Selasa, 23/12/2025 20:37 WIB

Pemkab Pasbar Perkuat Penurunan Stunting Melalui SKPP

 
Simpang Empat, sumbarsatu.com-- Pemerintah Daerah Kabupaten Pasaman Barat terus memperkuat upaya percepatan penurunan stunting melalui Strategi Komunikasi Perubahan Perilaku (SKPP) dengan melibatkan tokoh lintas agama dan budaya. 
 
Langkah ini dilakukan sebagai bagian dari penguatan kolaborasi lintas sektor guna mencapai target prevalensi stunting sebesar 12,11 persen pada tahun 2025.
 
Hal tersebut disampaikan Kepala Bappelitbangda Kabupaten Pasaman Barat, Joni Hendri, dalam kegiatan diskusi bersama lintas sektor dan tokoh masyarakat di Aula Bappelitbangda, Senin (22/12/2025). 
 
Dia menegaskan bahwa stunting merupakan persoalan multidimensi yang tidak memandang latar belakang suku, ras, etnis, maupun agama.
 
“Periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) merupakan fase yang sangat menentukan pertumbuhan fisik, kecerdasan, dan produktivitas anak di masa depan. Stunting tidak hanya persoalan kesehatan, tetapi juga dipengaruhi faktor sosial, budaya, dan ekonomi,” ujarnya.
 
Ia menjelaskan, berdasarkan berbagai penelitian, sektor kesehatan hanya berkontribusi sekitar 30 persen terhadap kejadian stunting, sementara 70 persen lainnya dipengaruhi faktor nonkesehatan seperti sanitasi, ketersediaan air bersih, perilaku hidup bersih dan sehat, serta pola asuh anak. Oleh karena itu, pendekatan komunikasi berbasis tokoh yang memiliki pengaruh kultural dinilai sangat strategis.
 
Berdasarkan data e-PPGBM Februari 2025, jumlah balita stunting di Kabupaten Pasaman Barat tercatat sebanyak 4.574 anak. Sementara itu, berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2024, prevalensi stunting Pasaman Barat masih berada pada angka 26,6 persen.
 
Ia menambahkan, Kabupaten Pasaman Barat memiliki karakter masyarakat yang heterogen, baik dari sisi agama maupun budaya. Berdasarkan Data Konsolidasi Bersih II Tahun 2023 Dinas Dukcapil, penduduk Pasaman Barat terdiri dari pemeluk Islam 97,7 persen, Katolik 1,62 persen, Protestan 0,67 persen, dan lainnya 0,1 persen. Secara budaya, masyarakat terdiri dari berbagai suku seperti Minangkabau, Jawa, Mandailing, Batak, dan lainnya.
 
“Tokoh agama dan budaya merupakan figur kunci yang memiliki mimbar dan jamaah. Mereka menjadi rujukan pengetahuan, penggerak masyarakat, teladan, sekaligus pendidik yang efektif dalam menyampaikan pesan perubahan perilaku,” jelasnya.
 
Dalam forum diskusi kelompok terarah (FGD), teridentifikasi sejumlah permasalahan yang masih menjadi tantangan percepatan penurunan stunting, antara lain rendahnya cakupan imunisasi dasar lengkap, rendahnya pemberian ASI eksklusif, minimnya konsumsi tablet tambah darah pada ibu hamil dan remaja putri, rendahnya akses sanitasi dan air minum layak, tingginya balita stunting di keluarga perokok, serta rendahnya kunjungan ke Posyandu.
 
District Officer Yayasan Cipta, Feri Irawan, menyampaikan bahwa Kabupaten Pasaman Barat masih menjadi salah satu lokus pendampingan Tanoto Foundation melalui Program Stunting 2.0. Program tersebut mengedepankan pendekatan kolaboratif dengan pelaksanaan di nagari percontohan, yakni Nagari Sasak, Nagari Giri Maju, dan Nagari Kapa.
 
Sementara itu, perwakilan Kementerian Agama Kabupaten Pasaman Barat, Parmohonan, mengungkapkan masih adanya penolakan imunisasi dasar lengkap akibat minimnya sosialisasi dan maraknya hoaks di masyarakat. 
 
Untuk itu, Kemenag telah menggerakkan sekitar 10 penyuluh agama di setiap kecamatan untuk terlibat aktif dalam edukasi pencegahan stunting.
 
Tokoh agama Katolik, Sugeng, menambahkan bahwa pihaknya telah memanfaatkan forum kursus persiapan perkawinan di gereja sebagai sarana edukasi percepatan penurunan stunting. (Ssc/nir)

BACA JUGA