Anton Permana
Payakumbuh, sumbarsatu.com— Niniak Mamak Koto Nan Ompek Kota Payakumbuh mengingatkan Pemerintah Kota (Pemko) Payakumbuh agar tidak gegabah dalam memproses Sertifikat Hak Pakai (HP) tanah ulayat Nagori berupa Pasar Syarikat tanpa melibatkan unsur adat.
Peringatan ini disampaikan menyusul informasi yang beredar di sejumlah grup WhatsApp bahwa Pemko Payakumbuh telah mengajukan permohonan Sertifikat Hak Pakai ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) serta berencana melakukan pengukuran tanah pada Jumat, 28 November 2025.
Salah satu Niniak Mamak Koto Nan Ompek, Dr. Anton Permana, SIP., MH Datuaj Hitam, menegaskan bahwa langkah tersebut berpotensi menimbulkan konflik agraria bila dilakukan sepihak dan tanpa musyawarah adat.
“Kami Niniak Mamak mendukung pembangunan kembali Pasar Syarikat yang terbakar. Namun jangan dilangkahi. Ada kesepakatan agar Niniak Mamak dilibatkan secara resmi dalam setiap prosesnya,” ujar Anton Permana, Kamis (27/11/2025).
Ia mengingatkan bahwa Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 secara jelas menegaskan bahwa hukum pertanahan atas tanah ulayat tunduk pada hukum adat setempat.
“Kami minta Wali Kota menghormati adat dan kearifan lokal Koto Nan Ompek. Jangan memaksakan kehendak dalam proses sertifikasi tanah ulayat,” tegasnya.
Dalam rapat Niniak Mamak Nagori Koto Nan Ompek pada Sabtu, 8 November 2025, di Kantor KAN Koto Nan Ompek, telah disepakati tiga hal penting terkait tanah bekas Pasar Syarikat.
Pertama, Nagori Koto Nan Ompek akan mengurus Hak Pengelolaan Lahan (HPL) atas tanah ulayat tersebut sebagai bentuk tanggung jawab adat kepada nagari.
Kedua, dibentuk tim pengurusan aset dan advokasi adat untuk berkomunikasi dengan Pemko Payakumbuh serta pihak lain yang terkait pengelolaan pasar.
Ketiga, Niniak Mamak menyatakan dukungan penuh terhadap pembangunan kembali Pasar Syarikat, dengan catatan melalui kesepakatan yang setara dan saling menguntungkan.
Rapat itu dihadiri puluhan tokoh adat Koto Nan Ompek dari berbagai suku.
Anton Permana juga mengingatkan bahwa pengabaian peran adat dalam sengketa tanah ulayat dapat menimbulkan konsekuensi hukum serius.
“Persoalan agraria bisa berujung gugatan perdata, tata usaha negara, bahkan pidana jika dipaksakan,” katanya.
Ia juga menegaskan bahwa jabatan pemerintahan bersifat sementara, sementara tanah ulayat adalah amanah adat lintas generasi.
“Tibo di kampuang bapaga kampuang, tibo di nagari bapaga nagari. Hormati adat agar pembangunan membawa kebaikan, bukan konflik,” ujarnya.
Menurut Anton Permana, pihaknya akan terus berkoordinasi dengan Niniak Mamak di kampung maupun di rantau untuk merumuskan langkah hukum jika proses sertifikasi dilakukan sepihak.
Ia berharap segera terwujud dialog terbuka antara Pemko Payakumbuh dan unsur adat.
“Kami siap duduk setara untuk membicarakan masa depan Pasar Syarikat demi kemaslahatan masyarakat,” pungkasnya. ssc/rel