OLEH Zulkarnaini Diran (Pendidik)
Banyak hal yang dapat diamati ketika terjadi musibah. Di antara yang dapat disimak, dilihat, diamati, dan disaksikan adalah akhlak berukhuwah. Akhlak itu sendiri adalah perilaku dan tatanan hubungan antarsesama. Ukhuwah ada tiga macam, yakni ukhuwah insaniah, ukhuwah wataniyyah, dan ukhuwah islamiyyah.
Musibah adalah bencana yang ditimpakan Allah kepada alam, manusia, dan makhluk lain karena perilaku manusia. Dalam kondisi terjadinya musibah itu akan terlihat kualitas akhlak berukhuwah yang dimiliki oleh individu, kelompok, dan organisasi.
Musibah, dalam pengertiannya yang luas, adalah peristiwa yang menimpa alam, manusia, dan makhluk hidup lainnya. Hal ini sering kali membawa kesulitan, kerusakan, dan penderitaan. Dalam pandangan Islam, musibah bisa menjadi ujian, teguran, atau akibat langsung dari perilaku dan kerusakan yang diperbuat manusia itu sendiri.
Allah Swt berfirman, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia (maksiat), supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum: 41). Kondisi krisis inilah yang menjadi cermin paling jujur untuk mengukur sejauh mana kualitas akhlak berukhuwah (perilaku persaudaraan) yang dimiliki oleh individu, kelompok, maupun organisasi.
Akhlak berukhuwah merujuk pada tata cara berperilaku dan menjalin hubungan antarsesama manusia yang dilandasi oleh nilai-nilai moral dan etika luhur. Musibah memaksa kita keluar dari zona nyaman dan menunjukkan karakter asli.
Dalam kondisi itu, apakah kita memilih bersikap individualistis yang mementingkan diri sendiri di tengah kesulitan, ataukah kita mengedepankan solidaritas dan kepedulian terhadap penderitaan orang lain. Saat sumber daya terbatas dan kebutuhan melonjak, keputusan yang diambil seseorang atau kelompok secara spontan merupakan refleksi sesungguhnya dari kualitas akhlak yang mereka pegang.
Ukhuwah insaniah adalah persaudaraan universal yang melintasi batas agama, suku, ras, dan kebangsaan. Ini adalah pengakuan bahwa semua manusia adalah makhluk ciptaan Allah dan memiliki harkat serta martabat yang sama, terlepas dari keyakinan mereka.
Dalam konteks musibah, ukhuwah insaniah termanifestasi dalam tindakan-tindakan kemanusiaan murni. Ini teraktualisasi dalam bentuk pemberian pertolongan pertama, penyediaan makanan, tempat berlindung, dan bantuan medis tanpa memandang latar belakang korban. Kualitas ini diukur dari seberapa luas empati yang kita berikan, bahkan kepada mereka yang berbeda keyakinan atau pandangan.
Ukhuwah insaniah adalah seruan universal tentang penghormatan terhadap kehidupan manusia.
Allah Swt berfirman, “Barang siapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS. Al-Ma’idah: 32). Ayat ini menjadi landasan etis bahwa nyawa dan keselamatan setiap individu adalah hal yang sangat mulia dalam pandangan agama.
Ukhuwah wataniyyah adalah rasa persaudaraan yang terikat oleh kesamaan wilayah, bangsa, dan tanah air. Ketika bencana melanda, persaudaraan jenis ini menjadi perekat bagi segenap komponen bangsa untuk bersatu padu mengatasi kesulitan.
Pada momen inilah semua perbedaan politik, sosial, dan ekonomi seharusnya dikesampingkan demi fokus pada satu tujuan, yakni pemulihan dan keselamatan sesama warga negara. Solidaritas nasional tampak dari koordinasi pemerintah, aparat keamanan, relawan, dan masyarakat dalam menyalurkan bantuan dan melakukan rehabilitasi.
Tantangan terbesar dalam menguji ukhuwah wataniyyah adalah memastikan bahwa bantuan didistribusikan secara adil dan merata, tidak terdistorsi kepentingan sektoral, politik, atau kelompok tertentu. Sikap korupsi atau penyalahgunaan dana bantuan di tengah penderitaan adalah bentuk pengkhianatan paling keji terhadap ukhuwah jenis ini dan menggambarkan akhlak paling buruk dari pelakunya.
Ukhuwah islamiyyah adalah ikatan persaudaraan yang paling kuat, yang didasarkan pada kesamaan akidah dan iman kepada Allah SWT. Dalam Islam, persaudaraan ini merupakan bagian dari keimanan.
Rasulullah Saw bersabda, “Perumpamaan kaum mukminin dalam hal saling mencintai, saling mengasihi, dan saling menyayangi adalah seperti satu tubuh. Apabila salah satu anggotanya sakit, maka seluruh tubuh akan ikut merasakan sakit dengan tidak bisa tidur dan demam.” (HR. Muslim).
Di masa musibah, kualitas ukhuwah islamiyyah berwujud kepeloporan umat Islam dalam memberikan bantuan, bukan hanya berupa materi, tetapi juga dukungan spiritual dan psikologis. Mereka yang memiliki kelebihan harta segera menunaikan hak saudaranya melalui zakat, infak, dan sedekah. Mereka yang memiliki keahlian medis atau evakuasi segera turun membantu. Intinya adalah mengutamakan kebutuhan saudara seiman di atas kebutuhan pribadi, sebagai implementasi nilai-nilai keislaman yang dihayati.
Jadi, musibah adalah laboratorium moral. Ia menyingkapkan sisi tersembunyi dari akhlak manusia. Mereka yang memiliki kualitas ukhuwah yang baik akan menjadi penebar kebaikan, ketenangan, dan harapan. Sebaliknya, mereka yang berakhlak buruk akan tampak dari sikap mementingkan diri, mencari keuntungan di atas penderitaan, atau bahkan menyebarkan kepanikan dan berita bohong serta saling menghujat.
Akhlak berukhuwah yang sejati adalah ketika individu, kelompok, dan organisasi mampu mengintegrasikan ketiga jenis ukhuwah tersebut, menjadikannya energi kolektif untuk melewati musibah dengan penuh kemanusiaan, tanggung jawab kebangsaan, dan landasan spiritual keagamaan yang kuat.*
Padang, 10 Desember 2025