
SIswi SMPN 1 Situjuah Limo Nagari yang minta imigrasi tidak deportasi ibunya ternyata Ketua OSIS dan Juara Umum, hidup mengembalakan kambing
Zahira, 15 tahun, siswi SMPN 1 Situjuah Limo Nagari, Kabupaten Limapuluh Kota, yang menulis surat permohonan ke Kantor Imigrasi Agam dan Ombudsman Sumbar agar Imigrasi Indonesia tidak mendeportasi ibu kandungnya, Nur Amira, 37 tahun, ke Malaysia, ternyata merupakan siswi berprestasi. Zahira tidak hanya menjabat Ketua OSIS, tetapi juga juara umum di sekolahnya.
"Zahira adalah Ketua OSIS dan juara umum di sekolah. Anaknya pintar dan pemberani. Pada Jumat (26/9/2025), kami heran karena ia tidak masuk sekolah. Ternyata Zahira pergi menemui ibunya yang ditahan di Kantor Imigrasi Agam," kata Taufik Al-Ghifari, Wakil Kepala SMPN 1 Situjuah Limo Nagari, pada Minggu siang (28/9/2025).
Taufik bersama anggota DPRD Limapuluh Kota, M. Fajar Rillah Vesky, dan Sekretaris Nagari Situjuah Batua, Firdaus, saat itu kembali menemui Zahira untuk memberi dukungan moral. Zahira kini tinggal di kediaman warga Kotogadih, Nagari Situjuah Batua, bernama Fadhila Putri, yang memiliki usaha peternakan puyuh.
Sebelum tinggal di rumah depan Puskesmas Situjuh itu, Zahira bersama ibunya Nur Amira sejak dua tahun terakhir tinggal di kawasan Baboy, Jorong Kubangbungkuak, Nagari Situjuah Batua. Ibu dan anak itu bertahan hidup dari upah sebagai buruh tani dan membantu bekerja di usaha peternakan puyuh milik Fadhila Putri.
"Selain membantu saya di peternakan puyuh, Zahira dan ibunya Nur Amira setiap hari mengembalakan kambing. Sepulang sekolah, Zahira menyabit rumput. Karena ibunya kini ditahan di Kantor Imigrasi Agam, tentu Zahira saya ajak tinggal di rumah saya. Dia tak punya siapa-siapa lagi," kata Fadhila Putri.
Anggota DPRD Limapuluh Kota, M. Fajar Rillah Vesky, yang ikut membantu Fadhila Putri mengurus persoalan Zahira dan ibunya, berharap Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) Sumatera Barat turun tangan dalam persoalan ini, begitu pula P2TP2A Kota Payakumbuh dan P2TP2A Kabupaten Limapuluh Kota.
"Zahira adalah anak yang sedang menghadapi persoalan orang dewasa, yakni persoalan kewarganegaraan ibu kandung sekaligus orang tua tunggalnya, Nur Amira. Sudah seharusnya Zahira didampingi oleh P2TP2A Sumbar, maupun P2TP2A Payakumbuh atau P2TP2A Limapuluh Kota. Karena Zahira tercatat secara administrasi sebagai warga Kota Payakumbuh yang bersekolah dan tinggal di Kabupaten Limapuluh Kota," kata Fajar Rillah Vesky.
Politisi Partai Golkar ini juga berharap Kantor Imigrasi Agam bersikap arif dan bijaksana dalam menangani kasus yang menimpa Nur Amira sebagai orang tua tunggal Zahira. "Kantor Imigrasi Agam jangan hanya melihat dari aspek penegakan hukum UU No. 63 Tahun 2024 tentang Imigrasi, tetapi perlu juga mempertimbangkan UU No. 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak dan UU No. 24 Tahun 2023 tentang Administrasi Kependudukan," ujar Fajar Rillah Vesky.
Fajar menjelaskan, jika Nur Amira kembali dideportasi karena penegakan UU Imigrasi, tentu Zahira yang masih berusia 15 tahun akan hidup sebatang kara di Indonesia. Padahal, anak-anak juga harus dilindungi sesuai UU No. 23 Tahun 2022. Selain itu, status kewarganegaraan Zahira ikut terkatung-katung karena Kartu Keluarganya (KK) telah diblokir Disdukcapil Payakumbuh.
"Kita meminta pihak Imigrasi melihat persoalan ini secara komprehensif. Tidak kalah penting, kita juga meminta Disdukcapil Payakumbuh membuka blokir status kependudukan Zahira. Kalau ibunya dianggap warga negara Malaysia, Zahira kan tetap warga negara Indonesia yang tercatat dalam dokumen kependudukan sebagai warga Tambago, Koto Nan Gadang, Payakumbuh Utara. Status kewarganegaraan Zahira seharusnya tidak ikut diblokir," ujar Fajar.
Menurut Fajar, status kewarganegaraan Zahira saat ini masih mengambang. Jika Disdukcapil Payakumbuh atau Pemko Payakumbuh keberatan mencatat Zahira sebagai warga kota, dokumen kependudukannya seharusnya dipindahkan atau dimutasikan dari Kota Payakumbuh ke Kabupaten Limapuluh Kota, agar Pemkab Limapuluh Kota bisa membantu Zahira melalui program dan kebijakan daerah.
"Kalau sekarang, status kewarganegaraan Zahira ikut terkatung-katung. Ibunya akan dideportasi, dan datanya di Kartu Keluarga Payakumbuh juga diblokir Disdukcapil. Padahal Zahira adalah warga negara Indonesia, lahir di Payakumbuh, pernah terdata sebagai warga Kota Payakumbuh. TK-nya di Baitul Rahman, Padang Kaduduak, SD-nya di Batu Payuang, Lareh Sago Halaban, dan SMP di Situjuah Limo Nagari," jelas Fajar.
Di sisi lain, Sekretaris Nagari Situjuah Batua, Firdaus, menyebut Pemerintah Nagari Situjuah Batua siap membantu proses mutasi kependudukan Zahira bila ada dokumen mutasi dari Kota Payakumbuh.
"Sekarang Zahira statusnya ikut terkatung-katung. Tinggal di Nagari Situjuah Batua, tapi dokumen kependudukannya terakhir di Kota Payakumbuh, dan kabarnya sudah diblokir. Jika ada dokumen mutasi penduduk, tentu bisa kami bantu, karena Zahira jelas warga negara Indonesia," kata Firdaus.
Zahira lahir di Payakumbuh pada 6 Oktober 2010. Ibunya, Nur Amira, belakangan diketahui berdarah Singapura-Malaysia, sedangkan ayahnya, Syafri, berasal dari Nankodok, Koto Nan Gadang, Payakumbuh Utara. Syafri dan Nur Amira berpisah sejak 2015 berdasarkan akta cerai yang diterbitkan PA Payakumbuh.
Sejak ayah dan ibunya berpisah, Zahira ikut bersama ibunya. Zahira pernah belajar di TK Baitul Rahman, Padang Kaduduak, Payakumbuh, lalu bersekolah enam tahun di SD 01 Batu Payuang, Lareh Sago Halaban, mengikuti ibunya yang bekerja di pabrik kertas telur.
Karena pabrik itu tidak lagi beroperasi, Nur Amira kemudian mencari penghidupan di Situjuah Limo Nagari, dan Zahira bersekolah di SMPN 1 Situjuah Limo Nagari. Mereka tinggal di sebuah gubuk atau dangau di kawasan Baboy, Jorong Kubangbungkuak, Nagari Situjuah Batua. ssc/jar