Praktisi Hukum Desak Polisi Usut Kasus Pencurian Sawit dan 'Main Hakim Sendiri' di Pasaman Barat

KASUS CURI SAWIT DI KEBUN MULYONO

Jum'at, 21/02/2025 21:28 WIB
Kasmanedi, Praktisi Hukum

Kasmanedi, Praktisi Hukum

 

Simpang Empat, sumbarsatu.com--Praktisi Hukum Kasmanedi, S.H., M.H., CPL., CMED mendorong pihak Kepolisian Resort Pasaman Barat  atau Polsek Kinali, agar memproses secara hukum kasus dugaan pencurian sawit di Nagari Tandikek Sumber Agung, Kecamatan Kinali Pasaman Barat, dan kasus main hakim sendiri terhadap pelaku pencurian yang viral di Media Sosial, Rabu (19/02/2025) lalu. 

Korbannya adalah H Ahmad alias Buyung Adang (38 tahum) yang babak belur dihajar masyarakat seusai kedapatan mencuri sawit di kebun milik Mulyono Sehingga harus mendapat perawatan di Puskesmas Kinali. Kemudian Kamis (20/2/2025), pihak korban membuat laporan ke Polsek setempat.
 
"Selaku praktisi hukum kami mendorong kasus tersebut, diusut dan diproses tuntas. Sehingga akan memberi pelajaran kepada semua pihak, bahwa negara kita ini negara hukum, tidak bisa berbuat sehendak saja," kata Kasmanedi menjawab media sumbarsatu, Jumat (21/2/2025) di Simpang Empat.
 
Artinya, kata Kasman, mencuri adalah perbuatan pidana yang harus diproses penegak hukum. Disisi lain penganiayaan atau main hakim terhadap pelaku pencurian  juga perbuatan melawan hukum. 
 
"Kita menghimbau kepada masyarakat jika ada menangkap atau  tertangkap tangan orang mencuri apapun, silakan ditangkap tetapi harus diserahkan kepada polisi. Jangan main hakim sendiri, dampak main hakim tersebut,  juga akan berimplikasi hukum," tegas Kasman.
 
Oleh karena dia meminta masyarakat agar bersabar dalam hal menangkap pencuri. Dia juga tak membantah bahwa fenomena pencurian tandan buah sawit (TBS) akhir-akhir ini di Pasaman Barat cukup marak.
 
Dia memahami kegeraman masyarakat terhadap pelaku pencurian sawit, tetapi perbuatan melawan hukum dengan 'main hakim' sendiri juga tidak dibenarkan menurut aturan bernegara.
 
Dia menghimbau kepada penegak hukum agar tidak bosan mengedukasi masyarakat tentang hukum, sehingga kesadaran hukum masyarakat semakin tinggi.
 
Berbicara soal Perturan Makamah Agung RI Nomor 2 Tahun 2012 Tentang penyesuaian batasan tindak pidana ringan dan jumlah denda dalam KUHP. Dalam Perma tersebut dijelaskan,  kerugian dibawah Rp2.500.000 termasuk ranah tindak pidana ringan yang tidak bisa ditahan hakim, dia menyebut tidaklah menjadi  penghalang bagi polisi untuk mengajukan kasusnya ke Pengadilan.
 
"Benar kerugian hasil curian di bawah angka  Rp2.500.000 sesuai Perma tersebut, memang masuk tindak pidana ringan dan tersangka  tidak bisa ditahan, tetapi kalau pelaku sudah dua kali mencuri dan dilakukan secara bersama-sama, maka Perma tersebut tidaklah berlaku, dan tersangka  bisa ditahan, dan berlaku pasal-pasal di KUHP," jelasnya.
 
Artinya penyidik tidak usah ragu untuk mengajukan kasus pencurian meski dengan kerugian dibawah angka Rp2.500.000 ke meja hijau, apalagi pelakunya sudah lebih dari satu kali melakukan pencurian atau bersama-sama.
 
Sebab masyarakat juga berharap kepada polisi dan hakim agar kasus pencurian sawit di Pasaman Barat, yang saat ini meresahkan diproses secara hukum. Karena hal tersebut juga akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap penegak hukum.
 
Lebih jauh Kasman Edi menyebutkan, bahwa latar belakang atau history  lahirnya Peraturan MA RI Nomor 2 Tahun 2012 dari angka batasan pidana ringan yang sebelumnya minimal kerugian tindak pidana biasa Rp250 dibatasi minimal  menjadi Rp2.5 juta pada intinya Makamah Agung memahami  agar kasus remeh temeh atau kasus kecil seperti  pencurian sandal jepit, pencurian satu batang buah coklat diajukan juga ke meja hijau, sedangkan biaya perkaranya cukup besar. 
 
"Makanya dibatasi dengan Perma itu, bahwa  tindak pidana biasa itu, kerugiannya harus diatas Rp2.500.000. Di bawah itu masuk Tipiring, dengan ancamam tiga bulan penjara dan tersangka tidak bisa ditahan," ujar Kasman menjelaskan. SSC/NIR



BACA JUGA