Limpapeh, Festival Matrilineal Saribu Gonjong Digelar Akhir Agustus di Limapuluh Kota

Sabtu, 24/08/2024 12:06 WIB
Kegiatan prafestival dilaksanakan selama dua hari, 14-15 Agustus 2024 berupa lokakarya “Manajemen Festival” dan bimbingan teknis bertajuk “Baju Adat & Baju Kuruang Basiba di Luhak Limapuluh Kota.”

Kegiatan prafestival dilaksanakan selama dua hari, 14-15 Agustus 2024 berupa lokakarya “Manajemen Festival” dan bimbingan teknis bertajuk “Baju Adat & Baju Kuruang Basiba di Luhak Limapuluh Kota.”

Limapuluh Kota, sumbarsatu.com—Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah III, Provinsi Sumatera Barat bersama dengan masyarakat akan menggelar Festival Matrilineal Kampung Adat Saribu Gonjong di Jorong Sungai Dadok, Nagari Koto Tinggi, Kecamatan Gunuang Omeh, Kabupaten Limapuluh Kota, pada 31 Agustus-1 September 2024.

Prafestival sudah dilaksanakan selama dua hari, 14-15 Agustus 2024 berupa lokakarya “Manajemen Festival” dan bimbingan teknis bertajuk “Baju Adat & Baju Kuruang Basiba di Luhak Limapuluh Kota.”

Menurut Undri, Kepala BPK III Wilayah Sumatera Barat, festival ini menitikberatkan kepada peran perempuan Minangkabau sebagai Bundo Kanduang, Limpapeh, bahkan Mandeh Sako.  

Sebelumnya, BPK sudah mengagendakan rutin festival serupa dalam konteks wilayah berbeda seperti Festival Matrilineal Perkampungan Adat Nagari Sijunjung, Kabupaten Sijunjung, Festival Danau Maninjau (FestDama) Kabupaten Agam, dan sekarang sedang disiapak Festival Matrilineal Kampung Adat Saribo Gonjong Kabupaten Limapuluh Kota.

“Limpapeh (Festival Matrilineal Kampung Adat Saribo Gonjong) merupakan program perdana yang dilakukan BPK dengan partisipasi dan keterlibatan warga. Maka, festival yang disiapkan adalah festival warga,” kata Undri, Sabtu, 24 Agustus 2024.

Festival Matrilineal Kampung Adat Saribu Gonjong dikurasi Afrizal Harun, salah seorang Dosen ISI Padang Panjang dan juga Manajer Program Komunitas Seni Hitam-Putih-Sumatera Barat. Selain itu ada Oscar Oswandi, Praktisi Media dan Pegiat Budaya di Limapuluh Kota. Lalu pelaksana festiva melibatkan Dedi Novaldi (Caing) sebagai Manajer Program, Gusti Fitrah Bodi (Manajer Artistik), dan Rici Datuak Pangulu Sati (Direktur Festival).

“Susunan kepanitiaan hampir 90 persen adalah warga Jorong Sungai Dadok. Hal ini memberi penegasan bahwa, festival yang dilakukan bertolak dari pemetaan potensi atas wilayah yang dijadikan sebagai lokus festival, OPK, ekonomi, sosial, bahkan sumber daya manusia. Secara praktik, metode yang dilakukan berpusat dari warga, oleh warga, dan untuk warga,” papar Afrizal Harun.

Institusi kenagarian juga terlibat seperti Kerapatan Adat Nagari (KAN), Pemerintahan Nagari Koto Tinggi, para Bundo Kanduang.  

Kampung Sarugo merupakan kampung tertua di Nagari Koto Tinggi. Kimi lebih kurang 29 rumah gadang dengan lima gonjong berjejer rapih, menghadap ke arah masjid. Rumah Gadang ini terdiri atas 29 nama dengan ragam suku yang mendiaminya.

Potensi adat di Kampung Sarugo terlihat dalam beberapa rangkaian kegiatan prosesi adat seperti batagak pangulu dan baalua pasambahan, manjalang gogo, malope anak, dan mintak ayie sagontang.

“Prosesi ini tidak bisa dilepaskan dengan keterlibatan perempuan di dalamnya, dalam konteks mempersiapkan segala kebutuhan prosesi, makanan, termasuk keterlibatan mereka di dalam peristiwa arak-arakan dengan membawa berbagai perangkat adat,” jelas actor teater yang akrab disapa Babab ini.

Selain itu, potensi ekonomi dan kuliner yang dimiliki oleh masyarakat Nagari Koto Tinggi, khususnya Jorong Sungai Dadok adalah potensi agrowisata tanaman jeruk, yang dikenal dengan nama jeruk jesigo, limpiang layu-layu (kuliner yang terbuat dari padi muda), tumbuak maba, samba baluik dalam tampuruang, samba unja buluah, randang jangkang, dan lain-lain.

Aktivitas budaya yang sebelumnya pernah ada, tetapi sudah jarang dilakukan seperti manumbuak topuang, mairiak padi, mancari sikasiah (aktivitas perempuan ke rimba mencari sikasiah), pai manggala (aktivitas mencari udang ke hulu air), pai maanta siriah.

Sementara untuk kerajinan, dapat lihat dari aktivitas masyarakat di dalam menganyam kombuik, kerajinan dari bahan bambu dan akar kayu.

Aktivitas kesenian juga dapat dilihat melalui tari lansia “Barabah Mandi”, musik (saluang dendang, talempong, gandang tambua-tasa), dan randai (atraksi tapuak galembong), juga kesenian Tanjuang Katuang.

Potensi permainan anak nagari ditandai bentuk permainan yang dikenal dengan istilah Pacu Upiah. Permainan ini menggunakan lembaran dari pelepah pohon pinang yang sudah tua yang nantinya menjadi sebagai alat yang dipergunakan dalam kompetisi.

Babab mengatakan, judul festival ialah “Limpapeh” dengan moto“Festival Matrilineal Saribu Gonjong”, mengusung tema yaitu “Mandeh Sako di Rumah Gadang”.

Limpapeh merujuk kepada wanita tertua di dalam kaum, disebut juga sebagai “amban puruak” yang menguasai semua harta pusaka milik kaum. Limpapeh merupakan lambang kekuasaan ibu yang disebut dengan Bundo Kanduang atau Mandeh Sako.

Prafestival dan Festival

Limpapeh (Festival Matrilineal Saribu Gonjong) dibagi dalam dua kegiatan, yaitu Prafestival memuat agenda bertajuk “Manajemen Festival” yang sudah dilaksanakan pada 14 Agustus 2024 dengan narasumber Dedi Novaldi (Praktisi dan Peneliti Festival, Direktur Nuraga Budaya) dan Wulan Fitriana (Kepala Desa Gendaran, Kabupaten Pacitan-Jawa Timur).

Pada 15 Agustus 2024 dilaksanakan kegiatan bimbingan teknis bertajuk “Baju Adat & Baju Kuruang Basiba di Luhak Limapuluh Kota” dengan narasumber yaitu Maswarni (Ketua Bundo Kanduang Gunuang Omeh) dengan tema “Bentuk dan Filosofi Baju Kuruang Basiba di Minangkabau, khususnya di Kabupaten Limapuluh Kota”. Di sesi kedua, menghadirkan narasumber dari Wakil Ketua 1 Bundo Kanduang Limapuluh Kota yaitu Ir. Rini Susanti, dengan tema “Bentuk dan Metode Pemakaian Baju Kuruang Basiba Khas Gunuang Omeh.”

Sementara, agenda puncak Limpapeh (Festival Matrilineal Saribu Gonjong) akan dilaksanakan pada tanggal 31 Agustus 2024 dan 1 September 2024, mengangkat enam bentuk kegiatan berupa Seminar Budaya "Mandeh Sako dan Rumah Gadang” narasumber Nengsih (Ketua Bundo Kanduang Limapuluh Kota) tema “Bundo Kanduang: Relevansi Nilai-nilai Luhur dengan Kondisi Era Digital Saat Ini”, dan Zulhikmi Datuak Rajo Suaro (Ketua LKAAM Limapuluh Kota, tema “Peran LKAAM dalam Memosisikan Perempuan  sebagai Limpapeh/Mandeh Sako di Rumah Gadang”.

Selamjunya pasar UMK, menghadirkan potensi kuliner khas Nagari Koto Tinggi, yang diikuti 11 Jorong (Kampung Melayu, Kampuang Muaro, Sungai Dadok, Sungai Siriah, Puah Data, Aia Angek, Lokuang, Lubuak Aua, Kampuang Padang, Kampuang Cibodak, dan Palangkitangan).

Juga ada pemutaran film dengan judul “Amak” sutradara Ella Angel, “Kami Nan Tingga” sutradara Oscar Oswandi, “Sambilan Pakaro (Alek Adat Nagari Koto Tinggi)” sutradara Datuak Ngulu Johor, dan “Sarugo” (Dokumenter OPK dan CB) karya anak Kampung Sarugo.

Kegiatan juga menampilkan pertunjukan seni dari Jorong Sungai Dadok,  Kampuang Melayu,  Lubuk Aua,  Sungai Siriah, Aie Angek, Kampuang Muaro, dan dari Nagari Talang Anau, Maek dan Harau, serta penampil dari luar Kabupaten Limapuluh Kota seperti dari Kota Payakumbuh, Padang Panjang, dan Bukittinggi.

Atraksi kuliner tradisi meliputi tumbak maba, samba baluik dalam tampuruang, ampiang layu-layu, samba unja buluah, randang jangkang, dan ampiang picak, ada juga Parade Baju Kuruang Basiba.

Tidak ketinggalan atraksi permainan anak nagari yang meliputi lomba pacu upiah, main ban-ban, parang banta, parut kelapa,  makan kerupuk, masukkan pensil ke dalam botol, dan lain sebagainya. SSC/REL



BACA JUGA