Panggung Maestro VIII: Merayakan Warisan Tradisi dalam Harmoni Lintas Generasi

Sabtu, 12/07/2025 13:42 WIB
Wakil Menteri Kebudayaan, Giring Ganesha menyalami para maestro

Wakil Menteri Kebudayaan, Giring Ganesha menyalami para maestro

Jakarta, sumbarsatu.com – Suasana halaman terbuka Museum Nasional Indonesia, Jakarta, berubah menjadi ruang "sakral" budaya pada Jumat malam, 11 Juli 2025. Ribuan pasang mata menyaksikan kemegahan Panggung Maestro VIII, sebuah perhelatan seni tradisi yang bukan sekadar panggung pertunjukan, melainkan ruang penghormatan bagi mereka yang telah mendedikasikan hidupnya bagi seni budaya Nusantara, yaitu para maestro.

Diselenggarakan oleh Kementerian Kebudayaan bekerja sama dengan Yayasan Bali Purnati, acara ini memikat penonton sejak awal hingga akhir. Keintiman panggung yang bisa disaksikan dari tiga sisi — depan, kiri, dan kanan — menciptakan suasana hangat dan cair antara seniman dan penonton, menjembatani jarak antara yang menampilkan dan yang menikmati. Sebuah suasana yang langka ditemukan di ruang pertunjukan konvensional.

Malam dibuka dengan lantunan puisi dari Maestro Sastra, LK Ara, yang membacakan karyanya berjudul “Panggung Para Maestro”. Diiringi alunan suling, gegedem, dan gong, puisi tersebut menjadi semacam mantra pembuka, menyelipkan makna, doa, sekaligus sapaan kepada para penonton untuk memasuki malam budaya yang dalam dan penuh warna.

Usai puisi, panggung beralih kepada para maestro dari Kalimantan Timur. Mereka menampilkan rentetan pertunjukan: Tari Hudoq yang mistis, Tari Gong yang megah, alunan melodius alat musik petik tradisional Sapeq, hingga Gambus Tingkilan yang menghentak. Pergelaran terus mengalir dengan kehadiran para maestro dari Madura yang menyajikan Wayang Topeng. Topeng-topeng dengan karakter kuat dan ritme karawitan yang khas menyulap panggung menjadi ruang dramatik yang menggugah.

Puncak pertunjukan datang dari dataran tinggi Gayo, Aceh. Rombongan maestro dari Gayo memukau dengan seni Didong dan Tari Guel. Tiga Ceh kenamaan — Mahlil, M. Din, dan Syukri Gobal — memimpin lantunan Didong yang ritmis, berpantun, dan penuh dinamika. Suara mereka dipadu tepukan dari 16 orang penepok, menghasilkan harmoni bunyi dari bantal kecil yang menggetarkan ruang pertunjukan.

Penonton pun memberikan tepuk tangan panjang, sebuah apresiasi penuh hormat bagi kesenian yang jarang ditemukan di panggung ibukota.

Tidak hanya menyajikan pertunjukan, Panggung Maestro VIII juga menghadirkan forum diskusi bertajuk Temu & Bincang Maestro yang diadakan sebelumnya pada siang harinya. Forum ini menjadi ruang berbagi makna, nilai, dan pengalaman para maestro kepada publik, serta menjadi ajang penting untuk membicarakan keberlanjutan tradisi melalui lintas generasi.

Wakil Menteri Kebudayaan, Giring Ganesha, dalam sambutannya menyebut bahwa Panggung Maestro adalah bentuk apresiasi konkret negara terhadap para tokoh seni tradisi.

“Melalui ajang ini, kita tidak hanya merayakan karya para maestro, tetapi juga menegaskan bahwa seni tradisi adalah pilar kebudayaan bangsa,” kata Giring Ganesha.

Giring menegaskan, dedikasi para maestro dalam menjaga denyut seni lokal tidak boleh berhenti di satu generasi.

“Jangan sampai ekspresi budaya ini hilang tanpa pewaris. Kita butuh ruang regenerasi yang nyata dan mendalam,” ujarnya.

Ia pun mengajak berbagai pihak, semenjak dari pemerintah daerah, masyarakat, hingga sektor swasta, untuk bersama-sama menjaga warisan budaya ini tetap hidup dan berkembang.

Pagelaran Panggung Maestro sendiri telah digelar sejak 2023. Panggung Maestro VIII tahun ini menjadi salah satu yang paling representatif, mempertemukan kekayaan budaya dari tiga daerah: Gayo (Aceh), Kalimantan Timur, dan Madura. Tiap penampilan mewakili wajah otentik kebudayaan Nusantara, yang berakar dari lokalitas namun terbuka dalam spirit nasional.

Direktur Jenderal Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan, Ahmad Mahendra, yang turut mendampingi Wakil Menteri dalam acara ini menyampaikan bahwa keberlanjutan seni tradisi harus dirancang dalam sistem kebudayaan yang adil dan berkelanjutan.

“Kita tidak hanya bicara panggung, tetapi sistem: dari pendidikan, ruang tampil, hingga jaminan kesejahteraan bagi para seniman,” ujarnya.

Panggung Maestro VIII ditutup dengan penghormatan simbolik. Wakil Menteri beserta para direktur di lingkungan Kementerian Kebudayaan memberikan bunga kepada para maestro yang tampil. Momen ini disambut haru dan tepuk tangan hangat dari penonton, seolah menjadi titik puncak dari perjalanan malam yang sarat makna.

Lewat Panggung Maestro, Indonesia tidak hanya mempertontonkan seni tradisi, tetapi juga merayakan dedikasi, merekam pengetahuan, dan menyulut kembali semangat regenerasi budaya. Sebuah panggung yang bukan hanya menjadi milik para maestro, tetapi milik bangsa — demi Indonesia yang terus mencintai dan merawat jati dirinya. ssc/mn



BACA JUGA