
Prosesi penandatanganan MoU [erlindungan dan pengamanan areal PS untuk LPHN di Lanskap Sumpur Kudus
Sumpur Kudus, sumbarsatu.com— Di wilayah Sumatera Barat, Bentang Alam Sumpur Kudus di Kabupaten Sijunjung dikenal sebagai salah satu kawasan yang memiliki hutan adat dan perhutanan sosial yang luas dan penting. Upaya menjaga kawasan ini kini diperkuat melalui kerja sama antarwarga dan pemerintah nagari.
Sebanyak enam nagari di Kecamatan Sumpur Kudus—Nagari Sumpur Kudus, Tanjung Bonai Aur Selatan, Tanjung Bonai Aur, Silantai, Tanjung Lolo, dan Tanjung Ampalu—sepakat menjalin kolaborasi untuk perlindungan dan pengamanan kawasan perhutanan sosial di wilayah mereka.
Kesepakatan ini ditandatangani dalam pertemuan bersama di Nagari Sumpur Kudus pada Rabu (7/8/2025), yang juga dihadiri oleh perwakilan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPHL) Sijunjung, dan lembaga mitra seperti KKI Warsi serta Forest Programme VI GIZ.
Melalui perjanjian ini, keenam nagari sepakat untuk melakukan patroli bersama, berbagi informasi, dan memperkuat koordinasi lintas wilayah dalam menjaga kawasan hutan dari ancaman perambahan, kebakaran hutan, dan aktivitas ilegal lainnya.
Kolaborasi ini menjadi contoh konkret bagaimana pengelolaan sumber daya alam dapat dilakukan secara partisipatif, berbasis masyarakat, dan berkelanjutan.
Wali Nagari Sumpur Kudus, Zulherman, menyampaikan bahwa kerja sama ini merupakan langkah maju untuk memperkuat kelembagaan dan solidaritas antarwarga nagari.
“Dengan bersatu, kita bisa lebih kuat menjaga hutan yang menjadi sumber kehidupan kita,” ujarnya.
Kesepakatan ini juga selaras dengan visi pengelolaan perhutanan sosial di Sumatera Barat yang mengedepankan pelibatan masyarakat secara aktif. KPHL Sijunjung mencatat bahwa kawasan perhutanan sosial di bentang alam ini mencakup ribuan hektare yang telah diberikan hak kelola kepada masyarakat melalui skema Hutan Nagari dan Hutan Kemasyarakatan.
Kerja sama antar-nagari ini diharapkan tidak hanya memperkuat perlindungan hutan, tetapi juga membuka peluang untuk pengembangan ekonomi berbasis hasil hutan lestari, seperti madu, kopi hutan, dan rotan. Dengan demikian, masyarakat tidak hanya menjadi penjaga hutan, tetapi juga penerima manfaat langsung dari kelestariannya.
Inisiatif ini menunjukkan bahwa ketika masyarakat diberdayakan dan memiliki akses legal terhadap hutan, mereka mampu menjadi garda terdepan dalam menjaga keberlanjutan lingkungan.
Dukungan dari pemerintah dan lembaga mitra menjadi kunci untuk memastikan keberhasilan jangka panjang dari model pengelolaan kolaboratif seperti ini. ssc/rel