Sidang MK, Bansos Berkontribusi Terhadap Perolehan Suara Paslon 02

Kamis, 18/04/2024 21:48 WIB
Cover Story Koran Tempo

Cover Story Koran Tempo

Jakarta, sumbarsatu.com—Ketua Tim Hukum Nasional Anies-Muhaimin (THN AMIN), Dr Ari Yusuf Amir menyatakan keterangan ahli pasangan calon (paslon) 02, M Qodari dan Hasan Hasbi, di depan sidang Mahkamah Konstitui (MK) tidak membantah keterangan ahli dari paslon 01 yang membuktikan adanya hubungan pemberian bansos dengan perolehan suara pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Pada keterangan di depan sidang MK perselisihan hasil pemilu (PHP) beberapa waktu lalu, kedua ahli dari paslon 02 tersebut menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara bansos (bantuan sosial) dengan preferensi pemilu dan keberpihakan petahana.

‘’Tapi fakta yang terjadi dan kami temukan adalah pada sidang MK itu kedua ahli paslon 02 tidak membantah pemaparan ahli kami Vid Adrison (ahli paslon 01). Dia dalam keterangan di sidang MK sebelumnya menyatakan untuk menyimpulkan hubung kausalitas (sebab-akibat) diperlukan untuk melakukan analisis regresi (ekonometri), sistem analisis, dan menggunakan data Indonesia. Semua aspek tersebut sudah dipenuhi oleh ahli kami selaku pemohon,’’ kata Ari Yusuf Amir, Rabu (17/04/2024).

Pada temuan fakta berikutnya, ternyata penggunaan metode crosstabulation yang dipakai acuan dalih ahli Paslon 02, tidak bisa digunakan untuk menyimpulkan hubungan sebab-akibat. Sebab, jika  metode ini dilakukan maka hasilnya malah bisa misleading.

‘’Contohnya begini bila logika metode crosstabaulation digunakan. Jika kita memaksakan mengambil keputusan dari crosstabulation untuk mencari hubungan antara penghasilan koruptor dengan agama para koruptor di Indonesia, maka kesimpulannya adalah: Orang beragama Islam dan berpengahasilan tinggi yang memiliki kecenderungan korupsi lebih tinggi. Nah, bila metode ini diikuti dan salah diterapkan maka hanya menciptakan kesimpulan yang menyesatkan atau salah (misleading),’’ ujar Ari kembali.

Pada fakta yang lain terdapat hal menarik ketika M Qodari dan Hasan Hasbi mengajukan keterangan  fenomena sosial atas anedoctal evedency (pembuktian yang lucu/anekdot). Hal itu adalah dengan mengajukan fenomena kekalahan paslon 02 di Provinsi Aceh dan Sumatra Barat meski di kedua wilayah tersebut menerima kucuran bansos.

‘’Jadi metode yang diajukan ahli paslon 02 tidak bisa digunakan sebagai acuan untuk menolak (atau tidak menolak) hasil uji statistik yang dilakukan saksi ahli kami selaku pemohon. Sebab, jika menggunakan anekdoktal evidency  untuk menolak atau menerima hasil uji statistik, permasalahan yang terjadi di satu tempat pemungutan suara (TPS) bisa digunakan untuk menolak klaim pemilu berjalan lancar,’’ kata Ari.

Maka sebagai kesimpulan dari keterangan ahli paslon 02, M Qodari dan Hasan Hasbi tim THN AMIN menyimpulkan bahwa keterangan pihak terkait terbukti tidak membantah kebenaran keterangan ahli pemohon, yakni Vid Aderson.

’’ Keterangan ahli Vid Aderson jelas membuktikan bahwa terdapat hubungan kuat (kausalitas) antara pemberian Bansos dengan perolehan suara paslon 02. Sekali lagi, inilah yang tidak dibantah oleh Qodari dan Hasbi selaku ahli dari pasangan Prabowo-Gibran di sidang MK tersebut,’’ tandas Ari Yusuf Amir.

Keterangan Menteri Tak Sesuai Kenyataan

Ari Yusuf Amir menyatakan keterangan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy di depan sidang MK tidak sesuai kenyataan. Sebab, fakta yang terjadi menyatakan dengan jelas bahwa penyaluran dana bantuan pemerintah dari Menteri Sosial (Mensos) di masa pemilu adalah untuk kepentingan politik Pilpres 2024.

Muhadjir dalam keterangannya di depan sidang MK tentang perselisihan hasil Pemilu (PHP) beberapa waktu lalu menyatakan bila penggunaan data P3KE (Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem) itu digunakan sebagai dasar penentuan penyaluran Bansos CCP (Bantuan Sosial Cadangan Pangan Pemerintah (CPP)  untuk kasus El Nino. Dan kebijakan ini pun sudah disepakati oleh Presiden Jokowi di ratas (rapat terbatas) pada 6 November 2023.

’Namun, kami menemukan beberapa fakta yang terjadi. Pertama, DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) Kementerian Sosial (Kemensos) adalah basis data yang telah dikembangkan semenjak 2008. Data ini menjadi rujukan seluruh sektor dan pemerintah daerah (pemda) dalam penyaluran bantuan pemerintah,’’ kata Ari Yusuf Amir.

Fakta yang ditemukan berikutnya, lanjut Ari, adalah adanya kenyataan bahwa peralihan basis data DTKS Kemensos ke P3KE dalam ratas 6 November 2023 berimplikasi juga pada peralihan kewenangan. Yakni, peralihan kewenangan dalam menentukan siapa dan berapa besar penerima bantuan.

Adanya fakta tersebut, TIM THN AMIN kemudian menyimpulkan bila pengalihan kewenangan basis data penyaluran bantuan pemerintah dari menteri sosial di masa Pemilu 2024 adalah untuk mengendalikan penyaluran bantuan sosial (Bansos) untuk kepentingan pasangan calon 02 agar dapat memenangkan Pilpres 2024.

‘’Maka itulah faktanya. Keterangan Menko PMK Muhadjir Effendy tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Bantuan pemerintah untuk rakyat dipakai sebagai sarana yang bermuatan kepentingan politik praktis di Pilpres,’’ tegas Ari Yusuf Amir.

Sementara itu, terkait dengan keterangan Menteri Keuangan Sri Mulyani di depan sidang Mahkamah Konsitusi menurut Ari Yusuf Amir mengingkari kenyataan bahwa bansos jelang Pilpres 2024 digunakan sebagai sarana kepentingan politik. Tujuan akhirnya dari bansos ini adalah untuk pemenangan pasangan calon presiden nomor urut 02, yakni Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

‘’Antisipasi yang sangat berlebih terhadap El Nino adalah justifikasi untuk menggelontorkan Bansos (bantuan sosial) secara masif. Target dari kebijakan penggelontoran dana tersebut adalah untuk kemenangan pasangan calon 02, yakni Prabawo dan Gibran,’’ urai Ari Yusuf Amir.

Menurut Ari, pada keterangan di depan sidang perselisihan hasil Pemilu (PHP) di Mahkamah Konstitusi (MK), baik Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, terdapat beberapa hal penting yang harus dicek kebenarananya. Pernyataan keduanya adalah mengenai asumsi bahwa dampak El Nino mempunyai kualitas implikasi kedaruratan yang sama seperti Covid 19.

‘’Dari kedua menteri yang menjadi pembantu Presiden Jokowi itu menyatakan dampak El Nino disamakan dengan kedaruratan pandemic Covid 19. Akibat dipersamakan itu, maka bantuan pemerintah harus disalurkan kepada 22 juta penerima manfaat. Bahkan, tak hanya itu jangka waktu bantuan diperpanjang hingga enam bulan di tahun 2024. Keputusan itu dilakukan dalam rapat terbatas (Ratas) pada bulan November 2023 yang dipimpin Presiden Jokowi,’’ ungkap Ari.

Ada kenyataan itu, lanjut Ari bersesuaian dengan beberapa fakta yang terjadi dan ditemukannya. Hal itu adalah, pertama pandemic Covid 19 dan bencana perubahan iklim dan kekeringan akibat El Nino itu tidak setara dampaknya. Pandemi Covid 19 berdampak kemiskinan pada 70 juta orang, sementara bencana  sebagai dampak El Nino luasan pengaruhnya hanya berimbas pada 4,7 juta orang saja.

Fakta yang kedua, kondisi pangan di tahun 2023 lebih baik dari tahun 2022. Rata-rata indeks bila kerawanan pangan pada tahun 2023 lebih baik bila dibandingkan indeks kerawanan pangan di tahun 2022.

‘’Fakta yang ketiga El Nino sudah mereda saat Presiden Jokowi memutuskan perpanjangan bantuan. Pihak BMKG juga sudah memprediksi bila El Nino mereda di ujung tahun 2023, dan akan berakhir di awal tahun 2024. Jadi sekali lagi kesimpulannya Bansos digelontorkan  oleh Presiden Jokowi untuk tujuan politik, yaitu sebagai saranan dukungan pemenangan pasangan calon 02 pada Pilpres 2024,’’ kata Ari Yusuf Amir.

Beras Mahal karena Dijadikan Bansos

Ari Yusuf Amir menyatakan keterangan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia Airlangga Hartarto di depan sidang PHPU di Mahkamah Konstitusi (MK) tidak sesuai dengan kenyataan. Fakta menyatakan El Nino bukan menjadi penyebab kenaikan harga beras atau El Nino tidak mengancam stabilisasi stok beras nasional.

‘’Menko Perekonomian dalam keterangannya di depan sidang MK menyatakan El Nino mengancam ketersediaan harga beras seluruh dunia. Ini diindikasikannya dengan terjadinya kenaikan harga beras di Thailand dan Vietnam. Namun setelah kami cek dengan fakta,  ternyata hal itu tidaklah demikian,’’ kata Ari Yusuf Amir.

Ari menegaskan pernyataan Menko Airlangga tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Hal ini karena faktanya malah menyatakan sebaliknya. Hal itu adalah, fakta pertama, penurunan produksi beras nasional di tahun 2023 insignifikan (tidak signifikan) atau hanya mencapi 0,44 juta ton saja. Data ini menunjukkan kenyataan bahwa stok  beras relatif stabil bila dibandingkan beberapa tahun ke belakang.

Fakta kedua, adanya kenyataan bahwa pemerintah sudah mengimpor beras sebesar 3,8 juta ton sepanjang tahun 2023 hingga awal 2024. Besaran impor ini sudah melebihi penurunan produksi beras. Namun yang terjadi harga beras justru mencapai harga tertinggi di sepanjang sejarah Indonesia.

Fakta ketiga, produksi beras di Vietnam tetap stabil, dan bahkan justru cenderung meningkat pada tahun 2023. Sedangkan harga gabah di Thailand dan Vietnam meningkat karena mata uang mereka menguat, bukan harga gabahnya meningkat karena adanya bencana perubahan iklim akibat El Nino.

‘’Adanya fakta atas keterangan Menko Airlangga itu, kami TIM THN AMIN membuat kesimpulan:  Adanya kenyataan bahwa beras tetap meroket di tengah impor yang begitu besar. Fenomena ini selanjutnya malah menunjukkan adanya penyalahgunaan stok beras bukan untuk stabilisasi harga, seperti operasi pasar dan lainnya. Namun, meroketnya harga itu karena beras digunakan untuk penyediaan bantuan sosial (Bansos) dan kepentingan politik pada ajang Pilpres 2024,’’ kata Ari Yusuf Amir menyimpulkan fakta temuannya. SSC/KBA



BACA JUGA