son
OLEH Sondri (Pegiat Sosial dan Politik)
Prabowo Subianto berusaha mengklarifikasi terkait situasi dan rencana pembahasan RUU Pilkada yang akhirnya dinyatakan pimpinan DPR batal. Ia menyatakan rencana pembahasan RUU Pilkada itu bukan perintah dan arahanya dan selentingan muncul desas desus Prabowo Subianto marah adanya pembahasan RUU Pilkada yang disinyalir akan menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Aksi penolakan yang sangat masif oleh mahasiswa dan elemen masyarakat sipil tanggal 22-23 Agustus 2024 benar-benar femenoma yang cukup mengejutkan elite kekuasaan dan berbagai pihak.
Gerakan sivil society itu terus menjalar sampai ke daerah. Tidak hanya di kota-kota besar namun sudah sampai di kabupaten dan kota kecil. Fenomena aksi massa yang cukup masif ini hampir menyamai situasi Reformasi 1998. Sebagian orang menyebutnya Reformasi Jilid Dua. Konsolidasi demokrasi dan masyarakat sipil dengan waktu yang relatif singkat mampu membuat pergerakan massa aksi mahasiswa dan masyarakat yang menjalar seperti sentruman listrik di wadah berair.
Sebagian tokoh dan elite tak menduga reaksi mahasiswa dan elemen masyarakat sipil seperti beberapa hari belakangan ini. Salah satu buah aksi massa ini setidaknya ada statemen dari pimpinan DPR RI bahwa pembahasan RUU Pilkada dibatalkan dan KPU RI juga menyatakan akan segera melaksanakan putusan MK.
Fenomena pergerakan mahasiswa, buruh dan elemen masyarakat sipil lainnya sudah merupakan teguran bagi pemegang kekuasaan sampai saat ini dan KPU RI sebagai penyelenggara pemilu. Jangan coba-coba main-main dan mempermainkan emosi massa lagi. Sikap-sikap mbalelo penyelenggara negara dan sikap represif pemerintah melalui aparat bisa malah memicu "ledakan" kemarahan publik lebih luas dan lebih besar lagi.
Seperti gaya sebelumnya yang sudah sangat hafal dan terbaca oleh banyak pihak, cara-cara coba mengulur waktu dan bermain "sembunyi-sembunyi" hanya akan meningkatkan "api amarah" publik yang sudah mengendap sejak "permainan" elite kekuasaan merusak agenda-agenda reformasi dan demokrasi yang sudah susah payah diperjuangkan.
Rezim Jokowi Widodo yang sebentar lagi berakhir, masih saja membuat gelisah dan "kesal" publik. Termasuk permainan menjelang diselenggarakan Pilkada Serentak 2024. Persengkongkolan elite politik dan penguasa dengan berbagai motifnya benar-benar dinilai mengkhawatirkan dan membahayakan arah dan cita-cita reformasi dan demokrasi Indonesia.
Peristiwa aksi massa besar-besaran selama dua hari itu tentunya juga menggelisahkan bagi Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih. Prabowo Subianto paham betul bagaimana psikologi massa seperti kejadian 1998 yang bisa-bisa menggelinding bagai bola salju. Bahkan jika tak hati-hati mengelola situasi saat ini bisa terus bergulir ke arah yang lebih serius lagi, seperti people power 1998. Jika ini terjadi Prabowo Subianto dan Partai Gerindra tentu sangat khawatir dan menganggap mengancam peluang dilantiknya Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih.
Sikap hati-hati Prabowo Subianto lebih terlihat saat ini karena kekhawatiran terhadap perkembangan situasi yang bisa saja lepas kendali seperti 1998. Usaha Prabowo Subianto dan Gerindra untuk memperbaiki citra mulai terlihat.
Bagaimanapum selain kisruh putusan MK dan RUU Pilkada sebagai pemantik aksi 22 Agustus kemaren, sebenarnya emosi dan psikologis banyak kalangan, aktivis, intelektual, mahasiswa dan kalangan akademisi masih geram dengan rezim yang mengacak dan menghancurkan reputasi dan kredibilitas MK dengan pencalonan Gibran. Artinya psikologi sebagian kalangan masih "marah" dan sindrom dengan sepak terjang "Paman Usman" yang memainkan kewenangan MK meloloskan Gibran sebagai Cawapres serta sikap tidak bijak Jokowi sebagai presiden.
Keadaan dan sikap Prabowo Subianto dan Gerindra tentu akan berbeda dengan sebelum aksi massa pada tanggal 22-23 Agustus. Di mana Prabowo Subianto dan Gerindra terlibat dalam persekongkolan elite politik dan penguasa dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus. Selain Prabowo Subianto dan Gerindra, elite politik lainnya juga saat ini sedang menunggu perkembangan. Mereka tak mau terkecoh bola liar, maklum namanya juga politisi.
Sebenarnya yang paling dituntut hati-hati dan waspada adalah Prabowo Subianto dan Gerindra dengan perkembangan situasi saat ini. Sebab kawan koalisi lain dalam KIM akan bersikap "safety player". Sementara dinasti Jokowi saat ini menunggu permainan sikap elite koalisi KIM dan sikap publik terhadap kesembrawutan negara yang terjadi.
Semoga cita-cita reformasi dan demokrasi bangsa Indonesia yang telah diperjuangkan melalui berbagai pengorbanan tetap terjaga. Hanya tetap mempertahankan dan memperkuat sistem berdemokrasi dan memperbaiki integritas penyelenggara negara penyelewengan terhadap konstitusi bisa diminimalisir. Penguasa yang lepas kendali dan mempermainkan konstitusi hanya akan makin menjauhkan bangsa ini dari cita-citanya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial. *