Hari Ini Malam Pamungkas KABA Festival X 2025 Nan Balega: dari Magis Sirompak Hingga Inyiak Harimau

42 TAHUN NAN JOMBANG BERKARYA

Sabtu, 12/04/2025 09:23 WIB

Padang, sumbarsatu.com—Rangkaian KABA Festival X 2025 Nan Balega yang telah digelar sejak 9 April, malam ini, Sabtu 12 April 2025 mencapai puncaknya. Ada 11 kelompok seni dan sanggar dari pelbagai kota-kabupaten di Sumatera Barat sukses tampil dalam iven yang dilaksanakan Nan Jombang Dance Company yang didukung penuh Kementerian Kebudayaan dengan memanfaatkan danaindonesiana-LPDP.

Menggandeng Dinas Kebudayaan Sumatera Barat, KABA Festival x 2025 Nan Balega, pelaksanaannya  dipusatkan di kawasan bengkalai Gedung Kebudayaan Sumatera Barat, memghadirkan 15 kelompok-sanggar yang berbasis seni dan budaya tradisi.

Ery Mefri, pendiri dan pimpinan Nan Jombang Dance Company, mengatakan, kita memberikan ruang lebih luas menampilkan seni tradisi dalam KABA Festival X 2025 yang bermoto “Nan Balega” terkait erat dengan akar dan identitas Nan Jombang yang setiap proses kreatifnya berbasis seni tradisi seni— terutama—Minangkabau kendati hasilnya dalam karya seni kontemporer.

“Seni tradisi yang dijaga dan dirawat, dilindungi pelaku budaya dan seni lewat kelompok, komunitas, dan sanggar-sanggar yang hadir di tengah masyarakat kita, harus diberikan ruang yang luas bagi mereka ini untuk memperlihatkan kepada publik hasil kerja terhadap seni tradisi selama ini. KABA Festival X 2025 Nan Balega selama 4 hari sejak 9-12 Apri ini sudah memberikan panggung. Dan sudah 11 kelompok seni yang tampil, semuanya memperlihatkan capaian yang menggembirakan. Kerja kratif yang penuh harapan,” kata Ery Mefri kepada sumbarsatu, Sabtu (12/4/2025).

Menurut Angga Mefri, Direktur Festival, dalam pelaksanaan pertunjukan seni, KABA Festival X 2025 membagi dua ruang tampil, yaitu KABA Festival Nan Balega untuk seni tradisi, dan  KABA Festival Nan Maurak Alek, untuk seni pertunjukan kontemporer dengan basis tradisi.

“Dengan memberikan ruang yang leluasa ini, kita berharap bisa memperkuat posisi seni tradisi dan seni kontemporer yang tetap memililiki konsisten tradisi dan berdampak bagi masyarakat luas,” terang Angga Mefri.

Untuk malam pamungkas, Sabtu (12/4/2025) ini,  KABA Festival X Nan Balega menampilkan empat kelompok seni, yaitu Grup Sirompak dari Taeh, Limapuluh Kota, menampilkan kesenian Sirompak, Sanggar Seni Canang Badantiang dari Kota Sawahlunto menampilkan tari Tenun dan Layuak Batoboh, karya maestro Ery Mefri. Komunitas Palito Hati dari Padang menampilkan tari Buai-buai dan tari Sampan. Sanggar Seni Talang Serumpun dari Sijunjung menampilkan kesenian tradisi randai Malenggang Dunie.

Sebelumnya KABA Festival X 2025 sudah pulah pula melaksanakan rangkaian program antara lain dua kali pelaksanaan diskusi kelompok terpumpun dengan tema “Peta Jalan Program Strategis Lima Tahun ke Depan Nan Jombang Dance Company dan KABA Festival, selamjutnya juga sudah dilaksanakan dua kolakarya pengarsipan dan dokumentasi dan penulisan apresiasi seni pertunjukan.

Berikut biodata karya masing-masing kelompok yang akan tampil:

  1. Kelompok Seni Tradisi Adat Budaya Palito Hati

Kelompok ini didirikan pada 10 aAgustus 2010 atas inisiasi Dasrul, Doni Ardiansyah, Ramli, Rosman, dan Syamsuardi Tanjung, serta didukung tokoh masyarakat, alim ulama cadiak, pemuda dan lain sebagainya di Alai Kapalo Koto. Kecamatan Pauh,

Kelompok Seni Palito Hati dalam KABA Festival X Nan Balega membawakan dua tati tradisi, yaitu tari Buai-buai dan tari Sampan.

Tari Buai-buai Pauh V merupakan tari tradisional yang bercerita tentang kehidupan masyarakat agraris Nagari Pauh yaitu aktivitas masyarakat di sawah. Gerak-gerakan tari Buai-buai pauh menampilkan gerakan proses mengolah tanaman padi dari mula menyiapkan lahan sampai melaksanakan panen. Tari Buai buai dapat ditampilkan secara perorangan maupun secara berkelompok.

Untuk tari Sampan yang mengambil spirit usaha nelayan dalam melaut yang diawali dari mengangkat sampan, mengayuh sampan dan aktifitas menangkap ikan menggunakan pancing. Suka duka nasib nelayan di lautan digambarkan dalam bentuk gerak gerak yang simbolik.

  1. Komunitas Sirompak Taeh Baruah

Sirompak Taeh dipimpin oleh Erianto, beralamat di Taeh Baruah, Limapuluh Kota.

Pada awalnya, sirompak merupakan ritual magis bagi kaum laki-laki di Minangkabau, khususnya bagi mereka yang patah hati atau cintanya ditolak oleh perempuan. Namun, sirompak juga bisa digunakan untuk merayu atau menyihir perempuan yang menarik perhatian.

Efek yang ditimbulkan oleh sirompak disebut dengan cimbabau, berdasarkan sebutan masyarakat Taeh, atau dikenal pula dengan nama sijundai dalam bahasa umum. Di Minangkabau, secara historis sirompak berasal dari sebuah cerita rakyat tentang Sibabau dan Puti Lesung Batu.

  1. Sanggar Seni Canang Badantiang Sawahlunto

Sanggar Seni Canang Badantiang beralamat di Pondok Batu  Pasar  Kee.  Lembah Segar, Kota  Sawahlunto menampilkan dua tari Tenun dan Layuak Batoboh, karya maestro Ery Mefri. Sanggar ini dipimpin Edy Sartono.

  1. Sanggar Seni Talang Sarumpun Sijunjung

Sanggar Seni Talang Sarumpun merupakan sebuah sanggar yang beralamat di Jorong Sungai Gemuruh, Nagari Padang Laweh Selatan, Kecamatan Koto VII, Kabupaten Sijunjung. Sanggar ini bergerak di bidang seni pertunjukan, seperti randai, silek, tari tradisional, musik tradisional, dan lain-lain. Sanggar Seni Talang Sarumpun berdiri pada tanggal 10 September 2010, yang didasari atas kemauan dan semangat masyarakat sekitar untuk melestarikan seni tradisi Minangkabau saat itu.

Pada KABA Festival X 2025 ini sanggar ini membawakan randai dengan judul cerita Malenggang Dunie. Randai Malenggang Dunie diangkat dari kisah dua anak muda, yang telah melanggar perjanjian antara masyarakat Nagari Padang Laweh dengan narimau. Adapun isi perjanjian tersebut yaitu, laki-laki dan perempuan yang belum menikah dilarang berduaan ditempat sepi, masyarakat Nagari Padang Laweh tidak boleh mengerjakan sawah pada hari Minggu, dan inyiak Harimau tidak boleh mengganggu ternak milik warga.

Apabila perjanjian tersebut dilanggar, maka hutang emas dibayar emas dan hutang nyawa dibayar nyawa. Perjanjian ini dikenal dengan nama Sumpah Satiah oleh masyarakat Nagari Padang Laweh. SSC/MN



BACA JUGA