat Tanpa Alamat, sementara penutup festival dibawakan kelompok Jaguank dengan pertunjukan Narasini.

Semangat Festival Warga

Lebih jauh, Fajry Chaniago menekankan bahwa semangat Pekan Nan Tumpah tidak pernah dimaksudkan sebagai agenda tunggal milik Komunitas Seni Nan Tumpah semata.

“Pekan Nan Tumpah adalah ruang temu. Dari enam edisi sebelumnya hingga sekarang, festival ini dirancang bukan untuk memberi pemahaman, tapi menawarkan keterlibatan. Ia mengajak kita meninggalkan obsesi untuk paham, lalu bertanya dengan cara yang lebih jujur. Karena yang tersisa dari seni hari ini bukan tafsir tunggal, melainkan getaran. Dan sering kali, dari salah paham yang paling dalam, justru lahir percakapan yang paling penting,” ungkapnya.

Sejak penyelenggaraan pertama pada 2011, Pekan Nan Tumpah konsisten hadir setiap dua tahun sekali dengan ciri keterlibatan komunitas lintas disiplin seni. 

Pekan Nan Tumpah tahun 2011-2022 dilaksanakan di kawasan  Taman Budaya Sumatera Barat diselingi Gedung FBS UNP pada tahun 2019. Baru pada tahun ini, 2025, PNT dilaksanakan di luar Taman Budaya Sumatera Barat.

Dengan format yang cair, Pekan Nan Tumpah telah menjelma menjadi salah satu tonggak penting dalam dinamika seni pertunjukan, seni rupa, dan wacana kebudayaan di Sumatera Barat. ssc/ivan



BACA JUGA