"Nan Baiak Iyolah Budi, Nan Indah Iyolah Baso", Catatan Perjalanan ke Vietnam dan Kamboja

BAGIAN 5

Kamis, 08/05/2025 05:50 WIB

 

OLEH Alfitri (Dosen Departemen Sosiologi FISIP Unand)

PAGI hari keempat, Rabu, 23 April 2025, kami berkunjung ke Kien Giang University (KGU). Ketika bersiap dan berkemas di kamar hotel, Prof. Rudi menawarkan dua kantong beras Vietnam premium @2,5 kg kepada saya untuk dibawa ke Padang sebagai oleh-oleh. Rupanya, ketika meninjau lapangan tempat mahasiswa bimbingannya melakukan penelitian, beliau diberi dua kantong beras itu oleh koperasi petani setempat sebagai cendera mata.

Namun, mengingat keterbatasan bagasi di pesawat nantinya, saya menyarankan agar beras tersebut diberikan saja kepada Suri, gadis berjilbab asal Lubuk Minturun, Padang, yang sedang kuliah di KGU. Prof. Rudi setuju dengan saran saya.

Pukul 08.40, Dr. Nha dan Thuan sudah tiba di hotel menjemput kami dengan sedan Ford dan Camry milik mereka. Kampus KGU ternyata cukup dekat dari hotel. Tepat pukul 09.00, kami sudah sampai di ruang pertemuan gedung rektorat dan disambut langsung oleh Rektor KGU, Dr. Nguyen Van Thanh, serta Kepala International Office KGU, Ms. Huyen Vo Xuan.

Berbeda dengan di AGU, di KGU pertemuan juga dihadiri oleh sekitar 30 mahasiswa KGU yang berminat untuk studi lanjut atau mengikuti program student exchange di Unand. Beberapa di antaranya, setelah pertemuan, langsung diwawancarai oleh Prof. Ardi dan Prof. Rudi. Pada pertemuan ini, Prof. Rudi dan Dr. Widya mempresentasikan beberapa skema kerja sama untuk studi lanjut di Unand. Dr. Gamal dari UNS juga menyampaikan hal serupa. Para mahasiswa tampak antusias menyimak presentasi dari Unand dan UNS.

Setelah dijamu makan siang di KGU, kami berpamitan untuk melanjutkan perjalanan ke perkampungan Muslim Champa Vietnam di Kota Chau Doc. Jarak dari KGU ke Chau Doc adalah 135 km dan dapat ditempuh lewat darat dalam waktu sekitar tiga jam. Saya kembali merasakan kebaikan dan keramahan orang Vietnam, karena pihak KGU sengaja menyewa sebuah minibus yang nyaman untuk mengantar kami ke Chau Doc.

Menjelang Magrib, kami sampai di perkampungan Muslim Champa. Di sana, kami disambut hangat oleh Siti Hara, atau Mary, Sekretaris Masyarakat Muslim Champa, dan ayahnya, H. Sulaiman, imam besar Masjid Jamiul Aman yang didirikan sejak tahun 1965. Ikut pula menyambut kami dengan gembira Noordin Muhammad, putra Siti Hara yang sedang kuliah di South Carolina, AS, dan kebetulan sedang libur.

H. Sulaiman, ayah Siti Hara, masih dapat bercakap Melayu dengan kami, karena saat kecil beliau belajar mengaji dengan guru yang menggunakan Bahasa Melayu. Konon, Kerajaan Champa di Vietnam dahulu memiliki kaitan dengan beberapa kerajaan dan budaya Nusantara.

Catatan kaki dalam buku Alam Takambang Jadi Guru (Navis, 1985), misalnya, juga menyinggung keberadaan Puteri Champa. Sumber lain menyebutkan bahwa Puteri Champa tersebut menjadi istri Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit terakhir. Ia dianggap sebagai sosok penting dalam proses masuknya Islam ke Kerajaan Majapahit.

Kami diajak salat magrib berjamaah di Masjid Jamiul Aman. Terlihat kehidupan Islami yang rukun dan guyub, di mana banyak kaum bapak duduk di kursi halaman masjid menunggu waktu magrib. Sementara itu, anak-anak tampak bersiap untuk mengaji setelah salat magrib. Saya terharu dan merasa seperti kembali ke masa kecil yang indah, ketika suara beduk ditabuh sebelum azan dikumandangkan.

Selesai salat magrib, H. Sulaiman menjamu kami makan sop daging sapi yang lezat di restoran dekat masjid. Noordin, cucu H. Sulaiman yang kuliah di AS, tampak asyik berbincang dan cepat akrab dengan Febrian, alumni Unand yang sempat KKN di Vietnam dan kini bekerja di Kuala Lumpur.

Usai makan malam, kami diantar secara bergantian oleh mobil milik Siti Hara ke hotel. Kami harus segera beristirahat karena esok pagi akan bertolak naik perahu menyusuri Sungai Mekong menuju Phnom Penh. Malam itu, saya kembali merasakan sambutan hangat dan kebaikan hati orang Vietnam.



BACA JUGA