Ribuan warga riang gembira menyaksikan karnaval sepasan dalam rangka merayakan penutupan tahun 2024 sekaligus ulang tahun HBT yang ke-148 di kawasan Kota Tua Padang, Selasa 31 Desember 2024. Foto Like
Padang, sumbarsatu.com—Heng Beng Tong atau Himpunan Bersatu Teguh (HBT) menggelar karnaval sepasan dalam rangka merayakan penutupan tahun 2024, sekaligus ulang tahun HBT yang ke-148 di kawasan Kota Tua Padang. Kegiatan yang diadakan pada 31 Desember 2024 ini dihadiri oleh ribuan orang yang berasal dari dalam maupun luar kota Padang.
“Arak-arakan sepasan merupakan tradisi masyarakat Tionghoa yang telah ratusan tahun ada di Kota Padang. Perarakan ini wujud syukur kita atas satu tahun yang sudah terlewati dengan baik. Juga harapan untuk menyambut tahun yang baru dengan lebih bermakna lagi,” kata Andreas Sofiandi, tuako (ketua) HBT Pusat pada pidatonya pada pembukaan Karnaval Sepasan, Selasa (31/12/2024).
Sepasan yang dimaksud adalah tandu sepanjang 93 meter, yang dirangkai dari 31 bilah kayu. Satu bilah kayu ukuran panjangnya 3 meter. Di atasnya ada 78 bangku anak yang diduduki oleh anak-anak yang menggunakan baju tradisi.
Charlie Gunawan, Humas HBT menjelaskan, ada 156 orang anak yang naik sepasan. 78 anak di rute satu, yaitu dari Sekretariat HBT-Batang Arau-Nipah-Tepi Laut- Jln. Gereja. Kemudian bergantian, 78 anak lainnya naik di rute dua mulai dari Jalan Gereja-Pondok-Niaga dan kembali ke Sekretariat HBT.
Charlie Gunawan, Humas HBT menjelaskan, ada 156 orang anak yang naik sepasan. 78 anak di rute satu, yaitu dari Sekretariat HBT-Batang Arau-Nipah-Tepi Laut- Jln. Gereja. Kemudian bergantian, 78 anak lainnya naik di rute dua mulai dari Jalan Gereja-Pondok-Niaga dan kembali ke Sekretariat HBT.
“Anak-anak yang naik berasal dari berbagai etnik di Kota Padang,” katanya.
Lanjutnya, sepasan yang beratnya ratusan kilogram tersebut diarak sejauh 4,2 kilometer dengan tenaga manusia. Ada sekitar 600-an anggota HBT yang berasal dari Pusat Padang dan cabangnya seperti Padang Panjang, Bukittinggi, Payakumbuh, Pekanbaru, Sungai Penuh, dan Jakarta memikulnya secara bergantian.
Sepasan yang diangkut tidak boleh menyentuh tanah. Setelah kurang lebih 100 meter diarak, sepasan berhenti dan beberapa orang meletakan bangku kayu sebagai penyangganya. Pada bagian depan dan belakang sepasan menyerupai kepala dan ekor naga. Sedangkan pada bagian badannya menyerupai kelabang namun berkulit naga.
Saat berhenti, seseorang yang bertugas memegang kepala naga mulai bergoyang ke kiri-ke kanan mengikuti irama tambur, gong dan simbal yang dimainkan oleh tim musik. Saat itu juga, pemanggul tandu juga bisa bergantian shift. Naga pada kepercayaan Tionghoa berarti perlindungan, kekuatan, kesehatan, kebaikan dan kemakmuran.
Perarakan dimulai dengan atraksi Barongsai ‘Hok san’ dan Naga menuju Kelenteng See Hin Kiong yang letak persis di depan gedung HBT. Kelenteng merupakan pusat kebudayaan dari masyarakat Tionghoa. Prosesi ini sebagai penanda bahwa sepasan siap diarak keliling kota.
Setelah itu, arak-arakan dimulai. Barisan depan ada sekelompok anak muda memegang bendera HBT dan bendera merah putih, diikuti oleh tim tarian naga, barongsai, tim wushu, sepasan, dan mobil dak terbuka yang diisi oleh pemudi Tionghoa Padang berpakaian adat.
“Di seluruh Indonesia, hanya di Padang yang masih mempertahankan tradisi ini. Dulu juga sempat ada di Madiun dan Semarang,” ujar Charlie.
Sepasan merupakan serapan dari bahasa Minang yaitu sipasan, yang berarti kelabang. Selama berabad-abad ada 2 organisasi Tionghoa yang melestarikan tradisi sepasan di Padang, yakni Heng Beng Tong/Himpunan Bersatu Teguh (HBT) dan Hok Tek Tong/Himpunan Tjinta Teman (HTT). HBT berdiri tahun 1876, sedangkan HTT sudah lebih dulu ada, yakni tahun 1863.
Karnaval sepasan HBT biasanya diadakan pada akhir tahun Masehi atau 31 Desember. Sedangkan karnaval sepasan HTT digelar pada malam penutupan malam tahun baru Imlek atau Cap Go Meh. Kedua momen itu merupakan bagian dari perayaan besar di Kota Padang.
Kedua organisasi ini ibarat saudara. Meskipun lahir di tahun berbeda, keduanya merupakan aktor penting dalam pelestarian budaya Tionghoa di Sumatera Barat. Mereka yang saling bahu-membahu bersama organisasi suku/marga dan Kelenteng See Hin Kiong menjaga tradisi budaya Tionghoa di Sumatera Barat agar tetap lestari. Mereka juga aktif dalam kegiatan sosial dan pemakaman.
Sepasan Heng Beng Tong (HBT) pada tahun 2008 pernah mendapatkan penghargaan sebagai perarakan Sepasan terpanjang oleh Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI).
Pada Agustus 2013, arak-arakan Sipasan Himpunan Tjinta Teman/Hok Tek Tong (HTT) di Padang memecahkan Guinness Word Record. Tandu kelabang terpanjang yakni 216 meter dari rangkaian 56 papan, diikuti oleh 223 anak dan dipikul oleh 1.500 orang secara bergantian sejauh 1,5 kilometer.
Rekor ini mengalahkan arak-arakan tandu pada Prosesi Kelabang Tradisional Kuil Ying-yuang di Jiali, Taiwan (2012) dengan panjang 204,538 meter dan mengangkut 108 anak. Di Taiwan, perarakan sepasan disebut Parade Kelabang. Parade ini selalu ada saat perayaan ulang tahun pelindung kota atau perayaan besar lainnya. Secara bentuk festival kelabang/sepasan di dua tempat ini serupa.
Sebetulnya, hal terpenting bukan tentang siapa yang terpanjang. Namun soal keterikatan sejarah antara masyarakat Tionghoa di Padang dan masyarakat Tionghoa di Taiwan. Bagaimana tradisi itu bermigrasi seiring perpindahan masyarakat Hokkian ke nusantara. Kemudian bagaimana tradisi itu hidup dan berkembang di tempat yang baru. Festival sepasan kini hanya bisa kita temukan di dua negara yaitu Indonesia (Padang) dan Taiwan.
“ Memikul sepasan merupakan wujud kebersamaan dan kekompakan antaranggota HBT. Semangat ini tertanam pada semua anggota. Memikul beban berat secara bersama-sama dengan jarak tempuh yang cukup jauh mengingatkan kita tentang pentingnya solidaritas dan tolong menolong satu dan yang lainnya. Semua anggota bahu membahu untuk menghidupkan organisasi ini,” ujar Tjiang Kuang Yung, Sekretaris HBT Cabang Padang Panjang.
Kuang Yung bercerita, ia datang dari Padang Panjang sehari sebelum pelaksanaan karnaval. Kedatangannya merupakan bentuk bakti terhadap perhimpunan HBT. Di luar perayaan besar, anggota HBT sudah terbiasa bergotong-royong memikul peti mati saat pemakaman masyarakat Tionghoa. Aktivitas itu dilakukan secara suka rela dan swadaya.
Sore itu cerah, seolah alam memberi restu perarakan ini dihadiri oleh ribuan masyarakat di Kota Padang. Sepanjang jalan arak-arakan, masyarakat sudah menunggu sepasan lewat. Tak lupa mereka mengabadikan momen itu pada gawainya masing-masing.
Maria, 32 tahun, salah seorang warga Kota Padang yang ikut menonton perarakan menyebutkan bahwa ia melihat perarakan sepasan sejak masih kecil. Ia menceritakan kenangan masa kecil digendong ayahnya untuk menonton sepasan.
“Hari ini, saya yang menggendong anak saya untuk menonton sepasan,” katanya riang.
Pada perarakan kali ini sebetulnya ia ingin kedua anaknya naik ke atas sepasan. Namun sayangnya sudah kehabisan bangku.
“ Ketika dapat flyer kegiatan, saya langsung menelepon panitia. Tapi ternyata bangkunya sudah penuh. Semoga di tahun depan kebagian bangku. Setidaknya anak saya bisa merasakan momen yang saya rasakan waktu kecil,” harapnya.
Perarakan dimulai pukul 16.00 dan berakhir sekitar pukul 20.00. Terlihat wajah suka cita di wajah para pemikul sepasan. Pada saat azan Magrib berkumandang, musik pengiring karnaval dihentikan untuk menghormati umat Muslim yang sedang beribadah.
Pada pembukaan karnaval tampak hadir Andree Algamar - Pj Wali Kota Padang, Mahyeldi - Gubernur Sumatera Barat, Fadly Amran-Wali Kota Padang terpilih, dan beberapa tokoh daerah lainnya. SSC/LIKE