Penanaman 20 Ribu Bibit Mangrove di Sungai Pinang, Memperkuat Ekosistem

Selasa, 18/11/2025 21:06 WIB

 

Sungai Pisang, sumbarsatu.com--Kawasan mangrove di Nagari Sungai Pinang, Kecamatan Koto XI Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat, mengalami kerusakan cukup parah dalam beberapa tahun terakhir.

Vegetasi mangrove yang dahulu tumbuh rapat kini banyak yang hilang akibat abrasi pantai, tekanan pasang besar dari laut, dan aliran air dari hulu sungai yang membawa sedimen dalam jumlah besar.

Hilangnya mangrove ini berdampak langsung terhadap kondisi pesisir, pantai semakin mudah tergerus gelombang, kualitas perairan menurun, serta populasi ikan, kepiting, dan biota penting lainnya terus berkurang.

Di tengah kondisi tersebut, masyarakat Sungai Pinang menyadari bahwa ekosistem mangrove adalah penyangga utama kehidupan mereka. Sebagai nagari pesisir yang menggantungkan sebagian besar pendapatan dari hasil laut seperti ikan dan kepiting sebagai komoditas yang habitatnya berkaitan erat dengan keberadaan mangrove, pemulihan kawasan ini menjadi kebutuhan mendesak.

Selain itu, Sungai Pinang juga memiliki potensi wisata alam seperti pantai dan air terjun yang keindahannya sangat dipengaruhi oleh kelestarian ekosistem pesisir.

Sebagai upaya nyata memulihkan kondisi tersebut, masyarakat bersama berbagai pihak melaksanakan kegiatan penanaman lebih dari 20 ribu bibit mangrove pada Sabtu (15/11/2025).

Langkah ini menjadi tahap awal pemulihan ekosistem pesisir sekaligus peningkatan penyerapan karbon, yang diharapkan dapat mendukung keberlanjutan ekonomi masyarakat. Inisiatif ini dijalankan oleh Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) Sungai Pinang bersama masyarakat dan pemerintah nagari, Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) WARSI, serta Jejakin.

Pada kegiatan tersebut, total 21.993 bibit mangrove ditanam, terdiri dari Bakau (Rhizophora apiculata) sebanyak 18.000 batang, Gincu-gincu (Bruguiera gymnorhiza) sebanyak 3.493 batang, serta Pidado dan Pisang-pisang masing-masing 250 batang.

Keanekaragaman jenis ini diharapkan mampu memperkuat struktur hutan mangrove dan meningkatkan perlindungan alami dari abrasi dan gelombang besar.

LPHN Sungai Pinang, sebagai lembaga pengelola hutan di nagari, dibentuk pada 2018 dan memperoleh SK Hak Kelola Hutan Nagari dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2022 dengan wilayah kelola seluas 2.375 hektare.

Kawasan mangrove tempat penanaman ini merupakan bagian dari areal kelola LPHN. Afriananda, Ketua LPHN menegaskan bahwa mangrove sangat dibutuhkan untuk menahan abrasi dan memulihkan hasil laut yang selama ini menurun.

“Dulu mangrove kami hilang karena abrasi dan pasang besar. Ikan dan kepiting juga tidak lagi sebanyak dulu. Kami ingin mengembalikan kondisi laut seperti sedia kala dengan menanam mangrove,” jelas Afriananda.

Kegiatan penanaman ini dijalankan menggunakan program KKI WARSI yang menerapkan model Adopsi Bibit (Seed Adoption) sebagai skema imbal jasa lingkungan berbasis kinerja. Melalui skema ini, LPHN menyiapkan bibit, menanam, dan merawatnya.

Insentif hanya diberikan jika tingkat kelangsungan hidup tanaman mencapai 80 persen dalam kurun waktu tiga tahun. Sistem ini dianggap adil dan mendorong komitmen masyarakat dalam merawat mangrove selama proses pemantauan tiga tahun.

“Model ini menjadi bentuk nyata kolaborasi antara masyarakat dan WARSI dalam menjaga lingkungan. Kami membangun sistem yang adil, di mana masyarakat mendapat imbalan atas komitmen mereka merawat bibit hingga tumbuh. Pembayaran dilakukan bertahap, mulai dari bibit siap tanam, penanaman, hingga monitoring berkala selama tiga tahun,” jelas Rainal.

Skema imbal jasa lingkungan berbasis kinerja ini memberikan insentif sebesar Rp30.000 untuk setiap bibit mangrove yang berhasil dirawat hingga tiga tahun. Pembayaran dilakukan bertahap, dimulai dari 10% saat pembibitan, 30% setelah penanaman, 30% pada monitoring pertama bulan ke-6 setelah penanaman, 15% pada monitoring kedua pada bulan ke-18, dan 15% pada monitoring ketiga pada bulan ke-36.

Dengan total 21.993 bibit yang ditanam, LPHN dan masyarakat berpotensi memperoleh insentif hingga Rp659.790.000 apabila seluruh bibit berhasil tumbuh dan bertahan hingga akhir periode pemantauan tiga tahun.

Peran Jejakin dalam program ini yaitu  memastikan seluruh pohon yang ditanam terpantau secara berkala melalui sensor dan aplikasi pemantauan PIJAK. Sistem ini mencatat tingkat kelangsungan hidup, indikasi hama, hingga kebutuhan nutrisi, sehingga perawatan dapat dilakukan tepat waktu.

Fakhri Syahrullah, Partnership and Impact Delivery Lead Jejakin, menyampaikan bahwa pemulihan pesisir membutuhkan kombinasi antara aksi lapangan dan pemantauan berbasis teknologi agar dampaknya terukur.

“Kami melihat komitmen masyarakat Sungai Pinang sangat kuat. Inisiatif ini juga berasal dari dukungan dan kepedulian masyarakat yang mengaktifkan fitur GoGreener Tree Collective di aplikasi Gojek. Teknologi seperti PIJAK membantu memastikan proses pemulihan magrove berjalan terarah, transparan, dan terukur sehingga manfaat ekologis dan sosialnya benar-benar dapat dirasakan," ujar Fakhri.

Ferdinal Asmin, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatra Barat, menilai bahwa program ini memiliki potensi besar untuk direplikasi di wilayah pesisir lain.

Menurutnya, skema berbasis kinerja menunjukkan bahwa masyarakat mampu membangun sistem sosial yang kuat untuk menjaga kawasan pesisir secara berkelanjutan sekaligus sejalan dengan isu global mengenai pemulihan ekosistem dan penurunan emisi.

Penanaman mangrove di Sungai Pinang menjadi bukti bahwa pemulihan lingkungan dapat berjalan seiring dengan peningkatan ekonomi masyarakat. Melalui kolaborasi masyarakat, pemerintah, dan mitra pendukung, Sungai Pinang menapaki langkah menuju masa depan pesisir yang lebih hijau, lestari, dan berdaya. ssc/rel



BACA JUGA